09. Cinta?

3.1K 177 13
                                    

"Baik, saya janji," jawab Akhtar. Tak memikirkan konsekuensi akan janjinya itu.

Raka menoleh. Bibirnya menyunggingkan sebuah senyuman tipis. "Tolong nikahilah adikku, Nayla. Jagalah dia untuk menggantikan aku. Buat dirinya bahagia. Karena aku tahu kalau kamu adalah laki-laki yang baik. Laki-laki yang bisa membuat adikku bahagia," pintanya.

Akhtar terkejut. Tak menyangka akan permintaan Raka. Dia menggelengkan kepalanya. "Maaf. Saya sudah menikah," tegasnya.

"Maka menikahlah lagi. Anggap saja ini adalah penebus karena kamu sudah menabrak kami," balasnya.

Terdengar kejam memang. Tapi Raka tak punya pilihan lain. Dia hanya ingin setelah ia meninggal nanti, ada yang menjaga adik tersayangnya itu.

Akhtar menghela nafas. Kecewa dengan pria yang ada di hadapannya ini. Bagaimana bisa dia meminta Akhtar untuk memadu istrinya?

"Saya lebih memilih di penjara dari pada memadu istri saya," jawab Akhtar.

"Kalau begitu kamu akan berdosa karena sudah melanggar janji mu sendiri. Dan apakah kamu begitu kejam pada kami? Di sini, kamu lah yang salah. Dan sebagai ganti akan kesalahan kamu itu, aku hanya meminta kamu untuk menikahi adikku. Kalau kamu memang seorang pria, kamu pasti akan menyanggupinya. Pria itu yang di pegang adalah janjinya sendiri. Ingat itu," ucapnya menyudutkan Akhtar.

Perkataan Raka bagaikan panah tajam yang langsung bisa membunuhnya. Rasa bersalahnya kian bertambah. Tangannya pun terkepal. Sungguh, Akhtar sedang dalam posisi yang sulit sekarang.

Akhtar memejamkan matanya. Dia menatap Raka yang kondisinya sudah memprihatinkan. Pria itu menghela nafasnya.

"Baiklah. Saya setuju untuk menikah dengan Nayla," putusnya berat.

Maafkan mas, Fatimah. Maaf....

Dan hari itu juga jam 8 pagi, Akhtar melakukan akad di rumah sakit dengan beberapa wali. Nayla sendiri pun belum sadar saat akad itu berlangsung.

Dan beberapa jam setelah akad, Raka menghembuskan nafas terakhirnya. Dia sudah tenang karena menitipkan adiknya pada orang yang tepat. Semoga.....

Flashback Off

Akhtar mengambil nafas setelah menceritakan semuanya. Pria itu menatap sang istri. Melihat reaksi apa yang di berikan oleh Fatimah setelah tau kebenarannya.

Sementara Fatimah masih diam. Dia masih mencerna semua penjelasan dari Akhtar. Memahami kata demi kata yang di ucapkan oleh suaminya itu.

"Jadi, mas terpaksa menikah dengan Nayla?" tanyanya mengintrogasi sang suami.

Akhtar mengangguk. "Iya. Mas terpaksa menikah dengan dia. Mas bener-bener gak ada niatan untuk melakukan poligami."

"Iya. Itu niat awal mas kan? Tapi sekarang? Sekarang mas punya perasaan ke Nayla kan? Dan mas juga gak mungkin mentalak dia. Apalagi dia hamil anak mas. Benar apa kata adek?"

Jangan pernah meremehkan Fatimah. Wanita itu akan menjadi wanita yang tegas tergantung situasi apa yang di hadapinya. Dia bukan wanita lemah.

Akhtar tersentak akan pertanyaan Fatimah. Dia tak menyangka jika istrinya itu akan menanyakan tentang perasaannya pada Nayla, istri keduanya.

Akhtar memejamkan matanya sejenak. Setelah itu, dia kembali menatap Fatimah. "Iya. Mas cinta dengan Nayla. Tapi, cinta mas ke adek gak pernah berubah. Cinta itu masih sama dek. Mas masih mencintai adek. Mas masih sayang adek. Itu semua gak akan berubah. Sampai kapanpun," jawabnya.

Mendengar itu, Fatimah tertawa hambar. Membuat Akhtar heran di buatnya.

"Gak pernah berubah kamu bilang? Pembohong. Cinta kamu itu sudah berubah mas. Cinta itu sudah gak utuh lagi seperti dulu. Cinta itu sekarang sudah terbagi. Terbagi dengan wanita lain," balasnya yang membuat Akhtar langsung terdiam di tempatnya.

Setetes air mata jatuh di pipi kanannya. "Adek tahu kalau adek ini istri yang gak sempurna. Adek gak bisa memberikan mas seorang keturunan. Seorang anak yang selama ini kita idam-idamkan. Adek juga ngerti kenapa mas sampai bisa cinta ke Nayla. Walaupun awalnya memang kalian menikah karena terpaksa."

Fatimah mengambil nafas. Dia menyeka air matanya. "Nayla itu sempurna. Dia sepertinya wanita yang baik. In syaa Allah sholehah. Dan dia juga bisa memberikan mas seorang keturunan. Kalau adek yang seperti ini di bandingkan dengan Nayla, jelas sekali perbedaannya," ucapnya di sertai senyum getir di akhir kalimat.

Akhtar menggelengkan kepalanya. Tak setuju akan perkataan sang istri. "Astaghfirullah dek. Wallahi, mas sama sekali gak pernah membanding-bandingkan kalian berdua. Kamu ya kamu. Nayla ya Nayla. Kalian berdua punya keistimewaan masing-masing. Dan tentang seorang keturunan, itu sudah kuasa Allah dek. Mas sama sekali gak pernah menyalahkan adek. Yang bisa kita lakukan hanyalah ikhtiar. Setelah itu, pasrahkan semuanya pada Yang Maha Kuasa. Dia yang paling tahu mana yang terbaik buat kita," bantahnya.

Bagaimana bisa istrinya sampai berfikir begitu?

Fatimah sadar. Sadar jika seorang anak itu adalah titipan Allah. Dia lah yang menentukan. Dan Dia lah yang mengerti mana yang terbaik untuk dirinya.

Fatimah hanya bingung. Bingung akan keputusannya. Dia sangat mengerti akan kekurangannya sehingga suaminya itu berhak untuk memadunya.

Tapi di sisi lain, dia tak siap. Tak siap untuk berbagi suami dengan wanita lain. Tak siap untuk berbagi cinta sang suami dengan wanita lain.

Apalagi dengan Nayla? Wanita yang sempurna. Fatimah merasa tak percaya diri jika di bandingkan dengan wanita itu.

"Sejak kapan?" tanya Fatimah.

Akhtar menatap wajah cantik istrinya. Sama sekali tak tega dengan Fatimah. Dia tahu bagaimana sakitnya Fatimah sekarang.

Akhtar menunduk. "Sejak dua tahun yang lalu," lirihnya.

Astaghfirullah. Fatimah langsung lemas di tempatnya. Dia menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Tak kuat akan kenyataan ini.

Dua tahun? Itu artinya Akhtar memadunya setelah dua tahun mereka menikah. Segitu teganya?

Fatimah menutup wajahnya dengan kedua tangan. Dia terisak. Tak percaya akan kenyataan ini.

Akhtar berdiri. Dia menghampiri sang istri. Berjongkok tepat di depannya.

Pria itu menggenggam kedua tangan Fatimah. Mengecup lembut tangan itu beberapa kali.

Dia sungguh tak bisa melihat Fatimah menangis seperti ini. Apalagi karena dirinya? Akhtar sungguh merasa menjadi suami yang gagal.

Tapi, bukankah dia memang sudah gagal menjadi suami yang baik untuk Fatimah? Dia gagal sejak dirinya memutuskan untuk menikahi Nayla.

Mata Akhtar berkaca-kaca jika mengingatnya. "Maaf dek. Maaf. Maaf. Maafin mas. Mas tau mas salah. Mas sangat tau itu. Mas akan terima jika adek menghukum mas. Pukul atau tampar mas. Lakukan sepuas adek. Wallahi, mas ikhlas. Itu sama sekali tak seberapa di bandingkan dengan apa yang mas perbuat ke adek," gumamnya dengan tetap mencium tangan Fatimah.

Fatimah menunduk. Menatap Akhtar dengan tatapan terluka. "Mas sungguh ikhlas?" tanyanya dengan bibir yang bergetar.

Akhtar mengangkat kepalanya. Dapat dia lihat seberapa sakitnya Fatimah dari matanya itu. Dapat dia lihat seberapa besar rasa kecewa sang istri padanya.

Akhtar mengangguk mantap. "Mas ikhlas kalau itu bisa buat adek maafin mas."

_____________

Efek gak bisa tidur. Dan jadilah satu bab inii😌
Kalian udah pada tidur belom? Yang belom cung☝️

Next?
Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️

Salam sayang
Fia :)

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang