Arloji di tangan Zaigham sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Tidak terasa hampir 12 jam Zaigham bergelut dengan pekerjaannya. Badannya pun terasa kaku. Dia renggangkan tubuhnya. Mulai merasakan linu di beberapa sendi.
Sepertinya Zaigham harus melakukan pemeriksaan persendiannya sebentar lagi. Dia baru 37 tahun, tidak lucu kalau sudah encok sebelum menggendong anaknya kan?
Nah, sejak kapan pula Zaigham jadi memikirkan anak? Calon saja belum punya!
Ini pasti karena ulah Mami yang sejak tadi pagi tidak berhenti membujuknya untuk pulang dan dikenalkan dengan anak dari temannya lagi.
Seperti yang Zaigham bilang, dia tidak bisa datang karena sudah ada janji dengan temannya yang malam ini akan mengadakan pesta bujang.
Temannya ada yang sold out lagi, sedangkan dia belum. Entah, tapi Zaigham masih belum berkeinginan menikah. Apalagi dalam waktu dekat.
Seolah ada yang dia tunggu, tapi entah siapa.
Zaigham tarik napasnya. 'Bisa jadi dia sudah menikah dan hidup bahagia bersama keluarga kecilnya,' batin Zaigham.
Memang apalagi yang masih diharapkan? Tujuh tahun berpisah dan tidak saling tahu kabar masing-masing adalah tanda bahwa semuanya benar-benar usai.
Lagipula jika mereka bertemu kembali pun belum tentu bisa bersama. Karena sekali lagi, tujuh tahun bukan waktu yang singkat. Semuanya bisa berubah, apalagi perasaan.
Hanya Zaigham yang masih merasa sama. Hanya Zaigham yang menunggunya.
Kini Zaigham sudah berada di klub yang sahabatnya janjikan. Sebenarnya jika bukan acara pesta lajang sahabatnya yang sebentar lagi menikah, Zaigham tidak akan datang.
Dia tidak pernah ke klub. Bukan tidak pernah sama sekali, tapi sudah berhenti sejak dia memutuskan menjadi politikus. Sebab nama baiknya adalah segalanya. Dan di negeri ini masih tabu orang baik-baik datang ke klub. Karena klub selalu berkonotasi negatif.
"Gam, nyicip lah dikit. Lagian besok Minggu, kantor tutup Gam," celetuk Bian yang besok menikah. Menyodorkan segelas champagne pada Zaigham.
"Yoi Gam, nggak bakal mabuk kalo segelas doang. Gue tahu toleransi alkohol lo," ujar teman Zaigham yang lain, Tendra.
Dalam sofa panjang itu, totalnya ada sembilan orang termasuk Zaigham. Mereka adalah teman Zaigham sejak SMA, yang anehnya masih awet sampai sekarang.
Dulu memang sebelum bertaubat, Zaigham adalah peminum berat. Dia bisa mengabiskan dua botol champagne seorang diri.
"Kalian jangan gitu sama Bapak Dewan, dikenai pasal baru tahu rasa," setidaknya Mario adalah yang paling waras di antara mereka. Namun karena Zaigham menghargai Bian si pemilik acara dia ambil gelas itu.
Yang lain seketika bersorak dan mengajak bersulang. Ruangan semakin riuh.
James, si pilot yang baru mendarat dari Australia menepuk bahunya.
"Gam, si Jihan udah balik ke Indo ya?" Pertanyaan James sebenarnya lebih mirip pemberitahuan untuk Zaigham. Karena pria itu terbukti kebingungan dan diam selama beberapa saat.
"Hah?"
"Dia balik bareng gue kemarin"
Zaigham mengerjap. Baru tadi dia membatin tentang mantan kekasihnya. Sekarang perempuan itu ada di sini?
Apakah ini waktunya Zaigham untuk melepas masa lajangnya juga?
.
.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Zone
Roman d'amourMiyaz Damara adalah nama yang tak asing bagi penduduk negeri ini. Artis cantik yang sarat akan sensasi. Tiap gerak-geriknya selalu mengundang kehebohan. Berbanding terbalik dengan Miyaz yang sering mendapat cibiran, Zaigham, adalah seorang politikus...