22. Hak Waris

2.9K 201 21
                                    

Fatimah berjongkok. Membantu Akhtar untuk berdiri. "Mas nggak papa kan?" tanyanya khawatir.

Akhtar yang ditanya pun hanya diam. Dia tak habis pikir akan sikap Fatimah. Bagaimana bisa Fatimah masih mau membantunya setelah semua yang telah dia lakukan selama ini? Kenapa istrinya itu tak marah padanya?

Akhtar akui jika Fatimah memang seorang perempuan yang berhati lembut. Seorang perempuan yang juga pemaaf. Tapi jika begini caranya malah membuat hatinya merasa sesak.

Fatimah lantas menuntun Akhtar untuk duduk di sofa. Dan dia juga ikut duduk di sebelahnya. Wanita itu masih diam. Tak berkomentar apapun mengenai Akhtar yang akan menceraikannya.

Entah wanita itu berpura-pura kuat. Atau memang nyatanya dia kuat. Tapi jika menyangkut perceraian, wanita mana yang tak terluka? Wanita mana yang tak merasakan sakit?

"Ayo duduk dulu pa. Tenangin emosi papa sekarang. Kita bicarain baik-baik masalahnya," ujar mama Aisyah lembut. Dia menuntun suaminya untuk duduk di sebelahnya. Lalu memberikan minum pada sang suami.

Fatimah menatap Akhtar yang sedari tadi meringis kesakitan. Rasanya dia tak tega melihat keadaan suaminya sekarang. "Pa, ma, Fatimah ambil kotak P3K dulu ya," pamitnya dan berlalu pergi dari sana.

Fatimah lantas memasuki kamarnya dan menguncinya dari dalam. Wanita itu langsung luruh di lantai yang dingin. Tangisnya pun pecah. Tak kuat akan kenyataan pahit ini.

Iya. Mengambil kotak P3K memang bukan tujuan utamanya. Karena dia sungguh tak bisa untuk berpura-pura kuat lagi di depan semua orang. Hatinya sekarang sudah rapuh. Rasanya begitu sakit ketika mendengar kata 'cerai' dari sang suami.

Fatimah meremas dadanya kuat. Sesak. Rasanya sungguh sangat sesak. Dia sama sekali tak membayangkan akan perceraian dalam rumah tangganya. Dia berpikir jika pernikahannya akan berjalan sampai maut memisahkan. Tapi dugaannya ternyata salah besar.

Allah. Apakah rumah tangganya hanya sampai di sini saja? Fatimah semakin terisak. Dia menutup wajahnya dengan kedua tangan. Menumpahkan semua rasa sakitnya.

Jadi ini yang dimaksud Akhtar untuk menunggu sebentar lagi? Karena pria itu ingin menceraikannya? Memang jika suaminya saja tak mencintainya, lantas mau dibawa kemana pernikahannya?

Rasanya Fatimah sudah lelah jika berjuang kembali. Dia ragu. Ragu akan dirinya sendiri. Karena seandainya Akhtar tak menceraikannya. Apakah dia bisa membuat sang suami mencintainya?

Bahkan waktu empat tahun saja tak cukup untuk membuat Akhtar mencintainya. Apalagi sekarang ada Nayla. Wanita yang suaminya cintai. Dan sekarang sedang mengandung anak Akhtar.

Fatimah tertawa miris. Mungkin memang inilah jalan yang terbaik bagi mereka berdua. Dia lalu mengusap air matanya. Berdiri mengambil kotak P3K di laci kamar.

***

"Jadi selama ini kamu nggak mencintai Fatimah?" tanya mama Aisyah tak percaya. Dia sungguh sangat terkejut akan faktanya.

Mama Aisyah berpikir jika putranya itu sudah mencintai Fatimah dari awal-awal pernikahan mereka. Bukan tanpa alasan dia berpikir seperti itu. Melainkan karena melihat sikap Akhtar yang seolah-olah sangat mencintai Fatimah kala itu.

Bagaimana bisa Akhtar bersandiwara sebaik itu? Rasanya mama Aisyah dan papa Gavin sulit percaya. Tapi jika Akhtar sampai meminta cerai seperti ini, berarti putranya itu memang serius.

Papa Gavin menatap Akhtar dengan tajam. Pria itu sungguh sangat kecewa akan putranya. "Kenapa kamu nggak menceraikannya saja dari dulu? Kenapa kamu malah milih mempertahankan pernikahan itu sampai 4 tahun lamanya?"

Semuanya menunggu jawaban Akhtar. Begitupun dengan Fatimah yang berdiri tak jauh dari sana dengan kotak P3K ditangannya. Dia memang sudah berada di sana sejak awal. Tak ingin mengganggu pembicaraan mereka.

Akhtar menatap papanya dengan datar. "Bukannya papa yang menginginkannya?" tanyanya balik.

Dahi papa Gavin pun berkerut bingung. Tak paham akan pertanyaan sang putra. "Maksud kamu?"

Akhtar menghela nafasnya lelah. "Bukannya papa ya yang membuat Akhtar seperti ini? Papa bahkan sampai mengancam Akhtar menikahi Fatimah untuk mendapatkan hak waris. Apa papa lupa? Lupa dulu papa menjanjikan waktu 4 tahun untuk Akhtar supaya bisa menceraikan Fatimah?"

Deg

Fatimah mengeratkan pegangannya pada kotak P3K yang dia bawa. Dia begitu terkejut akan suatu fakta lagi. Suatu fakta yang lagi-lagi memberikan luka dan menyakitinya.

Jadi semua itu hanya untuk hak waris? Dia dijadikan jaminan supaya Akhtar bisa mendapatkan hak warisan? Bagaimana bisa? Bagaimana bisa mereka begitu tega dengannya?

Fatimah itu manusia. Dia juga punya hati. Tak pantas jika mereka mempermainkannya seperti ini. Apalagi hanya untuk masalah warisan? Apakah kedudukannya lebih rendah daripada warisan itu sendiri?

Allah. Fakta menyakitkan apalagi ini? Kenapa Engkau menguji hamba seperti ini Ya Rabb? Hamba tak kuat. Dirinya sungguh tak kuat sekarang.

Disisi lain, papa Gavin juga terkejut. Memang benar dia melakukan perjanjian seperti itu dengan Akhtar. Tapi dia tak menyangka jika selama ini putranya itu tertekan. Dia tak menyangka jika putranya menjalani pernikahan selama ini gara-gara perjanjian tersebut.

Papa Gavin melakukan itu semata-mata hanya untuk membuat Akhtar setuju menikah dengan Fatimah. Karena dia sangat tahu betul kalau Fatimah adalah perempuan yang baik. Maka dari itu dia juga memberi batas waktu empat tahun jika Akhtar ingin bercerai.

Tapi papa Gavin mengatakan itu karena dia sangat yakin kalau dalam waktu empat tahun Akhtar bisa mencintai Fatimah. Dan ternyata sekarang keyakinannya itu lenyap ketika mendengar pernyataan dari sang putra.

Mama Aisyah menatap suaminya dengan tatapan tak percaya. "Kenapa kamu melakukan itu pa?" Dia sungguh tidak tahu-menahu tentang ini semua.

Papa Gavin menghela nafasnya kasar. Dia akui jika perjanjian itu memang salahnya. "Papa minta maaf jika menyangkut soal itu. Papa pikir seiring waktu kamu bisa mencintai Fatimah. Tapi ternyata pemikiran papa itu salah."

Mama Aisyah terdiam. Dia tak bisa membayangkan jika Fatimah mengetahui hal ini. "Kamu benar-benar mempoligami Fatimah? Dan sekarang dia lagi hamil anak kamu?" tanyanya pada sang putra.

Akhtar mengangguk. "Iya ma. Namanya Nayla. Usia kandungannya sekarang sudah 5 bulan."

Mama Aisyah yang mendengarnya pun tersenyum bahagia. "Alhamdulillah. Akhirnya mama akan segera punya cucu. Jujur saja, mama selama ini sudah cukup bersabar karena Fatimah nggak hamil-hamil. Beberapa bulan ini, Mama juga sempat berpikir untuk mencarikan kamu istri kedua," ungkapnya.

Wajar jika mama Aisyah berpikir begitu. Karena Akhtar adalah satu-satunya anaknya. Dan usianya sekarang juga sudah terbilang tua. Apalagi semua teman-temannya sudah mempunyai cucu. Rasanya dia iri jika melihatnya.

Sedangkan di sisi lain, Fatimah sudah tak tahan mendengarnya. Wanita itu berbalik. Berjalan kembali menuju kamarnya.

Sudah cukup apa yang didengarnya sekarang. Dia tak kuat jika mendengarnya lebih lama lagi. Bagaimana bisa mereka mempermainkannya seperti ini? Apakah mereka tak memikirkan perasaannya sedikitpun? Sebenarnya apa selama ini dia dianggap penting oleh mereka?

***

______________

Next?
Follow ig aku untuk dapatkan kabar terbaru tentang LaBu @ifi.anti💃

Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️

Salam sayang
Fia :)

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang