Matanya mengembun. Hatinya pun terasa sesak. Rasanya nyeri. Sakit. Fatimah sungguh tak siap melihat ini. Dia sungguh tak siap melihat kebersamaan suaminya dengan wanita lain.
Iya. Nayla berada di ruangan sang suami. Dapat dia lihat jika Nayla juga membawakan bekal untuk Akhtar. Terbukti karena suaminya itu makan makanan di sebuah kotak makan berwarna biru.
Rasanya sakit sekali melihat mereka bersama seperti ini. Sakit sekali melihat sang suami memakan makanan yang di buat wanita lain dengan lahapnya. Dan sakit sekali melihat suaminya itu tertawa bahagia dengan wanita lain.
Fatimah semakin mengeratkan genggamannya pada kotak makan yang di bawanya. Sepertinya kedatangannya ke sini memang sia-sia saja.
Wanita itu tersenyum getir. Akhtar ternyata belum menyadari keberadaannya.
Fatimah lalu memutuskan untuk masuk. Dirinya tak ingin memainkan adegan yang lari begitu saja dengan menangis tersedu-sedu. Karena sejatinya, dia bukanlah wanita seperti itu.
Iya. Fatimah sudah memutuskan untuk ikhlas. Maka dari itu, dia harus bisa menghadapi ini. Dan dia harus terbiasa dengan semua ini.
Bukankah tadi dia bilang bahwa dirinya ingin mencoba untuk ikhlas? Setidaknya dia sudah berusaha kan?
"Assalamu'alaikum," salamnya yang seketika membuat mereka berdua menoleh.
"Wa'alaikumussalam," jawab keduanya serempak.
Akhtar dan Nayla lalu berdiri. Terkejut dengan kedatangan Fatimah yang tiba-tiba tanpa memberitahu Akhtar sebelumnya.
Akhtar lalu berjalan mendekati istri pertamanya itu. "Adek ngapain ke sini?"
Fatimah yang mendengarnya hanya memasang wajah datar. Entah kenapa pertanyaan sang suami seperti mengatakan seolah-olah dirinya tak boleh datang ke sini.
"Jadi, adek gak boleh ke sini? Gak boleh ke kantor suami sendiri?" tanyanya mempertegas.
Sontak saja Akhtar menggelengkan kepalanya panik. Sepertinya Fatimah salah paham dengan ucapannya tadi.
"Bukan gitu dek. Mas gak-"
"Iya, adek ngerti maksud mas. Adek ke sini mau bawain makan siang buat mas. Tapi sepertinya adek telat ya?"
Akhtar menatap sendu pada Fatimah. Dia tau bahwa istrinya itu pasti cemburu melihat dirinya dengan Nayla tadi.
Sampai kapan dia terus seperti ini? Sampai kapan dia terus menyakiti dua hati wanita sekaligus? Sudah berapa banyak dosanya sekarang?
"Mana makanan yang adek bawa buat mas?" tanya Akhtar setelah diam beberapa detik.
Fatimah menatap suaminya bingung. Kenapa Akhtar menanyakannya? Bukankah pria itu sudah makan siang dengan makanan yang di bawa Nayla tadi?
"Buat apa?" tanya Fatimah.
Akhtar tak menjawab. Pria itu langsung mengambil kotak makan yang berada di tangan istrinya.
Menggenggam tangan Fatimah. Lalu menuntunnya ke sofa panjang yang di gunakannya tadi dengan Nayla.
Akhtar duduk di tengah-tengah. "Duduk zaujati," perintahnya lembut pada kedua istrinya yang masih berdiri.
Mereka menurut dengan Fatimah yang duduk di sebelah kanan Akhtar, dan Nayla yang duduk di sebelah kirinya.
Akhtar lalu membuka bekal yang di bawa Fatimah. Terlihat menu capcay dengan ayam goreng. Sementara yang di bawakan Nayla tadi adalah udang crispy dengan tahu dan tempe goreng.
Entah kebetulan atau bagaimana karena menu mereka berdua cocok-cocok saja jika di jadikan satu.
Akhtar tersenyum. Dia lalu mengambil tiga piring yang memang sudah di sediakan di ruangannya.
Membagi nasi beserta lauk-pauknya ke tiga piring tersebut. Setelah itu, Akhtar memberikannya kepada Fatimah dan Nayla. Sementara sisa satu piring adalah untuk dirinya sendiri.
"Mas tau kalian belum makan siang. Jadi, kita makan di sini bareng-bareng ya," pintanya pada kedua istrinya.
Akhtar tau jika Fatimah dan Nayla masih canggung. Maka dari itu, misinya sekarang adalah untuk membuat mereka dekat layaknya saudara.
Sedangkan di sisi lain, Fatimah tersenyum getir. Matanya kembali mengembun.
Entah kenapa hatinya merasa nyeri. Rasanya dia tak bisa untuk berada di posisi ini. Rasanya sekarang terlalu berat untuknya.
Fatimah kira, ikhlas tak sesulit itu. Dia mengira jika semua itu hanyalah perihal tentang waktu. Dia mengira jika suatu saat ikhlas itu akan datang.
Tapi, sekarang dia merasa ragu. Dia ragu akan dirinya sendiri. Apakah dia bisa? Apakah dia sekuat itu? Karena nyatanya, dia hanyalah seorang istri yang lemah jika menyangkut suaminya.
"Gak usah mas. Adek tadi udah makan duluan di rumah kok. Adek juga mau langsung pulang aja mas," tolaknya yang membuat Akhtar dan Nayla merasa sedih.
Fatimah lalu berdiri. Dia menyodorkan tangannya, bermaksud untuk bersaliman dengan sang suami.
Melihat itu, Akhtar dan Nayla juga ikut berdiri. Pria itu menerima uluran tangan Fatimah. Di susul dengan Fatimah yang mencium tangan suaminya itu.
"Adek gak mau di sini dulu aja? Kenapa buru-buru pulang?"
Fatimah menggelengkan kepalanya pelan. "Gak usah mas. Adek capek. Mau istirahat di rumah."
Mendengar itu, Akhtar hanya bisa pasrah. "Mas anter aja ya?" tawarnya.
"Gak usah. Adek udah pesen taksi online kok. Mungkin sekarang udah nunggu di bawah."
"Mbak pulang duluan ya Nay. Assalamu'alaikum," pamitnya yang di angguki oleh Nayla. Wanita itu tersenyum karena sepertinya Fatimah tak membencinya.
"Wa'alaikumussalam," jawab mereka serempak.
"Assalamu'alaikum," teriak seorang pria.
"Astaghfirullah," ucap Fatimah terkejut. Jantungnya sungguh berdetak dengan kencangnya sekarang.
Bagaimana tidak? Pria itu tiba-tiba muncul bertepatan dengan dirinya yang membuka pintu. Pun salamnya yang sungguh tidak biasa.
Pria itu yang menyadari keberadaan Fatimah pun hanya menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tak gatal. Merasa bersalah akan kelakuannya yang terkesan bar-bar.
"Eh, sorry Fat. Gue gak tau kalo lo ternyata di sini," sesalnya.
"Lagian lo kan udah gue bilangin jangan teriak-teriak. Ini tuh bukan hutan Daff. Inget, ini kantor. Jadi jangan ngelakuin macem-macem," omel Akhtar yang sudah terlewat kesal dengan kelakuan sahabatnya yang absurd itu.
Iya. Nama pria itu adalah Daffa Abraham atau biasa di panggil Daffa. Dia adalah sahabat dekat Akhtar sejak jaman SMP dan In Syaa Allah bisa berlanjut sampai Akhirat. Aamiin.
"Maaf ya mas. Saya permisi pulang dulu. Assalamu'alaikum," potong Fatimah ketika Daffa baru membuka mulut untuk menanggapi omelan sahabatnya itu.
"Oh iya Fat. Wa'alaikumussalam," jawabnya dengan menatap kepergian Fatimah dengan heran.
Daffa kemudian menatap Akhtar. "Tumben istri lo pulang cepet." Karena memang biasanya Fatimah akan berlama-lama di kantor Akhtar karena memang pria itu yang pasti menahan sang istri untuk pulang.
"Gue-"
"Eh, gue baru sadar kalo ada perempuan lain di sini. Siapa dia? Seumur-umur gue baru liat wajahnya. Bener-bener gak familiar gue," potong Daffa dengan tatapan menyelidik.
Akhtar menghela nafas. Dia tak tau harus berbicara apa. Dirinya pasti akan di bantai habis-habisan jika sahabatnya itu tau akan kebenarannya.
"Saya istri mas Akhtar," ucap Nayla tiba-tiba. Dan seketika itu juga Akhtar langsung menoleh ke arah istri keduanya itu.
_____________
Haloo semuanyaa!!!
Gimana part ini menurut kalian?👉
Kalian dukung Fatimah sama siapa nih? Akhtar atau pria hujan?🤭
Oh iya, aku bakal usahain update tiap hari yaa! Tapi untuk jamnya aku nggak bisa nentuin. Jadi tunggu terus kabar terbaru LaBu ( Langit Qalbu ) dengan ikuti ig aku @ifi.anti💜Next?
Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️Salam sayang
Fia :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Qalbu
Spiritual"Bersamamu, aku pernah bahagia. Tapi, bersamamu aku juga pernah terluka." -Fatimah Ghazala Humaira- "Maafkanlah atas semua luka yang telah kutorehkan padamu. Walaupun aku tau jika luka itu akan selalu membekas pada hatimu." -Akhtar Ghazi Arkananta- ...