20. Berbohong

2.9K 173 25
                                    

"Jadi selama 4 tahun ini adek dibohongi sama mas?" ucapnya tak percaya.

Bagaimana bisa suaminya itu melakukan ini padanya? Bagaimana bisa Akhtar begitu tega padanya? Dan bagaimana bisa dia tak menyadarinya?

Fatimah mengerti jika memang pernikahan mereka adalah karena perjodohan. Dan tentunya bukan dilandasi oleh cinta. Tapi dia tak percaya jika suaminya itu selama ini tak pernah mencintainya.

Fatimah terluka. Dia begitu kecewa. Rasanya sekarang hatinya benar-benar hancur tak karuan. Rasanya sungguh sakit. Hatinya benar-benar sakit. Sesak. Fatimah tak kuat akan kenyataan ini.

Fatimah mencoba bertahan setelah mengetahui suaminya memiliki istri lain selain dirinya. Dia mencoba untuk sabar. Dan dia mencoba untuk tetap kuat.

Tapi setelah mengetahui fakta lain yang lebih menyakitkan ini, Fatimah merasa hancur. Dia hancur sehancur-hancurnya. Dan dia sungguh tak bisa untuk sabar dan kuat lagi.

Fatimah menatap Akhtar dengan terluka. "Kenapa mas melakukan ini pada adek? Adek salah apa mas? Apa adek segitu buruknya sampai mas nggak bisa mencintai adek? Apa selama 4 tahun ini adek menjadi istri yang buruk bagi mas?"

Fatimah terisak. Dia sungguh tak bisa menerima kenyataan ini. Apa memang selama ini dia menjadi istri yang buruk bagi Akhtar? Sampai-sampai suaminya itu tak pernah mencintai dirinya setelah 4 tahun bersama.

Dan Fatimah jadi mengerti satu hal. Mengerti akan Akhtar yang menikah lagi dengan Nayla. Sudah jelas jika suaminya itu pasti mencintai Nayla. Sementara dirinya? Fatimah tersenyum miris memikirkannya.

Akhtar menggelengkan kepalanya pelan. "Nggak dek. Adek udah jadi istri yang baik bagi mas. Sungguh, adek itu seorang istri yang sempurna."

Terlalu sempurna sampai adek nggak pantas untuk dapat suami seperti mas.

"Jika memang adek udah jadi istri yang baik buat mas. Terus kenapa mas nggak bisa mencintai adek? Kenapa mas?" tanyanya pelan.

Akhtar diam. Pria itu memalingkan mukanya. Kedua tangannya mengepal kuat. Tak bisa menjawab akan pertanyaan sang istri. Pun tak kuat melihat keadaan istrinya sekarang.

Ya Allah. Tolong maafkan hamba. Maafkan hamba yang telah dengan tega menyakiti istri hamba. Maafkan hamba karena telah berbohong. Dan maafkan hamba karena telah membuat istri hamba menangis.

Fatimah mengusap air matanya dengan kasar. "Lantas mau dibawa kemana pernikahan kita ini?"

Rasanya pernikahan mereka sudah tak bisa dipertahankan lagi. Satu-satunya alasan untuk dia bertahan sudah tak ada. Dan dia juga sudah tak kuat dalam menjalani rumah tangga yang seperti ini.

Akhtar menghela nafasnya pelan. Dia lalu menoleh. Menatap wajah sembab sang istri. "Tunggulah sebentar lagi."

***

Akhtar duduk bersandar pada sofa ruang tamu. Berulangkali dia menghela nafasnya kasar. Pikirannya sekarang sedang kalut. Kalut akan semua masalah yang terjadi.

Mengingat kembali wajah Fatimah yang menangis tadi membuat dirinya dirundung rasa bersalah. Tapi lagi-lagi dia tak punya pilihan lain.

Rasa sakit di kepalanya tiba-tiba menyerang. Dia memijat kepalanya pelan. Berharap hal itu dapat menghilangkan rasa sakitnya.

"Mas."

Akhtar yang memejamkan matanya pun kembali membuka matanya. Pria itu menoleh. Mendapati Nayla yang duduk di sebelahnya. Akhtar menduga jika istri keduanya itu telah mendengar semua pembicaraannya dengan Fatimah tadi.

"Mas beneran nggak cinta sama mbak Fatimah?" tanya Nayla tak percaya.

Pasalnya, wanita itu ragu akan perkataan sang suami. Karena sebagai seorang perempuan, dia merasa bahwa Akhtar benar-benar mencintai Fatimah. Dan suaminya itu kerap kali menomorsatukan Fatimah dibandingkan dengan dirinya.

"Nggak Nay. Mas nggak mencintai Fatimah," jawabnya pelan. Pria itu sungguh merasa lelah sekarang.

Nayla diam. Wanita itu menatap tepat di kedua mata Akhtar. "Mas nggak bohong kan?" tanyanya lagi.

Akhtar menghela nafasnya lelah. Dia sungguh tak mau mengungkit kejadian tadi. Rasanya dia sudah sangat lelah sekarang. Lelah akan semuanya.

Tapi kembali lagi, dia harus bisa bersabar. Karena bagaimanapun Nayla adalah istrinya. Apalagi posisi wanita itu yang sekarang sedang hamil membuatnya harus ekstra sabar.

"Bukankah harusnya kamu senang kalau mas nggak mencintai Fatimah?"

Nayla tersenyum tipis. "Nayla mungkin senang kalau memang itu kebenarannya. Tapi bukannya itu semua kebohongan mas aja ya?" balasnya terkekeh.

Akhtar menatap Nayla dengan tajam. "Jaga bicaramu Nayla! Jangan seenaknya menyimpulkan apa yang terjadi."

Nayla menatap Akhtar dengan berkaca-kaca. Hormon ibu hamil memang membuatnya sensitif. "Menyimpulkan bagaimana sih mas? Nayla tahu betul sifat mas. Dan Nayla juga tahu betul sebesar apa cinta mas ke mbak Fatimah. Walaupun Nayla nggak lihat secara langsung kemesraan kalian. Tapi Nayla bisa merasakan mas. Nayla bisa merasakan jadi orang yang dinomorduakan di sini. Nayla juga bisa merasakan cinta mas yang hampir seluruhnya itu untuk mbak Fatimah."

Nayla memang tahu betul sebesar apa cinta Akhtar untuk Fatimah. Karena memang kerapkali dia dinomorduakan jika itu menyangkut Fatimah. Walaupun dia memohon-mohon sampai menangis pun Akhtar akan memilih untuk menghampiri Fatimah daripada dirinya.

Jika ditanya perihal iri, Nayla memang iri. Wanita itu iri pada Fatimah yang dicintai oleh banyak orang. Dia iri akan kebahagiaan Fatimah.

Dan jika ditanya perihal cemburu, jelas dia cemburu.  Cemburu pada Fatimah yang bisa mendapatkan cinta sebesar itu dari sang suami. Sedangkan dirinya?

Dimana dia harus menggantungkan kebahagiaan itu sendiri? Dan dimana dia harus berharap kembali? Karena satu-satunya keluarganya telah pergi. Satu-satunya orang yang menyayanginya telah tiada. Dan satu-satunya harapannya sekarang hanya pada Akhtar, suaminya.

Sedangkan di sisi lain, Akhtar terdiam. Pria itu menatap Nayla yang sekarang tengah terisak dengan sendu. Perlahan tapi pasti, Akhtar memeluk Nayla dari samping. Dan Nayla yang dipeluk seperti itu pun semakin terisak. Membuat Akhtar kembali dirundung rasa bersalah.

Akhtar menciumi pucuk kepala Nayla. Hatinya sungguh sangat teriris sekarang. Dia sungguh telah berdosa. Berdosa karena telah menyakiti kedua istrinya.

Selama ini, Akhtar sudah merasa adil pada kedua istrinya. Tapi ternyata pemikirannya salah. Karena sejauh manapun dia mencoba untuk bersikap adil, dia tetaplah tidak bisa berlaku adil.

Mengingat kembali betapa hancurnya hati Fatimah dan Nayla membuat Akhtar semakin sedih. "Sssttt....maafkan mas ya. Maafkan mas atas semua ketidakadilan mas selama ini. Nayla mau kan maafin mas?" bisiknya lirih.

Nayla masih terisak. Dia lantas semakin mengeratkan pelukannya pada sang suami. Rasanya semua keluhannya selama ini telah tersampaikan. Dan semua air mata yang dia tahan selama ini pun tumpah.

Akhtar mengelus punggung Nayla dengan lembut. Bermaksud menenangkan istri keduanya itu. "Mas janji akan lebih memperhatikan Nayla. Jadi udah ya nangisnya? Kasihan sama baby nya. Dia pasti juga ikutan sedih karena ummi nya yang nangis."

Nayla yang mendengar itu pun tersenyum tipis. Mereka lantas melepaskan pelukan. Lalu, Akhtar mengelus lembut perut Nayla. Pria itu tersenyum sendu.

Mungkin ini memang yang terbaik.

***

__________

Pesan untuk Akhtar?👉
Pesan untuk Fatimah?👉
Dan pesan untuk karakter lain?👉

Next?
Follow ig aku untuk dapatkan kabar terbaru tentang LaBu @ifi.anti💃

Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️

Salam sayang
Fia :)

Langit QalbuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang