Tok tok tok
Akhtar mengetuk pintu kamarnya dengan pelan. "Dek, kamu di dalam?" tanya Akhtar.
Setelah kedua orangtuanya pulang, Akhtar bergegas ke sini. Pria itu mengatakan pada orangtuanya kalau dia bisa menangani masalah ini sendiri. Dan kedua orang tuanya pun menyetujui.
Pria itu sangat khawatir pada Fatimah. Pasalnya, istrinya tak kunjung kembali setelah izin mengambil kotak P3K. Apakah terjadi sesuatu pada Fatimah? Pikiran-pikiran buruk menghampirinya.
Disisi lain, Fatimah yang berada di dalam kamar pun masih terisak. Iya. Wanita itu menangis di dalam sana. Semua ucapan Akhtar dan mertuanya memenuhi kepalanya.
Akhtar terdiam. Pria itu samar-samar mendengar suara isak tangis Fatimah. Hatinya begitu tersayat mendengarnya. Sudah berapa kali dia membuat Fatimah menangis karenanya?
Dalam hati, Akhtar berjanji. Dia berjanji bahwa inilah terakhir kalinya Fatimah menangis karenanya. Karena setelah ini istrinya itu akan bebas. Fatimah akan bisa lebih bahagia jika tak bersamanya.
Akhtar kembali mengetuk pintu kamar pelan. "Dek, tolong buka pintunya. Ada yang mau mas omongin sama adek," pintanya berharap Fatimah mau membuka pintu untuknya.
Setelah menunggu beberapa saat, Fatimah tak kunjung membuka pintu. Akhtar pun hanya bisa menghela nafas. Mungkin istrinya itu memang membutuhkan waktu untuk sendiri.
Pria itu lantas berbalik. Berniat meninggalkan Fatimah sendiri. Tapi suara pintu terbuka berhasil menghentikan langkahnya. Dan dapat dia lihat jika istrinya yang berdiri di sana dengan wajah yang sembab.
"Masuk mas," ucapnya serak karena sehabis menangis.
Setelah mengatakan itu, Fatimah langsung masuk ke dalam kamar yang diikuti oleh Akhtar. Mereka duduk di sofa sebelah ranjang. Keduanya sama-sama terdiam.
"Apa yang mas mau omongin?" Akhirnya Fatimah yang membuka suara terlebih dahulu. Karena jika tidak, mungkin mereka akan terus diam seperti ini.
Fatimah menduga jika Akhtar akan membicarakan masalah perceraian mereka. Jika jujur, Fatimah merasa masih belum siap. Tapi siap tak siap dia harus siap. Karena lebih cepat lebih baik. Dia tak mau lagi mendengar perkataan-perkataan yang dapat menyakitinya.
Akhtar berdehem pelan. "Sebelumnya mas mau minta maaf sama adek. Maaf atas semua kesalahan mas ke adek. Mas tau, sangat tau kalau mas udah berulangkali buat adek terluka. Dan berulangkali buat adek menangis. Jadi, mas minta maaf," paparnya.
Pria itu menundukkan kepalanya. Tak berani menatap wajah Fatimah sekarang. Karena sungguh hal itu membuatnya merasa sakit.
Sedangkan Fatimah yang melihatnya tersenyum tipis. "In syaa Allah udah adek maafin. Adek juga minta maaf sama mas karena selama ini nggak bisa menjadi istri yang baik. Adek minta maaf karena nggak bisa ngasih mas keturunan dari adek. Adek juga minta maaf karena buat mas menderita dalam pernikahan ini."
Mendengar itu, Akhtar mendongak. Menatap istrinya dengan tajam. Sungguh, dia sama sekali tak suka dengan perkataan Fatimah ini. Dan dia sama sekali tak merasa menderita seperti yang diucapkan oleh Fatimah.
"Sudah berapa kali mas bilang kalau adek sama sekali nggak salah apa-apa. Entah tentang keturunan atau apapun itu, mas sama sekali nggak merasa itu salah adek. Karena selama ini, adek sudah menjadi istri yang baik bagi mas," jelasnya sabar.
Akhtar merasa bahwa Fatimah terlalu rendah diri akhir-akhir ini. Entah itu karena masalah yang menimpa atau yang lain. Akhtar tak tahu. Tapi satu hal yang dia tahu, bahwa Fatimah pasti akan terus menyalahkan dirinya yang tak bisa memberikannya keturunan.
Akhtar menggenggam kedua tangan Fatimah. Dia menatap Fatimah dengan lembut. "Dek, dengerin mas. Masalah keturunan itu sudah urusannya Allah. Kita hanya bisa berusaha dan berserah. Entah akhirnya dikasih atau tidak itu sudah menjadi keputusan Allah. Yakin kalau keputusan-Nya itu sudah menjadi yang terbaik bagi kita."
Akhtar diam sejenak. Pria itu menghela nafasnya pelan. "Jadi, adek jangan terus menyalahkan diri sendiri. Jangan menyalahkan diri atas semua yang terjadi hari ini. Karena semua itu murni kesalahan mas. Dan sekali lagi, mas minta maaf untuk itu," sesalnya. Dia mencium tangan Fatimah lembut.
Sementara Fatimah menatap sang suami dalam. Apakah benar jika suaminya ini tak mencintainya? Lantas kenapa sikapnya seolah mengatakan bahwa Akhtar mencintainya? Kenapa pria itu memberikan harapan yang semu padanya?
Fatimah lantas melepaskan tangannya yang dicium Akhtar. Dan Akhtar yang diperlakukan seperti itu hanya diam. Dia mengerti akan perasaan Fatimah sekarang.
"Kamu jahat mas."
Akhtar yang semulanya menunduk pun mendongak. Menatap tepat pada kedua mata Fatimah yang terluka dengan tatapan sendu. Dia hanya diam. Membiarkan Fatimah melampiaskan emosinya sekarang.
"Apa selama ini tak cukup luka yang kamu berikan? Kenapa kamu semakin memperdalam luka itu mas? Dan kenapa kamu semakin membuatku merasa sakit seperti ini?" tanyanya yang tak mendapatkan jawaban dari Akhtar.
Fatimah mengusap air matanya kasar. Dia menatap sang suami. "Awalnya, kamu bersikap seolah kamu mencintaiku. Kamu selalu mengatakan kata-kata manis yang membuatku tersenyum. Tapi sekarang justru kata-kata manis itulah yang membuatku sakit setelah mengetahui kenyataannya."
Akhtar lagi-lagi hanya diam. Dia tak bisa memberikan pembelaan. Karena memang dia sadar kalau disini dialah yang salah. Akhtar akui itu.
"Hanya gara-gara sebuah warisan kamu dengan teganya melukai hati seorang perempuan mas. Apakah memang aku tak lebih penting dari warisan itu sendiri?"
Akhtar melebarkan matanya terkejut. "K-kmu tahu itu semua dari mana dek?" Dia sungguh tak menyangka jika istrinya tahu perihal warisan itu.
Fatimah tersenyum tipis. Senyum yang menyiratkan akan sebuah luka yang mendalam. "Aku udah denger semuanya mas. Aku udah denger semua yang kalian bicarakan tadi."
"Astaghfirullah," lirihnya pelan.
Akhtar mengusap wajahnya kasar. Pria itu tak menyangka jika Fatimah menguping pembicaraannya dengan orang tuanya. Sudah jelas sekali alasannya jika Fatimah tadi tak kunjung keluar kamar sampai orang tuanya pulang.
"Kamu tahu betapa hancurnya aku ketika mendengarnya mas? Sebenarnya apa artinya aku dimata kalian? Aku salah apa sampai-sampai kalian membuatku hancur seperti ini? Nggak cukup dengan satu luka, kalian malah ngasih luka lagi yang buat aku hancur sehancur-hancurnya."
Fatimah menangis. Dan dia kembali mengusap air matanya. "Kamu ngasih aku cinta dan kasih sayang yang bikin aku luluh sama kamu. Kamu membuatku mencintaimu. Cinta yang sudah bertahun-tahun terpatri itu sekarang sudah lenyap mas. Lenyap kala mengetahui cintamu itu hanya kepalsuan semata."
Deg
Akhtar menatap Fatimah dengan tatapan yang sulit diartikan. Pria itu terkejut akan ucapan Fatimah. Ucapan yang entah kenapa membuat hatinya nyeri. Apakah Fatimah benar-benar sudah tak mencintainya lagi?
***
__________
Sorry guys🙏
Padahal aku janjinya bakal update jam 7. Tpi karena wifi nya trouble, jadinya telatt deh, huhu ;(Btw, gimana part ini? Ada yang nangis nggak bacanya?😭
Next?
Follow ig aku untuk dapatkan kabar terbaru tentang LaBu @ifi.anti💃Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️Salam sayang
Fia :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Qalbu
Spiritual"Bersamamu, aku pernah bahagia. Tapi, bersamamu aku juga pernah terluka." -Fatimah Ghazala Humaira- "Maafkanlah atas semua luka yang telah kutorehkan padamu. Walaupun aku tau jika luka itu akan selalu membekas pada hatimu." -Akhtar Ghazi Arkananta- ...