11. Hari Pertama Jadi Istri

3.1K 237 8
                                    

Jajaran pohon yang berbaris rapi terpampang di hadapan Miyaz begitu dirinya memasuki perumahan elit ini. Udara yang segar menyambutnya saat ia menarik napas. Kicauan burung terdengar merdu menyapa telinganya.

Miyaz tidak menyangka masih ada tempat seperti ini di Jakarta.

"Sampai kapan kamu berdiri di situ? Tidak takut diseruduk babi hutan?"

Miyaz berdecak, kalimat Zaigham merusak fokusnya dari menikmati alam. Jadi ini adalah rumah baru Miyaz dan Zaigham yang diberikan papi pria itu untuk ditempati selama mereka menikah.

Sedangkan apartemen dan rumah lama Zaigham dibiarkan kosong. Setidaknya Miyaz bersyukur dia tidak tinggal satu atap dengan mertuanya yang semakin membencinya itu.

Rumah ini benar-benar mewah dan berada di kompleks perumahan mahal yang harganya sangat fantastis.

Pria yang masih memakai jas pengantin itu terlihat kesusahan menurunkan koper-koper besar milik Miyaz.

Zaigham menggerutu karena supirnya cuti sejak tiga hari lalu karena anaknya sedang sakit dan harus diopname. Zaigham yang jarang menyetir mobilnya sendiri bahkan mengangkat koper seperti ini hampir tidak pernah. Jadi jelas dia uring-uringan.

Para pembantu juga baru mulai bekerja besok, jadi hari ini benar-benar hanya ada Zaigham dan Miyaz.

Miyaz memutar bola matanya. Saat di perjalanan tadi memang pertama kalinya dia melihat Zaigham menyetir sendiri. Ketika bekerja atau ke mana pun pria itu selalu bersama sopirnya.

Benar-benar seperti pejabat manja yang pintu saja juga harus dibukakan.

"Jangan jadi pria cengeng, dikit-dikit mengeluh. Gitu aja cemen," ejek Miyaz sambil lalu, melewati Zaigham yang kelimpungan.

Rumah itu lumayan besar, hampir seukuran kediaman Zaigham sebelumnya. Bedanya rumah ini bergaya Modern Tropis. Sedangkan rumah lamanya American Classic.

Rumah dua lantai tersebut dikelilingi oleh dinding kacayang lebar. Mempermudah akses udara dan cahaya untuk masuk. Kaki Miyaz membawanya untuk menelusuri rumah tersebut. Di setiap sudutnya ada tanaman artifisial yang menambah khas tropis.

Tak sampai di situ, bahkan ada taman kecil di dalam rumah. Berseberangan dengan ruang keluarga dan dapur. Di teras belakang, samping kolam renang untuk menyiasati sinar matahari ketika pagi, ditanami tanaman merambat sehingga lebih terasa asri dan sejuk.

Miyaz menarik napasnya dalam, sepertinya ia mulai jatuh cinta dengan rumah ini.

Tempat paling penting dari sebuah rumah adalah kamarnya. Dan ia cukup puas melihat kamar utamanya di lantai atas yang luas dengan balkon menghadap kolam renang.

Namun diantara kesempurnaan rumah itu masih ada yang kurang. Miyaz membutuhkan ruangan khusus untuk studionya sat membuat konten Youtube.

Dengan langkah lebar ia mencari Zaigham. Ternyata lelaki itu masih di halaman depan menyeret kopernya.

"Gam! Sampai kapan kamu akan terseok-seok di situ? Tidak takut dimakan babi hutan? Cepat bawa masuk!" Teriak Miyaz mengembalikan kalimat Zaigham beberapa saat lalu.

Pria itu mendengkus. Melempar koper Miyaz.

"Wanita menyebalkan, tidak bisakah kamu diam saja jika tak bisa membantu?!"

Miyaz mengendikkan bahunya acuh, kemudian melenggang masuk.

"Yang ini kamar kita kan?" tunjuk Miyaz pada kamar paling besar. Zaigham menjatuhkan kopernya.

"Kamar saya, kamar kamu di sana," Zaigham balik menunjuk kamar di seberang.

"Enggak, aku mau kamar ini," kekeh Miyaz.

Marriage ZoneTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang