16. Om Reynard

2.1K 150 5
                                    


"Maka ingatlah kepada-Ku, Aku pun akan ingat kepadamu. Bersyukurlah kepada-Ku, dan janganlah kamu ingkar kepada-Ku."
(Q.S. Al-Baqarah : 152)

___________________________

Di sebuah gedung pencakar langit, terdapat seorang pria berambut kecoklatan yang duduk di ruangan paling atas gedung tersebut. Mata abunya menyorot ke bawah dengan tajam. Pun ekspresinya yang tampak datar.

Pria tersebut tampak membawa sebuah pigura yang di dalamnya terlihat foto seorang perempuan yang tersenyum manis. Anehnya, perempuan berhijab panjang itu tak melihat ke arah kamera. Terlihat seperti foto itu di ambilnya secara diam-diam.

"Apa yang terjadi selama saya pergi? Dan kenapa kamu tak ingat saya? Tak tahukah kamu kalau saya sangat rindu?" gumamnya seraya mengelus foto tersebut.

Pria itu lantas mendongak. Menatap langit-langit ruangannya dengan pandangan kosong. "Kenapa kamu harus menikah dengan pria brengsek itu?" tanyanya yang entah pada siapa.

Tangannya mengepal. Dia rasanya sungguh sangat marah. Marah kepada pria yang di sebutnya brengsek. Berani-beraninya pria itu menyakiti orang yang dicintainya.

Tak cukupkah pria brengsek itu mendapatkan wanita yang sesempurna dia?

Tok tok tok

"Masuk!" perintahnya pada orang yang mengetuk pintu.

"Salam, Tuan. Saya ingin memberitahukan kabar terbaru," ujarnya seraya membungkukkan badannya.

Pria yang disebutnya Tuan itu memutar kursinya. Menatap bawahannya dengan ekspresi datar. "Lanjutkan."

Setelah mendapatkan perintah, bawahannya itu lalu berdiri tegak. "Setelah dari supermarket tadi, wanita itu sekarang mengunjungi panti asuhan 'kasih sayang' dan membagikan buku kepada anak-anak. Dia tampak sangat akrab dengan anak-anak dan ibu panti di sana. Bahkan, anak-anak panti tersebut memanggilnya 'umi'. Tapi dari semua anak panti itu, dia paling dekat dengan anak laki-laki berusia 6 tahun yang bernama Rafael Argananta," paparnya menyampaikan informasi sedetail mungkin.

Atasannya itu menganggukkan kepalanya pelan seraya tersenyum tipis. "Bagaimana dengan pria itu?" Rasanya pria itu tak sudi untuk sekedar menyebut namanya saja.

"Dia sekarang berada di rumah istri keduanya, Tuan."

Mata pria itu seketika menajam yang mana membuat sang bawahan merasa takut. Apakah dia telah mengatakan sesuatu yang salah?

"Terus awasi mereka dan jaga wanita itu! Kau boleh pergi," perintahnya.

"Baik, Tuan," jawabnya seraya membungkukkan badan. Lalu berlalu keluar dari ruangan tersebut.

Sepertinya kesempatan kamu sudah cukup sampai di sini, Akhtar.

***

Pagi ini, Fatimah dengan semangat memasak makanan kesukaan Akhtar. Karena hari ini adalah waktunya sang suami pulang ke rumah mereka setelah menginap di rumah Nayla.

Tangannya dengan lihai memotong bahan-bahan yang digunakannya memasak. Bibirnya tersenyum tipis seraya melantunkan shalawat nariyah dengan suara merdunya.

Setelah setengah jam berkutat di dapur, masakan Fatimah pun sekarang sudah tertata rapi di meja makan. Seketika dahinya mengernyit ketika menyadari banyaknya makanan yang sudah ia masak.

"Ya Allah. Kayaknya aku masaknya kebanyakan deh. Gimana nanti kalau mubazir?" sesalnya.

Rasanya tadi Fatimah memasak secukupnya. Tapi entah kenapa setelah terhidang malah terlihat banyak. Kalau begini, makanannya pasti akan sisa. Tak mungkin mereka berdua bisa memakan makanan sebanyak ini.

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang