"Habis dihajar sama siapa lo sampai kayak gitu?" tanya Daffa pada Akhtar. Sahabatnya itu tiba-tiba datang ke kantornya dengan wajah penuh lebam.
Akhtar menghela nafasnya pelan. Mereka sekarang duduk berhadapan disofa ruangan Daffa. "Dipukulin papa," jawab Akhtar pelan.
Daffa mengernyitkan keningnya bingung. "Lo buat salah apaan sampe dipukulin kayak gini? Papa lo nggak mungkin mukul lo tanpa alasan."
Akhtar hanya diam. Pria itu malah menyenderkan kepalanya pada sofa. Memejamkan matanya. Tak merespon pertanyaan Daffa. Rasanya dia sangat malas sekali untuk kembali membahasnya.
Daffa yang melihat itupun mendengus kesal. Jika Akhtar ke sini hanya untuk numpang duduk, lebih baik pria itu mencari tempat lain selain dikantornya. Tak tahu apa jika Daffa sekarang sedang dilanda rasa penasaran?
"Gue udah ceritain semuanya ke orang tua gue."
Daffa menatap Akhtar sinis. "Pantesan lo sampe kayak gini. Udah bagus lo nggak dipukulin sampe mati."
Akhtar membuka matanya. Pria itu menatap Daffa tajam. Sedangkan yang ditatap juga sedang menatapnya dengan sama tajamnya.
"Apa? Lo mau cari alasan gimana lagi? Atau malah lo mau bilang kalau perbuatan lo itu udah bener gitu?" ejeknya.
Akhtar mengusap wajahnya kasar. Terlihat sangat frustasi di wajahnya sekarang. "Gue bingung Daff."
Daffa menaikkan satu alisnya heran. "Bingung apaan?"
Akhtar diam. Menimbang-nimbang apakah dia harus memberitahu perihal dirinya yang mau menceraikan Fatimah pada Daffa.
"Lo kalau ngomong jangan setengah-setengah napa. Hobi banget bikin gue kepo."
"Gue mau ceraiin Fatimah," ungkapnya yang langsung membuat Daffa berdiri dari duduknya.
"Gila ya lo?! Nggak cukup lo udah poligami dia. Sekarang lo mau ceraiin Fatimah? Gue sama sekali nggak habis pikir sama lo!" marahnya.
"Gue punya alasan Daff," ucap Akhtar tenang. Sebisa mungkin dia mengontrol dirinya supaya tak ikut emosi.
Daffa menyugar rambutnya kasar. Ruangannya yang ber-AC tidak bisa mendinginkan pikirannya. "Alasan apaan?! Alasan karena lo udah nggak cinta sama Fatimah? Dan cinta lo cuma buat istri kedua lo itu? Brengsek lo! Gue ngerasa lo udah berubah Tar. Lo bukan Akhtar yang gue kenal dulu. Karena sahabat gue nggak brengsek kayak lo sekarang!"
Akhtar mengepalkan kedua tangannya. "Perkataan lo udah kelewatan Daff!" peringatnya.
Daffa yang mendengarnya tertawa sinis. "Kelewatan? Lo yang udah kelewatan Tar!" ucapnya tajam.
"Lo kenapa sih? Bukannya lo sahabat gue ya? Tapi kenapa lo malah ngatain gue kayak gini?!" Akhtar berdiri. Menatap Daffa tajam.
"Lo yang kenapa?! Gue akui kita emang sahabatan. Udah dari dulu malah. Tapi apa dengan kita sahabatan gue akan biarin lo dijalan yang salah kayak gini?"
Akhtar menghela nafasnya kasar. "Lo nggak tahu apa-apa tentang gue Daff. Jadi jangan seenaknya menghakimi gue seolah disini gue yang paling salah."
Bruk
Daffa tanpa aba-aba langsung melayangkan tinjunya pada pipi Akhtar. Pria itu tersungkur. Sudut bibirnya pun robek. Dia lalu berdiri. Menatap Daffa marah.
Bruk
Satu pukulan mendarat pada wajah Daffa. Pria itu langsung berdiri. Kembali mendaratkan pukulan pada perut Akhtar yang membuatnya kembali tersungkur.
Tak sampai disitu, Daffa pun langsung menarik kerah kemeja Akhtar. Dia memberikan pukulan bertubi-tubi pada wajah sahabatnya. Dan setelah dirasa cukup puas, Daffa menatap Akhtar dengan penuh kebencian.
"Mulai hari ini, lo udah bukan sahabat gue lagi. Gue nggak sudi sahabatan sama cowok brengsek kayak lo!"
Setelah mengatakan itu, Daffa langsung bergegas pergi dari sana. Meninggalkan Akhtar yang sudah babak belur dikantornya sendirian.
***
Hari sudah malam. Sedangkan Akhtar belum pulang. Fatimah duduk pada sofa ruang tamu. Menunggu sang suami dengan sabar. Walaupun hatinya ragu jika suaminya itu akan pulang ke rumah mereka.
Tak dipungkiri jika dia juga merasa bersalah. Fatimah merasa ucapannya tadi sudah keterlaluan. Wanita itu tanpa sadar telah berkata kasar pada Akhtar.
Fatimah melamun. Entah bagaimana pernikahannya. Dia hanya bisa pasrah dengan takdirnya. Fatimah rasa pernikahan ini juga tak lagi bisa diselamatkan. Dan mungkin berpisah adalah jalan keluarnya.
"Assalamu'alaikum."
Fatimah tersadar dari lamunannya. "Wa'alaikumussalam," jawabnya. Dia lantas menghampiri Akhtar. Terkejut dengan luka di wajah sang suami yang semakin bertambah parah.
Fatimah berjalan menghampiri Akhtar dengan cepat. "Mas kok bisa sampai kayak gini?" tanyanya khawatir.
Akhtar yang ditanyai begitupun hanya diam. Dia hanya menatap raut wajah Fatimah yang khawatir dengan datar. Sedangkan Fatimah yang mendapat perlakuan seperti itu pun tersenyum sendu. Cukup sadar diri jika pernikahan mereka tak seperti dulu lagi.
"Sebentar ya mas, adek ambilin salepnya dulu."
"Nggak usah," larangnya cepat.
Langkah Fatimah terhenti. Dia terdiam beberapa saat. Tapi setelah itu, dia kembali melanjutkan langkahnya untuk mengambil salep. Tak menghiraukan perkataan Akhtar yang melarangnya.
Setelah mengambil salep, wanita itu kembali menghampiri Akhtar yang sekarang sedang berbaring di sofa panjang. Dia berjongkok. Menatap wajah sang suami yang sedang memejamkan matanya.
"Mas, aku olesin salepnya ya. Kalau mas ngerasa perih, bilang aja ke adek," ucapnya pelan.
Fatimah membuka wadah salepnya. Dia mengoleskan sedikit salep pada ujung jari. Dan ketika dia akan mengoleskannya pada luka Akhtar, suaminya itu membuka matanya dan menepis tangan Fatimah dengan kasar.
"Udah aku bilang nggak usah Fatimah! Kenapa kamu jadi ngebangkang kayak gini?!" bentaknya.
Fatimah menggelengkan kepalanya. Dia sungguh tak bermaksud untuk membangkang pada Akhtar. "Bukan gitu mas. Adek cuma nggak tega liat keadaan mas kayak gini," belanya.
Akhtar lantas bangun dari posisi berbaringnya. Pria itu duduk didepan Fatimah yang masih berjongkok. "Memangnya ini semua salah siapa kalau bukan salah kamu? Kamu yang udah bikin aku kayak gini! Jadi berhenti untuk pura-pura peduli sama aku," ucapnya tajam.
Setelah mengatakan itu, Akhtar lalu berdiri. Melangkahkan kakinya menuju pintu. Ingin keluar dari rumah ini. Tapi langkahnya terhenti kala merasakan tarikan Fatimah pada tangannya.
"Mas, maafin aku. Maafin aku jika aku udah buat kamu menderita kayak gini. Maafin aku jika aku jadi penghalang bagi kebahagiaan kamu. Tolong jangan pergi mas. Kita selesaiin masalah ini sama-sama," pintanya. Dia sudah tak tahan dengan semua masalah beruntun yang menimpa rumah tangganya.
Akhtar berbalik. Menatap Fatimah yang sekarang sudah berkaca-kaca. Dia lantas melepaskan cekalan Fatimah pada tangannya. Berjalan cepat menuju kamarnya. Sedangkan Fatimah yang melihatnya pun hanya diam tak mengerti.
Tapi tak lama kemudian, Akhtar berjalan menghampirinya dengan membawa sebuah lembaran kertas dan bolpoin ditangannya. "Kamu mau selesaiin masalah ini kan? Baiklah. Kalau gitu, kamu tanda tangani surat ini," perintahnya. Menyodorkan surat tersebut pada Fatimah.
__________
Gimana nih? Kalian dukung Fatimah bercerai atau bertahan?😌
Next?
Follow ig aku untuk dapatkan kabar terbaru tentang LaBu @ifi.anti💃Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️Salam sayang
Fia :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Qalbu
Spiritual"Bersamamu, aku pernah bahagia. Tapi, bersamamu aku juga pernah terluka." -Fatimah Ghazala Humaira- "Maafkanlah atas semua luka yang telah kutorehkan padamu. Walaupun aku tau jika luka itu akan selalu membekas pada hatimu." -Akhtar Ghazi Arkananta- ...