"I-istri kedua?" tanya Fatimah tak percaya.
Akhtar menghela nafas panjang. Dia lalu mengusap wajahnya kasar. Berulang kali mengucapkan istighfar guna menenangkan emosinya yang tengah meluap-luap.
Ah, dia menyesal karena telah membentak Fatimah tadi. Sungguh, dia tadi lepas kendali. Tak bisa untuk mengontrol emosinya.
Seharusnya dia mengerti. Mengerti akan posisi Fatimah sampai menuduhnya berbuat zina. Mengerti perasaan Fatimah yang sekarang masih kacau.
"Jawab mas. Mas tadi bohong kan? Adek salah denger kan?"
Akhtar menatap sendu sang istri. "Maaf."
Fatimah menggelengkan kepalanya kuat. Menatap Akhtar dengan tatapan terluka. Hatinya sekarang sudah di hancurkan sehancur-hancurnya oleh sang suami.
Kenapa suaminya itu dengan tega menikah lagi? Bahkan tanpa memberitahunya lebih dahulu. Tanpa meminta persetujuannya terlebih dahulu. Apakah dia masih di anggap istri oleh Akhtar?
Dia memang sadar diri. Dirinya ini belum menjadi seorang istri yang sempurna. Dirinya ini belum bisa melayani suaminya dengan baik. Bahkan, dirinya ini belum bisa memberikan seorang keturunan untuk Akhtar.
Fatimah mengerti jika sang suami menikah kembali. Suaminya itu pasti sangat menginginkan seorang anak. Anak yang tak bisa dia berikan selama 4 tahun ini. Dia sangat mengerti akan itu.
Tapi, tak bisakah sang suami untuk meminta izin darinya dahulu? Tak bisakah sang suami bertanya pada dirinya setuju atau tidak?
Memang. Tak di pungkiri jika dia merasa lega kalau suaminya itu tak melakukan zina. Tapi, dia juga merasa hancur kala mengetahui kebenarannya.
"Dek, pulang ya. Kita bicarain masalah ini di rumah. Mas janji akan jelasin semuanya, tapi gak di tempat umum kayak gini," ucap Akhtar.
Fatimah lalu menatap sekeliling. Dapat dia lihat jalanan mulai ramai lagi. Bahkan beberapa orang sampai menatap mereka dengan penasaran.
Fatimah menganggukkan kepalanya. Menuruti apa kata sang suami. Membicarakan semuanya di rumah.
Tapi, mereka tak sadar akan kehadiran seseorang. Seorang pria yang sedari tadi di situ. Mendengar semua pembicaraan mereka dari awal sampai akhir.
🍁🍁🍁
"Tolong jelaskan semuanya mas," pinta Fatimah begitu mereka memasuki rumah.Akhtar menghela nafas pelan. Entah sudah ke berapa kali dia menghela nafas hari ini. Intinya, dia sudah sangat lelah sekarang.
"Adek ganti baju dulu ya. Setelah itu, mas jelasin semuanya," jawabnya mengkhawatirkan sang istri.
"Gak usah. Baju adek udah kering. Jadi mas langsung jelasin sekarang aja."
Baiklah. Istrinya itu pasti sekarang sedang marah dengan dirinya. Terlihat dari cara bicaranya yang terkesan galak dan tegas.
"Iya. Terserah adek aja. Tapi kita duduk dulu ya? Mas capek," pasrahnya.
Pria itu lalu duduk di sofa ruang tamu. Menyenderkan kepalanya sebentar. Setelah itu, menatap Fatimah yang masih berdiri diam di tempatnya.
"Duduk sini dek," perintahnya sambil menepuk tempat di sebelahnya.
"Sebentar mas."
Fatimah berlalu meninggalkan Akhtar seorang diri. Dari arahnya, sepertinya istrinya itu ke dapur. Membuat Akhtar bertanya-tanya di tempatnya.
"Dek? Kamu ngapain ke dapur? Katanya tadi mau denger penjelasan dari mas?" tanyanya agak keras supaya sang istri dapat mendengarnya.
Karena tak ada sahutan dari sang istri, Akhtar memutuskan untuk menyusul Fatimah. Tapi belum juga dia berdiri, istrinya itu sudah berjalan ke arahnya dengan membawa secangkir teh.
Fatimah meletakkan cangkir itu tepat di depan meja Akhtar. "Di minum dulu mas," ucapnya.
MasyaAllah. Tak henti-hentinya Akhtar bersyukur karena telah di berikan seorang istri shalihah seperti Fatimah.
Istrinya itu tetap melayaninya dengan baik meskipun dirinya ini telah membuatnya menangis. Maka nikmat Tuhanmu yang manakah yang kau dustakan?
"Adek minum dulu," pintanya pada Fatimah. Istrinya itu juga butuh teh hangat.
"Gak mau. Mas aja yang minum," tolak Fatimah. Wanita itu duduk di sofa single. Bersebelahan dengan sofa yang Akhtar duduki.
"Dosa loh gak nuruti perkataan suami sendiri," ancamnya.
Fatimah menatap suaminya kesal. Mau tidak mau dia meminum teh itu seperti kata sang suami. Hanya sedikit. Dia sekarang tak nafsu untuk makan ataupun minum.
Setelah selesai, Akhtar mengambil cangkir itu. Dia lalu meminumnya tepat di bekas bibir sang istri tadi.
Fatimah yang sadar pun langsung memalingkan mukanya. Sudah 4 tahun dia menikah. Dan sudah kesekian kali Akhtar melakukan hal-hal romantis padanya.
Tapi kenapa dia masih saja tersipu? Pipinya sekarang pasti sudah merah. Semerah tomat. Dia pasti akan malu kalau Akhtar sampai melihatnya.
Ah, sadarlah Fatimah. Ini bukan waktunya untuk malu-malu kucing seperti ini. Ingatlah, jika suaminya itu telah dengan tega menyakiti hatinya.
Wanita itu lalu menatap sang suami yang telah selesai meminum teh nya. "Jadi, bagaimana ceritanya mas sampai menikah lagi tanpa ngomong dulu sama adek?"
Akhtar menghela nafas. Dia menatap mata sembab sang istri dengan sendu. Mengingat kejadian dulu, membuat Akhtar kembali di rundung rasa bersalah.
Flashback On
Jam sudah menunjukkan angka 11 malam. Sementara Akhtar sekarang sedang dalam perjalanan pulang dari kantornya.
Tadi dia terpaksa harus lembur karena ada sedikit masalah yang terjadi. Parahnya lagi, dia sampai lupa tak mengabari istrinya kalau dia akan pulang terlambat.
Bagaimana bisa ia sampai selupa ini? Apakah dia sudah mulai tua? Akhtar heran sendiri.
Melihat perjalanan yang masih lumayan jauh, dia akhirnya memutuskan untuk menghubungi sang istri. Fatimah nya itu pasti sangat khawatir. Apalagi handphone nya tadi sengaja ia matikan agar tidak mengganggu konsentrasinya.
Dengan satu tangan kanan yang menyetir dan tangan satunya merogoh saku celananya. Mencari keberadaan handphone nya agar bisa menghubungi sang istri. Tetapi, entah kenapa ia tidak menemukan benda persegi panjang itu.
Akhtar lalu beralih mencari di tas kerja yang berada di kursi sampingnya. Merogoh tas kerjanya dengan sesekali melihat ke depan.
Serasa handphonenya yang tak kunjung di temukan, ia akhirnya mengalihkan fokusnya ke samping setelah memastikan jalanan yang sepi. Mencari keberadaan handphone di tas kerjanya dengan tangan kanannya yang masih menyetir.
Mengobrak-abrik tas kerjanya hingga handphone yang di carinya itu sampai jatuh ke bawah. Akhtar lalu menghela napas.
Dia menunduk. Mengambil handphone tersebut sampai-sampai ia tak sadar kalau sekarang mobilnya itu sudah keluar jalur.
Dari yang seharusnya jalur kiri, kini berpindah ke jalur kanan. Dan bertepatan dengan itu, sebuah motor dari arah berlawanan melaju dengan cepat. Menyebabkan motor tersebut menabrak mobil Akhtar karena mobilnya tadi yang tiba-tiba keluar dari jalurnya, hingga sang pengemudi motor tak sempat untuk menghindar.
BRAK
Seketika Akhtar langsung menoleh ke depan. Mengerem mobilnya mendadak. Lalu, bergegas keluar mobil dengan tergesa-gesa.
Astaghfirullah. Apa yang telah dia lakukan? Bagaimana bisa dia tak hati-hati begini sampai menabrak seseorang?
___________
Next?
Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Dan jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️Selamat Hari Raya Idul Adha🤍
Salam sayang
Fia :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Qalbu
Spiritual"Bersamamu, aku pernah bahagia. Tapi, bersamamu aku juga pernah terluka." -Fatimah Ghazala Humaira- "Maafkanlah atas semua luka yang telah kutorehkan padamu. Walaupun aku tau jika luka itu akan selalu membekas pada hatimu." -Akhtar Ghazi Arkananta- ...