Jakarta, 2015
Miyaz sedang berada di pantai. Bukan menikmati alam, tapi meratapi hidupnya.
Sudah dua tahun Miyaz merantau ke Ibukota untuk meraih mimpinya sebagai artis. Tapi perjalanan tak semudah yang dia bayangkan.
Sudah berulang kali Miyaz mengikuti casting, tapi tak ada satu pun yang menerimanya. Paling mentok hanya menjadi pemeran figuran yang sekadar lewat.
Sungguh Miyaz ingin menyerah, dan kembali ke kampung halamannya. Tapi mengingat perjuangannya untuk sampai di sini tidaklah mudah, sebab ibunya sampai rela menggadaikan sawah, Miyaz jadi tidak tega. Keluarganya sudah banyak berkorban untuknya. Sedangkan dia belum bisa membalas dengan kesuksesan.
Miyaz menangis. Menenggelamkan kepala di antara lipatan kakinya. Membiarkan ombak menerpa jemarinya.
Langit jingga yang tampak indah hanya mengabur tertutup kesedihannya.
Katanya Tuhan tidak pernah menutup mata, tapi kapan perjuangan Miyaz akan berbuah?
"Langitnya indah, sayang banget kalau tidak dilihat."
Tiba-tiba Miyaz mendengar suara di sampingnya. Dia mendongakkan kepala, melihat siapa gerangan yang mengusik waktu meratapi nasibnya.
"Saya tidak tahu apa masalah kamu, mungkin memang berat. Tapi langitnya sungguh indah," ujar pria itu lagi. Miyaz masih senantiasa mendongakkan kepala. Melihat betapa tingginya pria di sampingnya tersebut.
Lalu Miyaz ikut alihkan pandangan pada langit yang membentang luas di depannya.
Gradasi warna jingga, kuning dan merah di ujung barat bak sebuah lukisan yang benar-benar menawan.
Sisa air mata di pipi Miyaz juga mengering seiring dia tertegun.
Lelaki yang tadi berdiri sudah ikut duduk di sebelah Miyaz. Mereka sama-sama diam dengan pikiran masing-masing yang tentu tidak berada di tempatnya. Namun setidaknya netra mereka merekam hal yang sama; matahari tenggelam.
"Tidak ada hiburan yang menenangkan selain menikmati alam," kata pria itu lagi setelah sekian menit mereka terdiam.
Miyaz alihkan lagi pandangannya. Agak tidak jelas raut seseorang di sebelahnya. Namun balutan kemeja mahal yang melekat di tubuhnya walau sudah lecek, tetap tak bisa menyembunyikan bahwa dia adalah seseorang yang berkelas.
"Nggak ada kesedihan juga yang bisa selamanya dipendam," sahut Miyaz untuk pertama kalinya. Pria di sebelahnya balik menatapnya.
"Benar, dan kadang berbicara dengan orang asing cukup melegakan," meski samar tapi Miyaz lihat ada senyum yang melengkung di bibir pria itu.
"Kelihatannya kamu juga punya hari yang buruk," tebak Miyaz.
Pria itu tersenyum kecil. Lebih tepatnya sedang menertawakan dirinya sendiri atas apa yang sudah dia alami.
"Ya, saya tidak bisa membuat orang yang saya sayangi tetap berada di sini," jawabnya dengan pandangan hampa. Tergores luka dan kecewa di matanya.
"Karena mungkin Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih baik," sahut Miyaz seolah tadi tidak putus asa atas hidupnya sendiri. Seolah dia tidak hampir menyerah dan merutuki nasibya.
"Benar, selalu ada jalan keluar bagi siapa yang mencarinya. Saya harap kamu juga tetap semangat."
Miyaz tersenyum, "Terima kasih, berkat kamu saya nggak jadi nyerah"
Pria itu ikut tertawa. "Karena langit lebih tepatnya. Dia terlalu indah sampai kamu tidak jadi menangis."
Pertemuan tanpa sengaja dengan pria asing tersebut hanya sampai di sana. Keduanya memutuskan untuk tidak berkenalan. Karena menjadi asing adalah pilihan terbaik.
Tapi sejak saat itu, hidup Miyaz perlahan mulai membaik. Dia diterima sebagai second lead di sebuah film. Perkembangan yang signifikan daripada hanya sebagai seorang figuran.
Film pertama yang Miyaz bintangi adalah film komedi romantis yang mengisahkan pernikahan tiba-tiba antara gadis miskin dan konglomerat.
Walau terdengar sangat klasik, tapi film itu berhasil membawa Miyaz pada puncak popularitas.
Namun jalan karir Miyaz tidak semudah itu. Banyak yang berusaha menjegalnya dengan berbagai skandal. Mulai dari rumor nepotisme peran Miyaz di film besar karena dia berpacaran dengan Jendra Nirwana. Putra dari sutradara terkenal yang Miyaz bintangi filmnya, Nirwana Bustomi.
Lalu skandal lain seperti jadi Sugar Baby hingga Miyaz dikenal sebagai artis yang sarat akan sensasi. Sampai manajernya--Saputra--berulang kali ingin resign karena masalah yang tiada henti Miyaz ciptakan.
Tapi apakah hanya sebatas itu masalah Miyaz? Tentu tidak, karena ada bencana yang lebih besar dari rumor Sugar Baby. Yaitu pernikahan mendadaknya dengan putra konglomerat dan pemilik partai Rakyat Sejahtera.
KAMU SEDANG MEMBACA
Marriage Zone
RomanceMiyaz Damara adalah nama yang tak asing bagi penduduk negeri ini. Artis cantik yang sarat akan sensasi. Tiap gerak-geriknya selalu mengundang kehebohan. Berbanding terbalik dengan Miyaz yang sering mendapat cibiran, Zaigham, adalah seorang politikus...