01. Kecurigaan

9.1K 260 4
                                    

Khawatir. Itu yang tengah di rasakan oleh Fatimah saat ini. Wanita bernama lengkap Fatimah Ghazala Humaira itu sedang mondar-mandir tidak jelas di ruang tamu.

Dahinya berkerut. Mulutnya tak henti berkomat-kamit. Jarinya menggulir tasbih berwarna hitam yang berada di tangannya. Menenangkan hatinya yang saat ini sedang di landa kekhawatiran.

Dengan perlahan, dia melangkahkan kakinya ke jendela samping pintu. Matanya kembali melihat ke luar rumah.

Gelap. Di luar sudah sangat sepi. Maklum, karena sekarang jarum jam sudah berada di angka 12 malam.

Hatinya semakin tak tenang kala seseorang yang di tunggunya sekarang belum terlihat sosoknya. Tak biasanya pria itu pulang larut malam. Apalagi sampai tengah malam begini.

Tak terasa, matanya sekarang sudah berembun. Siap menumpahkan air mata. Sungguh, dia khawatir pada pria itu. Pria yang sangat di cintainya. Pria yang sangat di sayanginya. Dan pria yang menjadi imamnya.

Fatimah mengambil ponsel yang berada di atas meja. Dia mencari nama seseorang di kontaknya. Dan setelah ketemu, dia langsung menekan tombol telepon.

Satu kali

Dua kali

Tiga kali

Teleponnya tak di angkat. Hanya suara operator yang di dengarnya sedari tadi. Membuat perasaan Fatimah semakin tak karuan.

Wanita itu terduduk di sofa ruang tamu. Dia menutup wajahnya dengan kedua telapak tangan. Menangis terisak di sana.

Kemana saja pria itu? Kenapa sampai sekarang belum pulang? Apa terjadi sesuatu padanya? Ataukah masih ada kerjaan di kantornya? Tapi kenapa pria itu tak mengabarinya sama sekali? Tak tahukah dia jika Fatimah di sini sangat mengkhawatirkannya?

Fatimah khawatir. Khawatir terjadi sesuatu dengan imamnya. Tapi, tak di pungkiri jika dia juga merasa takut. Takut akan prasangkanya sendiri.

Teringat kembali kejadian tadi pagi. Kejadian yang membuat dia sampai berfikir yang tidak-tidak terhadap imamnya sendiri, suaminya.

Flashback On

Seperti biasa, Fatimah sekarang sedang menyiapkan sarapan untuk sang suami. Dia menata hasil masakannya di meja makan dengan rapi.

Masakan simpel dan sederhana. Hanya sepiring nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang kesukaan suaminya.

Dia tersenyum senang. Menaiki anak tangga satu persatu guna menuju kamarnya dengan sang suami.

Ceklek

Fatimah memasuki kamar. Tapi, tak ada tanda-tanda kehadiran sang suami di dalam kamar tersebut.

Dahinya mengernyit. Tapi setelahnya tersenyum tipis ketika mendengar kran di kamar mandi menyala. Suaminya itu sedang mandi ternyata.

Dia lalu membuka lemari dan mengambil jas berwarna biru dongker dengan celana senada, serta dasi berwarna merah bergaris putih. Tak lupa kemeja yang juga berwarna putih.

Bunyi shalawat nariyah membuat Fatimah mengalihkan perhatiannya. Dia meletakkan baju sang suami di ranjang. Lalu mengambil ponsel sang suami di nakas.

Tertera nama Nayla di kontak tersebut. Membuat Fatimah langsung berpikir siapa itu Nayla.

Apakah sekretaris sang suami? Tapi tak mungkin, karena sekretaris suaminya itu laki-laki.

Siapa Nayla? Baru pertama kali Fatimah mendengar nama itu.

Fatimah menggelengkan kepalanya. Membuang jauh-jauh pikiran-pikiran buruk terhadap suaminya.

"Mas, ini kamu ada telepon dari Nayla," panggil Fatimah di depan pintu kamar mandi sambil mengetuknya pelan. Tapi sepertinya sang suami tak mendengar panggilannya.

Fatimah menghela nafas. Baru saja dia ingin menerima teleponnya, tapi ternyata sudah di matikan oleh sang penelepon.

Tapi tak lama kemudian, ada pesan masuk dari Nayla. Spontan saja Fatimah langsung membacanya lewat layar beranda.

Nayla

Mas, kamu nanti nginap di sini kan?
_________________

Mata Fatimah melebar. Terkejut dengan isi pesan itu. Menginap? Dengan Nayla? Berdua kah? Atau dengan rekan-rekan kerjanya? Siapa perempuan ini? Kenapa dia memanggil suaminya dengan "mas"? Apa maksudnya?

Berbagai pikiran buruk sekarang bersarang di otaknya. Banyak sekali tanda tanya di kepalanya yang butuh penjelasan dari sang suami.

Dia ingin bertanya. Meminta kejelasan atas maksud pesan itu. Tapi Fatimah urungkan karena sepertinya sang suami sangat terburu-buru ke kantor. Bahkan, suaminya itu hanya makan tiga suap untuk sekedar menghargainya.

Flashback Off

Fatimah semakin menangis terisak. Prasangkanya itu semakin kuat dengan bukti sang suami yang sampai sekarang tak pulang-pulang.

Allah. Apakah imamku mempunyai yang kedua di sana? Apakah imamku telah berpaling darinya? Apa imamku sudah tak mencintai dirinya lagi? Apakah cinta itu hilang dan tergantikan dengan wanita lain yang lebih sempurna darinya?

Astaghfirullah. Berulang kali Fatimah beristighfar karena telah dengan berani menuduh sang suami. Dia sungguh telah berdosa karenanya.

Wanita itu menyandarkan kepalanya di sandaran sofa dengan mulut yang terus berucap istighfar. Memohon ampun atas pikiran buruknya yang belum tentu benar.

Fatimah yakin kalau suaminya itu tak akan berbuat kotor. Dia tau betul karakter dari sang suami.

Imannya itu kokoh bak benteng baja. Tak akan mudah roboh walaupun di terjang dengan ombak besar sekalipun.

Iya. Dia seharusnya percaya dengan suaminya sendiri kan? Tak boleh suudzon pada suaminya itu.

🍁🍁🍁

"Assalamu'alaikum", salamnya setelah membuka pintu dengan kunci yang di pegangnya.

Hening. Tak ada jawaban atas salam yang di ucapkannya. Membuat pria itu mengernyitkan dahinya. Heran karena biasanya ada seseorang yang akan menjawab salamnya.

"Dek?" panggilnya keras.

Masih hening. Tak ada sahutan. Pun tanda-tanda seseorang. Kemana istrinya itu?

Dia lantas meletakkan tas kantornya di sofa ruang tamu. Setelah itu, melangkahkan kakinya menuju dapur. Mungkin saja istrinya itu sedang memasak.

Dan benar saja dugaannya. Sekarang, dapat dia lihat punggung sang istri yang sedang fokus menggoreng sesuatu.

Pria itu terdiam di tempatnya. Tatapannya sendu. Ada rasa bersalah yang mencuat di hatinya sekarang ini. Rasa bersalah yang tak terdefinisikan.

Dengan perlahan, dia mendekati sang istri. Meletakkan kedua tangannya di pinggang istrinya itu. Memeluknya dari belakang dengan erat. Seolah-olah tak mau kehilangan istri tercintanya itu.

Fatimah tersentak kaget. Hampir saja dia mengira jika sang suami itu orang cabul yang menyelonong masuk ke rumahnya.

"Udah sarapan mas?" tanyanya lembut sambil melanjutkan kegiatannya menggoreng cumi crispy. Sudah tak heran lagi akan kelakuan sang suami.

Pria itu menggelengkan kepalanya dengan dagu yang bersangga pada bahu sang istri. "Belum. Mas laper banget dek. Pengen makan masakan istri tercintanya mas ini," jawabnya tepat di samping telinga Fatimah.

Sontak Fatimah menyingkirkan kepala suaminya itu dari bahunya. "Geli mas," ungkapnya.

Pria itu tersenyum. "Jadi, masakannya udah jadi atau belum nih?"

Fatimah mengangkat cumi crispy yang sudah matang itu ke piring yang di lapisi tisu penyerap minyak. "Bentar lagi mas. Mending mas sekarang mandi dulu biar seger, biar wangi."

Fatimah mendekatkan kepalanya pada sang suami. "Tuh kan, mas bau asem. Cepetan mandi gih. Terus makan. Selesai makan nanti juga ada yang mau adek omongin sama mas."

____________

Jangan lupa like and comment nya yaa!!!🤗
Jazakumullahu khairan❤️

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang