19. Sebuah Fakta

2.9K 199 27
                                    

Sudah 2 hari sejak pertengkaran Fatimah dan Akhtar. Dan sejak itu pula suaminya tak pulang ke rumah mereka. Wanita itu yakin jika Akhtar menginap lagi di rumah Nayla, madunya.

Perasaan Fatimah campur aduk. Dia kecewa akan perilaku sang suami. Dia marah karena Akhtar telah menuduhnya memiliki hubungan dengan seorang pria yang namanya saja baru dia ketahui. Dan dia juga merasa sakit ketika suaminya itu lebih memilih menginap di rumah Nayla daripada menyelesaikan masalah di antara mereka.

Tapi tak dipungkiri jika Fatimah takut. Takut akan murka Allah karena telah membuat sang suami marah. Apalagi suaminya itu sampai memutuskan tak pulang ke rumah.

Maka dari itu, Fatimah berada di sini. Berada di depan pintu rumah Nayla. Dia tak mau kesalahpahaman ini terus berlanjut dan mempengaruhi rumah tangga mereka yang tak baik-baik saja.

Fatimah tersenyum sendu. Rumah tangganya memang sudah tak baik-baik saja ketika Akhtar memutuskan untuk memadunya. Rasanya Fatimah sudah lelah. Lelah akan semuanya.

Dia merasa rumah tangganya ini sudah hampir roboh. Karena fondasi itu sendiri sudah tak kokoh. Dan karena kepercayaan itu sendiri sudah memudar jauh.

Allah, sampai kapan ini akan terus berlanjut? Sampai kapan dia akan terus begini? Dan sampai kapan semua ini akan selesai?

Wanita itu menghela nafas pelan. Mengusap air mata yang tiba-tiba turun tanpa terkendali. Memantapkan hati untuk bertemu kembali pada istri kedua sang suami.

"Assalamu'alaikum," salamnya seraya mengetuk pintu hitam tersebut.

"Wa'alaikumussalam," jawab seorang wanita dari dalam yang ia yakini bahwa itu adalah suara Nayla.

Ceklek

"Mbak Fatimah?"

Fatimah yang namanya disebut pun hanya tersenyum. Dia paham akan keterkejutan Nayla karena tiba-tiba datang ke sini. Mengingat kejadian di supermarket terakhir kali yang bisa dibilang kurang menyenangkan.

Nayla mengernyitkan dahinya. Bingung akan maksud dari istri pertama sang suami yang mendatanginya tiba-tiba. "Ada urusan apa ya mbak ke sini?"

Fatimah melihat ke dalam rumah yang sepertinya tak ada orang. "Mbak boleh bicara di dalam?"

Nayla yang mengerti pun menganggukkan kepalanya. Mengizinkan Fatimah untuk masuk. "Aku mau ambil minuman bentar ya mbak," ujar Nayla dan diangguki oleh Fatimah.

Setelah kepergian Nayla, Fatimah melihat sekeliling. Rumahnya tak begitu besar memang. Tapi entah kenapa dada Fatimah merasa sesak. Sesak kala melihat banyak foto-foto mesra Nayla dengan sang suami.

Wanita itu lantas mendekati salah satu pigura. Sebuah pigura kecil yang berisi foto Akhtar dan Nayla yang tampak tersenyum dengan sebuah kue bertuliskan "anniversary 2th" yang dibawa sang suami.

Fatimah lantas tersenyum miris. Karena selama 4 tahun mereka menikah, suaminya itu tak pernah sekalipun ingat akan hari jadi pernikahan mereka.

Dan seolah tersadar, Fatimah langsung terdiam membeku. Dia memundurkan langkahnya. Tatapannya pun kosong. Seolah tak mau menerima akan prasangka buruknya sekarang.

"Ng-nggak mungkin," lirihnya.

Semua memori-memori pernikahannya dengan Akhtar berputar di kepalanya. Berbagai kemungkinan-kemungkinan buruk pun memenuhi pikirannya.

Fatimah menggelengkan kepalanya. Bulir-bulir air mata berjatuhan diwajah cantiknya. Dia meremas dadanya yang bertambah sesak. Rasanya begitu sakit.

"Ng-nggak m-mungkin mas Akhtar ka-kayak gitu," ujarnya meyakinkan diri.

Fatimah tersenyum. Tapi tidak dengan matanya yang masih mengeluarkan air mata. "I-iya. Nggak mungkin mas Akhtar sejahat itu."

Dia lalu mengusap air matanya dengan kasar. Bibirnya tak berhenti mengucap istighfar. Memohon pada Allah agar memberikannya ketenangan. Dan memohon pada Allah agar menyingkirkan semua prasangka buruknya terhadap sang suami.

Tapi sejauh dia mencoba, hatinya masih merasa tak tenang. Wanita itu masih merasa takut. Takut jika dugaannya memang benar. Dan jika begitu, maka dirinya selama ini telah dibohongi oleh Akhtar.

"Assalamu'alaikum. Loh, adek kenapa nangis?"

Mendengar suara itu, Fatimah lantas langsung menoleh. Menatap wajah Akhtar yang tampak khawatir. Jika begini, rasanya suaminya itu tak mungkin begitu jahat pada dirinya. Tapi jika mengingat kembali tentang pernikahannya selama ini, dia kembali merasa ragu.

Akhtar menangkup wajah Fatimah dengan lembut. Mengusap air mata sang istri dengan pelan. Pria itu sungguh bingung sekarang. Kenapa Fatimah ke sini? Dan kenapa istrinya itu sampai menangis begini?

Walaupun memang tak dipungkiri jika Akhtar masih marah perihal kejadian kemarin. Tapi semarah-marahnya Akhtar, pria itu tak akan tega melihat Fatimah yang menangis seperti ini.

"Katakan yang sejujurnya mas."

Akhtar mengerutkan keningnya. Dia dibuat bingung akan pertanyaan Fatimah yang tiba-tiba. "Maksud adek?"

Fatimah menatap Akhtar dengan nanar. "Mas cinta sama adek kan? Mas sayang sama adek kan? Tolong katakan yang sejujurnya mas."

Deg

Akhtar terdiam. Tangannya yang semula menangkup wajah Fatimah pun terlepas. Pria itu menatap sang istri datar. Tak menyangka jika istrinya akan menanyakan pertanyaan seperti ini.

"Kenapa adek tanya gitu? Bukannya mas selama ini udah bilang berkali-kali?"

Fatimah diam. Suaminya itu memang sudah mengatakan berulang kali bahwa Akhtar mencintainya. Tapi Fatimah masih ragu. Karena nyatanya selama ini dia tak mendapatkan perlakuan khusus seperti Nayla.

Bagaimana bisa Akhtar mencintainya jika pria itu tak ingat akan tanggal pernikahan mereka? Sedangkan tanggal pernikahannya dengan Nayla saja dia ingat. Kenapa selama ini dia tak menyadarinya?

Tangan Fatimah lalu memegang erat kedua tangan Akhtar. Dan dapat dirasakannya jika tangan Fatimah sekarang begitu dingin dan bergetar.

"Mas, adek mohon. Tolong katakan yang sejujurnya. Tolong berhenti nyakitin adek kayak gini mas. Adek udah nggak kuat. Adek capek mas. Capek," pintanya memelas.

Akhtar menatap sang istri dengan sendu. Segitu jahatnya kah dia sampai istrinya itu seperti ini? Pria itu memang sudah gagal menjadi seorang suami yang baik untuk Fatimah. Dan dia sudah gagal sejak dulu. Sejak awal pernikahan mereka.

"Maaf."

Satu kata dari Akhtar membuat Fatimah melepaskan genggaman tangan mereka. Wanita itu menatap tak percaya pada sang suami.

"Maaf?" ulangnya pelan.

Rasanya Fatimah sudah tahu akan jawaban Akhtar dari satu kata itu. Tapi dia menggelengkan kepalanya. Menyingkirkan pikiran buruknya akan sang suami.

Akhtar menghela nafasnya pelan. Rasanya dia tak tega untuk mengatakannya pada Fatimah. Tapi dia tak punya pilihan lain.

Ditatapnya wajah Fatimah sekarang yang terlihat kacau. Pria itu lantas menundukkan kepalanya. "Mas memang sayang sama adek. Tapi maaf, mas nggak cinta sama adek."

Plak

Satu tamparan Fatimah membuat Akhtar meringis. Pria itu memejamkan matanya. Dia memang pantas mendapatkannya. Bahkan lebih. Karena sungguh, itu semua tak sepadan akan luka yang telah diberikannya pada Fatimah selama ini.

Sedangkan Nayla yang sedari tadi menguping di balik tembok pun juga terdiam. Wanita itu baru mengetahui akan fakta tersebut.

_________

Gimana part ini?
Kalian ada di tim mana nih?

Fatimah - Akhtar👉

Fatimah - Reynard👉

Fatimah - Daffa👉

Next?
Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️

Salam sayang
Fia :)

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang