6

4K 442 38
                                    

Haii finally!! Kalau kalian udah lupa alurnya jangan lupa baca part sebelumnya yaaa:)))

Don't forget to vote and comment loff dan maaf ya baru sempat up lagii, makasi yang udh nunggu cerita akuu:))

***

Semua orang berkumpul di Aula kekaisaran

"Bagaimanapun juga hal ini salah dan hampir menodai kekaisaran, bagaimana bisa yang mulia calon putri mahkota di celakai namun pelakunya hanya di jatuhi hukuman ringan? Maaf karna telah lancang sebelumnya yang mulia"

"Yang di Ucapkan pria itu benar" Maxwell masih saja mencampuri semuanya

Suasana di Aula semakin ricuh, sementara Lauren yang di adili terduduk dengan lemas di tengah-tengah orang yang mengecamnya. Sorot matanya begitu sayu dan lemah.

"Aku akan tetap menetapkan keadilan, Lauren akan di asingkan di kediaman lama di puncak bukit di daerah perbatasan" Semua orang terkejut mendengar tuturan Aaric sebagai kaisar

Debora menatap cepat kakaknya, ia ingin menginterupsi hal tsb namun keadilan memang harus di tegakkan.

"Lauren akan pergi bersama Edgar dan dapat membawa beberapa prajurit dan pelayan, hukuman ini akan berlangsung selama satu bulan penuh"

Edgar terkejut di tempat ia berdiri. Mengapa ia harus ikut?

"Paman, ku pikir aku tidak harus ikut bukan?"

Semua orang menatap Edgar

"Tutup mulutmu Edgar!!" Suara keras Aaron menggelegar di ruang Aula "Jangan berkata apapun lagi hingga membuatku malu!" Aaron sangat kesal

Sementara Lauren ia tidak terlalu ambil pusing, ia sudah terbiasa dengan pengasingan

"Aku dapat pergi sendiri yang mulia Kaisar"

Suara lemah nan tercekat yang semulanya tidak membuka suara membuat semua orang terdiam

"Aku dapat mengatasinya sendiri" lanjutnya lemah

"Edgar akan tetap ikut, tanpa ganggu gugat!" Debora membuka suara

Semua orang memahami jika perkataan Duchess ini tak dapat di bantah.

Sebelum Edgar hendak membuka suara lagi Debora kembali berkata "Tidak ada yang berhak menginterupsi keputusanku!"

Peradilan di hentikan dan hukum sudah di jatuhi, kini Edgar dan Lauren sudah berada di atas kereta menuju kediaman lama tsb.

Itu adalah kediaman nan asri yang berada di tengah hutan di puncak bukit nan teduh. Kediaman itu semulanya didirikan oleh mendiang ibu suri untuk menjadi tempat ia melepas penat sesekali

"Kau benar-benar menyusahkan semua orang" Edgar berkata kesal

Lauren hanya diam dengan mata yang terus memandang keluar jendela kereta.

"Bagaimana bisa aku akan berpisah sebulan penuh dari Maddy?!" Edgar masih saja menggerutu

"Memintamu untuk menjadi pilihan pertama dan terakhirku pada Ayah adalah penyesalan seumur hidupku"

Edgar terkejut, fakta itu baru kali ini ia dengar. Ucapan lemah tanpa tenaga Lauren membuat suasana yang semulanya hanya diisi oleh suara kereta kuda menjadi sedikit dingin

"Kau tau, aku kala itu membuat permintaan pada Ayahku. Namun ia berkata pilihlah dengan baik karna ini akan menjadi permintaan pertama dan terakhirmu" Lauren menatap mata Edgar yang juga tengah menatap matanya "Aku memilihmu, dengan mantap aku mengatakan pada Ayah bahwa aku ingin menikah denganmu. Semua orang awalnya tidak setuju karna kekaisaran kita tidak berada di garis yang sama namun aku menentang semua orang dan berucap berbelas kasih mengadu nasib ku yang selalu mendapati ketidak adilan sedari kecil. Hingga semuanya terjadi, mungkin kau kesal karna bersama denganku tapi aku semulanya sangat bahagia hingga sampai pada detik ini kau adalah penyesalan seumur hidupku"

Edgar tak tau apa yang hendak ia katakan, wanita di hadapannya menampilkan sorot wajah yang enggan menjalani hidup

"Aku ingin menjadi pendamping kakak Ren, persetan hanya menjadi selir agung ataupun selir tanpa gelar bahkan menjadi gundiknya pun aku bersedia, lakukan sesuatu.. kau juga ingin bersama dengan Maddy bukan?"

Dahi Edgar mengerut

"Kau yakin dengan ucapanmu barusan?"

"Mengapa aku tak yakin?"

Edgar menatap lama wanita di hadapannya

"Lakukan sesuatu Edgar"

Untuk pertama kalinya Lauren memohon pada Edgar

"Bukankah seharusnya kau memohon agar aku mencintaimu?"

Tatapan keduanya di putus oleh Lauren, wanita itu tertawa sinis

"Itu karna aku tau hal itu tidak mungkin, kau tidak akan pernah bisa mencintaiku. Mata mu tak pernah memberi tatapan teduh dan kau bahkan tak berfikir ketika mengasariku, harapan mana lagi yang aku coba harapkan dari lelaki sepertimu? Kau tidak jauh berbeda dari Ayahku dan Maxwell, kalian semua adalah para lelaki yang membuangku"

****

Edgar VaskeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang