Dilihatnya seorang pria yang seumuran dengannya itu tergeletak tak sadarkan diri. Darah pun terlihat di sekujur tubuhnya.
Sementara tak jauh dari tempat pria itu, ada seorang wanita berjilbab hitam yang juga tak sadarkan diri.
Dengan segera, Akhtar langsung membopong pria itu masuk ke dalam mobilnya. Setelah itu, ia beralih ke wanita tadi.
Dilihatnya wanita itu dengan seksama. "Maafkan saya yang telah lancang menyentuhmu," ucapnya.
Lalu menggendong wanita itu masuk ke dalam mobilnya. Untung saja mobilnya hanya penyok sedikit di bagian depan.
Dengan kecepatan di atas rata-rata, Akhtar menyetir mobilnya ke rumah sakit terdekat dengan perasaan bersalah. Ia takut terjadi apa-apa pada kedua orang itu. Melihat kondisi mereka berdua yang terlihat sangat parah.
Sesampainya di rumah sakit, Akhtar langsung berlari memanggil para perawat. Dan dengan tergesa-gesa, para perawat pun berlari ke mobil Akhtar dengan membawa dua brankar.
Memindahkan mereka berdua ke brankar, lalu bergegas cepat menuju IGD untuk segera melakukan penanganan. Setelah mereka masuk ke dalam ruangan, Akhtar langsung terduduk lemas di bangku depan IGD.
Mulutnya tak henti-hentinya berdzikir, menyebut nama Allah berharap kedua orang tadi selamat dan tidak terjadi hal-hal yang serius. Sungguh, Akhtar sangat menyesal atas apa yang terjadi.
Beberapa jam menunggu, akhirnya pintu IGD terbuka. Dan keluarlah seorang dokter laki-laki paruh baya dari dalam ruangan tersebut.
Akhtar lalu berdiri. Menghampiri dokter tersebut. Bertanya-tanya bagaimana keadaan mereka berdua sekarang. Semoga saja mereka baik-baik saja.
"Keluarga pasien?" tanya dokter pada Akhtar.
"Saya bukan keluarga nya dok. Tapi saya yang akan bertanggungjawab atas mereka berdua," jawabnya. Karena memang itu semua sudah menjadi tanggung jawabnya akibat telah menabrak mereka secara tidak sengaja.
Dokter tersebut lalu mengangguk mengerti. "Pasien perempuan hanya mengalami luka-luka kecil di sekitar kepala, tangan dan kakinya. Tidak ada hal yang serius. Mungkin setelah ini dia akan siuman."
Akhtar bernafas lega. "Alhamdulillah." Dia bersyukur karena perempuan itu ternyata baik-baik saja.
"Bagaimana dengan pasien yang satunya lagi dok?" tanyanya.
Dokter tersebut menghela nafas. "Pasien itu mengalami luka yang cukup parah di bagian dada nya. Di tambah lagi, sepertinya dia menderita penyakit akut sebelumnya. Jadi, dia sekarang dalam kondisi kritis. Kita akan pantau terus perkembangannya. Kalau begitu, saya pamit" dokter itu lalu berjalan meninggalkan Akhtar sendirian di sana.
Akhtar mengusap wajahnya kasar. Hatinya kini tak tenang. Dengan perlahan, dia berjalan menuju mushola rumah sakit.
Memutuskan untuk sholat tahajud. Memohon ampun atas dosa yang ia perbuat. Dan berdoa agar pria yang di tabraknya tadi bisa segera sembuh dan sehat kembali.
Setelah selesai sholat tahajud, Akhtar kembali ke kursi tunggu depan ruangan pria yang ia tabrak di rawat. Karena memang mereka berdua ditempatkan di ruangan yang berbeda akan tetapi bersebelahan. Mengingat kondisi pria itu yang sedang kritis.
Seketika, Akhtar teringat jika ia belum mengabari sang istri. Dilihatnya jam di pergelangan tangannya yang menunjukkan angka 3 dini hari.
Dia lalu memutuskan untuk mengirim sebuah pesan saja pada istrinya, Fatimah. Tak ingin menganggu kalau kalau istrinya itu sedang tidur.
Akhtar mengabari sang istri jika ia kemungkinan pulang nanti siang. Tak lupa untuk meminta maaf karena kemarin dia tak pulang tanpa mengabari istrinya itu terlebih dahulu.
Akhtar pun beralasan kalau banyak kerjaan di kantor yang mengharuskan ia turun tangan langsung. Dia pun mengatakan kalau istrinya itu tak perlu mengkhawatirkan dirinya karena ia sekarang baik-baik saja. Semuanya baik-baik saja.
Setelah selesai, Akhtar lalu mengirim pesan itu ke nomor istrinya. Berharap Fatimah nya tak perlu mengkhawatirkan dirinya. Perihal kecelakaan ini, biarlah nanti saat pulang ia akan menceritakannya pelan-pelan.
Akhtar lalu menyenderkan kepalanya pada tembok di belakangnya. Memejamkan mata. Ingin mengistirahatkan tubuhnya barang sejenak. Karena tak ayal jika sekarang ia sangat lelah. Baik mental maupun fisik.
Semuanya baik-baik saja.
Berulang kali ia mengulang-ulang kalimat itu dalam hatinya. Meyakinkan diri jika semuanya akan baik-baik saja.
Tak berapa lama, Akhtar lalu membuka matanya. Berdiri dengan perlahan dan berjalan masuk ke ruangan tempat pria yang ia tabrak di rawat.
Akhtar membuka pintu itu dengan perlahan. "Assalamu'alaikum" salamnya lirih.
Ia lalu berjalan pelan menghampiri seorang pria yang terbaring lemah. Dilihatnya ia dengan seksama. Seketika, rasa bersalahnya kian bertambah besar ketika melihat kondisi pria itu yang tampak parah.
Akhtar lantas mendudukkan dirinya di kursi samping brankar pasien. Mulutnya tak henti-hentinya berdzikir dengan jarinya yang terus menggulir satu persatu biji tasbih yang ada dalam genggamannya. Matanya pun terpejam. Terbuai dalam lantunan dzikirnya.
Tanpa Akhtar sadari, mata pria yang berada di depannya itu perlahan-lahan terbuka. "Nayla....." lirihnya.
Merasa mendengar suara, Akhtar pun membuka matanya. Sudut bibirnya terangkat ke atas. Membentuk senyuman tipis. "Alhamdulillah" ucapnya.
Pria itu menoleh. Menatap Akhtar. "D-di mana Nay-la?" tanyanya terbata-bata.
Baru saja Akhtar ingin memanggil dokter, tapi niatnya itu terhenti karena pertanyaan pria yang ada di di hadapannya ini.
Kening Akhtar berkerut. Memikirkan kira-kira siapa orang yang bernama Nayla itu. "Nayla itu perempuan yang Anda bonceng semalam?" tebaknya hati-hati.
Pria itu pun mengangguk. "Di mana dia?" tanyanya lagi. Ia sangat khawatir pada adiknya itu.
"Dia ada di ruangan sebelah. Kata dokter, sebentar lagi dia akan siuman," jawabnya pelan. Dia merasa sangat bersalah atas semua yang terjadi.
Tak berapa lama, Akhtar lalu menunduk. "Maafkan saya yang tidak sengaja menabrak kalian. Itu semua memang murni terjadi karena kecerobohan saya. Saya sangat menyesal. Jika Anda memang ingin melaporkan saya kepada pihak berwajib, saya akan terima."
Walaupun tak dapat di pungkiri ia takut jika benar-benar sampai di penjara. Apalagi memikirkan nasib istrinya nanti. Tetapi, ia juga tak boleh sampai lari dari tanggung jawab nya begitu saja.
Pria itu tersenyum tipis. Mengagumi sifat Akhtar yang sangat bertanggung jawab. "In syaa Allah kamu sudah saya maafkan. Saya tau kamu tidak sengaja melakukannya. Lain kali kamu harus lebih berhati-hati lagi," pesannya.
Akhtar tersenyum tipis. "In syaa Allah saya akan lebih berhati-hati lagi. Terima kasih karena sudah memaafkan saya," ucapnya.
Akhtar lalu mengulurkan tangan kanannya. Bermaksud memperkenalkan diri. "Oh iya, perkenalkan. Nama saya Akhtar."
Pria itu menjabat uluran tangan Akhtar. "Saya Raka."
Setelah melepaskan jabatan tangan masing-masing, seketika suasananya menjadi canggung. Tak tau ingin membicarakan apa.
Raka menatap langit-langit dengan pandangan kosong. "Boleh saya meminta kamu berjanji akan satu hal?" ucapnya tiba-tiba dengan posisi yang masih sama.
____________
Next?
Vote dan comment sebanyak-banyaknya ya!
Jangan lupa untuk ajak teman-teman kalian juga!
Jazakumullahu khairan ❤️Salam sayang
Fia :)
KAMU SEDANG MEMBACA
Langit Qalbu
Spiritual"Bersamamu, aku pernah bahagia. Tapi, bersamamu aku juga pernah terluka." -Fatimah Ghazala Humaira- "Maafkanlah atas semua luka yang telah kutorehkan padamu. Walaupun aku tau jika luka itu akan selalu membekas pada hatimu." -Akhtar Ghazi Arkananta- ...