12. Ancaman

2.8K 159 9
                                    

Daffa yang mendengarnya pun melotot. Menatap Nayla dengan tajam. Tapi sedetik kemudian, pria itu lalu tertawa terbahak-bahak dengan memegangi perutnya. Perkataan Nayla tampak lucu untuknya.

Sedangkan Nayla yang melihat reaksi Daffa pun mengerutkan keningnya. Heran dengan sahabat sang suami yang tiba-tiba tertawa tanpa ada satu hal pun yang lucu di sini.

Apakah Daffa memiliki suatu macam penyakit yang aneh?

Akhtar diam. Dia masih menatap Nayla yang entah kenapa tiba-tiba memperkenalkan diri sebagai istrinya di depan sang sahabat.

Pria itu memang tak berniat bohong pada Daffa. Tapi melihat Nayla yang seenaknya begitu tanpa meminta persetujuannya dahulu membuat Akhtar merasa agak marah.

Seharusnya Nayla tak langsung menjawabnya. Seharusnya Nayla menunggu dirinya yang menjawab. Bisa saja Akhtar merasa keberatan untuk mengungkapkan kebenaranya kan?

Karena bagaimanapun, pernikahan mereka masihlah rahasia. Tak ada yang tahu menahu tentang Akhtar yang berpoligami.

Tawa Daffa mereda. Pria itu mengusap sudut matanya yang berair saking lucunya.

"Kalau halu jangan ketinggian mbak. Lo emang gak malu ngaku-ngaku cowo yang udah punya istri sebagai suami lo? Apalagi istrinya baru aja pulang tuh. Bahkan mungkin Fatimah belom keluar dari ni gedung," ucapnya dengan menggelengkan kepalanya heran.

Daffa kemudian menatap Nayla dari atas sampai bawah. "Penampilan aja kayak ukhti-ukhti. Tapi ternyata gak punya harga diri. Malu lah sama pakaiannya," sindirnya.

Kedua tangan Nayla terkepal erat. Dia menatap Daffa tajam. Tak terima dengan penghinaan yang di lakukan pria itu terhadap dirinya.

"Tolong di jaga omongannya ya. Siapa bilang aku halu? Aku gak halu. Mas Akhtar emang suami aku. Kalo gak percaya kamu bisa tanya langsung ke dia. Kamu gak berhak fitnah aku kayak gini," ucapnya marah. Sungguh, dia merasa terhina karenanya.

"Halah. Gue nih paling paham sama Akhtar. Udah kenal sejak SMP. Sahabat gue itu gak mungkin ngelakuin aneh-aneh. Ngeyel banget lu jadi orang."

Daffa lalu menatap Akhtar. "Eh Tar. Lo ketemu ni cewek di mana sih? Atau dia ini karyawan lo? Buruan pecat dah. Gak kuat gue ngeliatnya."

Nayla menggertakkan giginya. Mati-matian dia berusaha sabar. Tapi nyatanya Daffa malah semakin menjadi-jadi. Habis sudah kesabarannya.

"Kamu-"

"Udah cukup," potong Akhtar.

Pria itu mengusap wajahnya kasar. Sangat yakin kalau sebentar lagi akan terjadi drama lagi. Dirinya sungguh sangat lelah.

Akhtar menatap Daffa. "Yang di bilang Nayla itu bener Daff. Dia emang istri gue."

Mata Daffa melebar. Antara terkejut dan tak percaya akan ucapan sahabatnya itu. Apa dia tak salah dengar? Perempuan itu istri Akhtar? Lalu bagaimana dengan Fatimah?

"Lo cerai sama Fatimah gara-gara dia?" tanyanya marah.

Akhtar menggelengkan kepalanya. "Gue gak mungkin ceraiin Fatimah Daff. Lo tau sendiri gue cinta banget sama dia."

"Terus kenapa lo bilang kalo cewe ini istri lo?" tanyanya heran.

Belum sempat Akhtar membuka mulutnya, Daffa langsung menatap Akhtar dengan tajam. "Jangan bilang kalo lo poligami?" tanyanya penuh penekanan.

Akhtar diam. Dan keterdiaman Akhtar itu adalah jawaban kalau apa yang di katakannya tadi memang benar.

Rahang Daffa mengeras. Dan tanpa aba-aba, pria itu langsung mendaratkan satu pukulan pada wajah Akhtar.

Akhtar yang tak siap pun langsung tersungkur. Dapat dilihat jika sudut bibir pria itu berdarah karena pukulan Daffa yang tak main-main.

"Mas Akhtar," teriak Nayla. Wanita itu berjongkok. Membantu suaminya berdiri.

"Brengsek! Bisa-bisanya lo nyakitin Fatimah. Dan apa tadi lo bilang? Cinta? Bulshit! Lo gak akan poligami kalo lo emang beneran cinta sama Fatimah," teriaknya marah.

Pria itu tampak sangat emosi. Ingin rasanya dia memukul Akhtar sampai babak belur. Tapi dia tak setega itu pada sahabatnya sendiri.

"Gue punya alasan-"

"Karena Fatimah gak bisa ngasih lo anak? Itu alasan lo? Lo emang brengsek Tar. Gue gak nyangka kalo lo bisa setega ini. Lupa sama janji lo dulu ke gue?"

Daffa menggeram marah. Sekuat tenaga pria itu menahan emosinya yang hampir meledak. "Kalo tau bakal kayak gini, gue gak mungkin biarin Fatimah nikah sama lo. Gue mungkin udah rebut dia dari lo," ucapnya penuh penekanan.

Mata Akhtar seketika menajam. Jadi selama ini sahabatnya itu masih punya perasaan ke Fatimah?

"Gue bakal awasin lo. Kalo gue liat Fatimah nangis gara-gara lo, siap-siap aja dia bakal gue bawa pergi. Inget itu!" ancamnya dan keluar dari ruangan Akhtar.

🍁🍁🍁

Sedangkan di sisi lain, Fatimah baru saja keluar dari gedung perusahaan suaminya. Wanita itu berbohong perihal dirinya yang sudah di tunggu oleh taksi pesanannya. Bahkan dia saja sama sekali tak memesan taksi.

Fatimah kemudian berjalan untuk mencari restoran. Wanita itu sangat lapar. Dan seingatnya, banyak restoran di dekat perusahaan Akhtar. Jadi, dia memilih untuk berjalan kaki saja.

Beberapa menit melangkah, Fatimah menemukan restoran yang menurutnya cocok dengan seleranya.

Dia masuk ke dalam dan memesan makanan. Memilih bangku yang sekiranya paling sepi lalu duduk diam menunggu pesanannya tiba.

Fatimah sangat jarang makan di luar. Apalagi sendirian. Wanita itu biasanya memang lebih memilih memasak. Tak ayal, Akhtar jadi lebih suka masakannya dari pada membeli di luar.

Akan tetapi, itu pengecualian untuk hari ini. Karena dia sungguh malas untuk pulang ke rumah.

Rumah yang sepi malah semakin membuat dia banyak berpikir. Iya. Fatimah memang lebih memilih mengerjakan semuanya sendiri. Tak menyewa ART yang mana malah bisa membuatnya bermalas-malasan.

Fatimah mengedarkan pandangannya. Terlihat pasangan suami istri yang baru saja memasuki restoran. Dia dapat melihat kalau si wanita itu sedang hamil besar.

Fatimah terus menatap mereka. Dan ternyata mereka berdua memilih meja tak jauh dengan tempatnya sekarang.

Dia dapat melihat sang pria yang menggeser salah satu kursi. Mempersilahkan istrinya untuk duduk di sana.

Wanita itu tersenyum. Dan di susul dengan sang pria yang juga duduk di hadapannya. Mereka sungguh sangat romantis.

Dapat Fatimah lihat jika mereka sangat bahagia. Tak jarang dia melihat si pria yang mencubit hidung atau pipi tembem sang istri gemas. Sedangkan wanita itu cemberut yang malah membuat suaminya tertawa.

Fatimah tersenyum sendu. Dia menyentuh perutnya. Mengelusnya pelan di sana.

Apakah jika dia hamil suaminya itu tak akan tega untuk poligami?

Fatimah pasti akan merasakan posisi wanita itu dengan suaminya sendiri. Fatimah pasti akan bisa tertawa bahagia dengan Akhtar.

Merasakan bagaimana rasanya menunggu sang buah hati dengan tidak sabaran. Serta berbelanja untuk keperluan sang anak nantinya.

"Wanita hujan?" panggil seorang pria yang menyadarkan dirinya dari lamunan.

Fatimah menoleh. Menatap pria di sampingnya dengan kening berkerut. "Anda-"

____________

Next?
Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️

Salam sayang
Fia :)

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang