33. Menjaga Jarak

5.3K 230 57
                                    

Fatimah dan ustadzah Aina sekarang berada di sebuah taman belakang. Sehabis shalat maghrib tadi, ustadzah Aina meminta waktu Fatimah untuk berbicara sebentar di sini. Dan Fatimah pun menyanggupinya. Mereka berdua sekarang duduk disebuah bangku panjang yang berada di taman tersebut.

Ustadzah Aina menatap Fatimah serius. Ada sedikit kegugupan dalam kedua matanya. "Sebelumnya maaf kalau pertanyaan saya terkesan lancang," ucap ustadzah Aina.

Fatimah tersenyum tipis. Dia menganggukkan kepalanya pelan. "Gapapa. Ustadzah bisa langsung bicara ke saya tanpa perlu sungkan-sungkan."

Entah apa yang akan ustadzah Aina katakan. Fatimah pun tak tahu dan tak bisa menebak. Tapi jika melihat raut wajah ustadzah Aina sekarang, sepertinya itu adalah hal yang penting.

"Apakah ning dan mas Bintang ada sebuah hubungan?"

Fatimah mengernyitkan keningnya tak mengerti. "Hubungan seperti apa ya ustadzah?"

"Em...seperti hubungan sepasang kekasih?" jawabnya ragu-ragu.

Fatimah menatap tak percaya. "Astaghfirullah. Saya dan kak Bintang sama sekali nggak ada hubungan apa-apa. Hubungan kita hanya sebatas teman masa kecil. Hanya itu dan tak lebih."

Bagaimana bisa ustadzah Aina berpikiran seperti itu? Apakah dimata orang lain hubungan mereka terlihat dekat? Dan apakah mereka terlihat seperti sepasang kekasih? Padahal selama ini, sebisa mungkin Fatimah sudah menjaga jarak dari Reynard.

Ustadzah Aina diam-diam menghela nafas lega. Dia hanya ingin memastikan itu pada Fatimah. Melihat ucapan Reynard tempo hari di pasar membuatnya kepikiran terus-menerus.

Jika boleh jujur, ustadzah Aina memang sudah menyukai Reynard dari ketika mereka masih kecil. Bisa dibilang dulu dirinya, Fatimah, dan Reynard sering bermain bersama di pondok. Mengingat orang tua Aina yang termasuk pengajar di pondok Kyai Ma'ruf. Membuat mereka bertiga jadi dekat.

Tapi setelah mereka berdua beranjak remaja, hubungan mereka jadi sedikit merenggang. Karena memang orang tua Aina yang membatasi anaknya untuk tidak terlalu dekat dengan Fatimah. Rasanya tak sopan jika Aina dan Fatimah yang statusnya sebagai anak pemilik pondok tampak begitu dekat.

"Alhamdulillah kalau gitu. Ning sendiri tahu perasaan saya ke mas Bintang gimana. Jadi, saya cuma ingin memastikan prasangka saya aja," ujar ustadzah Aina.

Fatimah menganggukkan kepalanya paham. Sepertinya memang dia harus menjaga jarak dengan Reynard. Pikiran semula yang ingin membuka hati pada pria itupun lenyap. Karena ustadzah Aina memang perempuan paling cocok yang bersanding dengan Reynard.

"Ning nggak cinta sama mas Bintang kan?" tanyanya memastikan.

Fatimah terdiam sejenak. Dia lantas tersenyum tipis. "Tidak," jawabnya singkat.

***

Seperti biasa, hari ini pun Reynard datang ke pondok. Tak lupa juga dengan membawa barang entah apa. Pria itu sekarang sedang mengobrol diruang tamu dengan sang Abi. Sedangkan Fatimah masih bersiap-siap untuk mengajar kelas hari ini.

"Emangnya nak Reynard tidak bekerja? Kok ya tiap hari ke sini iku loh," tanya kyai Ma'ruf heran.

Reynard tersenyum. "Kalau urusan pekerjaan, in syaa Allah masih bisa saya handle dari sini Bi. Lagian juga mau saya kasih makan apa Bulan nanti kalau saya jadi pengangguran?" candanya.

Kyai Ma'ruf tertawa pelan mendengarnya. Reynard memang sudah terang-terangan tentang perasaannya pada Fatimah. "Memangnya putri Abi mau sama kamu?"

Reynard menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Do'akan saja Bi. Saya yakin kalau memang nama Bulan yang tertulis di lauhul mahfudz saya, dia tak akan bisa pergi jauh dari saya."

Kyai Ma'ruf tersenyum. Pria paruh baya itu menganggukkan kepalanya pelan. Menyerahkan semua keputusan pada Fatimah. Dia tak mau lagi memaksakan kehendaknya seperti dulu.

"Oh iya Bi, ini hadiah hari ini buat Bulan," ujarnya seraya memberikan sebuah paper bag. Dia memang selalu memberikan hadiah pada Fatimah melalui kyai Ma'ruf ataupun Fauzan.

Tak berapa lama, Fatimah muncul dari dalam. "Jangan diterima Bi."

Mereka berdua lantas menoleh. Menatap Fatimah heran. Sedangkan Fatimah menghela nafasnya pelan. Dia harus bisa lebih tegas lagi mulai dari sekarang.

"Mulai hari ini, kak Bintang nggak usah kirim hadiah lagi buat Bulan. Karena Bulan nggak akan terima itu semua. Assalamu'alaikum." Setelah mengucapkan itu, Fatimah langsung berlalu pergi dari sana.

"Bulan," panggil Reynard mengejar Fatimah.

Mendengar itu, Fatimah semakin mempercepat langkah kakinya. Tak memperdulikan Reynard yang berulangkali memanggilnya.

"Bul, kenapa kamu tiba-tiba kayak gini sama saya?" tanyanya. Pria itu menghadang Fatimah dari depan.

Fatimah menundukkan kepalanya. "Udah cukup kak. Lupain Bulan. Hilangin semua cinta kak Bintang untuk Bulan. Karena sampai kapanpun Bulan nggak akan terima cinta itu," tegasnya.

Wanita itu ingin melangkahkan kakinya, tapi lagi-lagi Reynard menghadangnya yang semakin membuat Fatimah kesal. Untung saja semua santri sudah masuk ke kelas. Jadi dia tak perlu khawatir akan pandangan para santri.

Reynard menatap Fatimah datar. "Kenapa kamu nggak bisa kasih kesempatan buat saya? Kasih tau saya alasannya, Bulan."

Fatimah hanya diam. Dan itu semakin membuat Reynard frustasi. "Apa karena mantan suami kamu itu? Kamu masih mencintai dia? Its okey. Saya nggak masalah. Karena saya yakin dengan seiring waktu, kamu nanti akan bisa lupain dia."

Reynard menghela nafasnya kasar. "Saya akan tunggu kamu. Mau itu 1 atau bahkan 10 tahun sekalipun. Saya akan tetap memperjuangkan kamu. Saya akan tetap mencintai kamu. Dan saya akan tetap melindungi kamu. Jadi, apa kamu nggak bisa sedikit saja buka hati kamu itu untuk saya?" tanyanya lirih.

Fatimah menggelengkan kepalanya pelan. "Bulan nggak pantas untuk kak Bintang."

"Saya yang paling tahu kamu pantas atau tidaknya untuk saya," sanggahnya.

"Bulan nggak sempurna."

"Kesempurnaan itu hanya milik Allah, Bulan. Karena saya pun juga tidak sempurna."

"Tapi Bulan punya banyak kekurangan kak," kukuhnya.

Reynard menghela nafasnya pelan. "Maksud kamu saya juga tidak punya kekurangan gitu? Semuanya punya kekurangan, Bulan. Begitupun dengan saya. Dan kita akan saling melengkapi perihal kekurangan itu."

"Bulan juga mandul. Bulan nggak bisa ngasih kak Bintang keturunan nantinya," ucapnya lirih.

Reynard menyugar rambutnya ke belakang. Tak habis pikir akan perkataan Fatimah. "Astaghfirullah Bulan. Yang menentukan itu semua hanya Allah. Tugas kita itu berusaha. Teknologi zaman sekarang pun sudah cukup canggih. Dan kalaupun memang nantinya masih tidak diberi juga, saya tidak masalah akan itu. Kita bisa adopsi anak," jelasnya.

Mata Fatimah berkaca-kaca. Bayangan akan pernikahannya dengan Akhtar dulu membuatnya takut. Bagaimana jika kejadian itu terulang kembali?

"Masih banyak perempuan di luaran sana yang lebih baik dari Bulan, kak. Seorang perempuan yang juga mencintai kak Bintang. Jangan habiskan waktu kak Bintang untuk menunggu Bulan yang seperti ini."

Reynard tersenyum tipis. "Memang banyak sekali perempuan di luaran sana yang mungkin juga mencintai saya. Tapi saya bisa apa jika hati saya hanya memilih kamu?"

***

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 18, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang