Selamat Membaca, jika kalian suka hadirlah terus hingga bab akhir dari kisah Muara Rindu ini~~
Lulusan fakultas Hukum dari Universitas Indonesia tidak membuat Nindia melanjutkan pekerjaannya sebagai seorang pengacara. Bagi wanita itu, cukup tertera tulisan sarjana hukum pada ijasahnya sudah cukup bagi Nindia untuk merealisasikan keinginan sang papa agar dirinya bisa menjadi alumni UI seperti anggota keluarga lainnya.
Kecintaan Nindia pada dunia kecantikan, membuatnya memilih belajar kembali dan berhasil membuka enam klinik kecantikan, di mana satu klinik pusat dan limanya merupakan cabang yang tersebar di beberapa kota. Selain itu, berkat usaha dan kerja kerasnya dia juga bisa membeli rumah lantai dua dengan harga ratusan juta serta dua buah mobil. Sebuah pencapaian luar biasa menurut Nindia selama ini, hingga puncaknya pada dua tahun belakangan ini wanita itu juga resmi menjadi salah satu BA kosmetik yang sedang ramai digandrungi kaum hawa.
Nindia memasuki rumah minimalis modern bernuansa serba putih setelah memarkirkan mobil. Wanita itu disambut sosok Ima, seorang pembantu yang dipilihkan sang mama untuknya. Di bagian keamanan serta penjaga rumah, ada Tono yang merupakan suami dari Ima.
"Non mau makan sekarang?" tanya Ima.
"Enggak, Bi, saya mau istirahat saja." India segera menuju kamarnya di lantai atas untuk melepas lelah setelah seharian bekerja.
Rumah mewah itu terdiri dari tiga kamar berukuran besar di lantai atas. Dua kamar tamu yang disiapkan Nindia jika orangtua atau adiknya datang menginap, sementara satu miliknya. Di lantai bawah ada satu kamar kosong juga, kamar pembantu, dapur, ruang makan, ruang tamu serta ruang keluarga. Ada gazebo serta kolam renang di bagian halaman belakang rumah.
Meloloskan semua pakaiannya, Nindia siap berendam dengan air hangat beraromakan lili. Sambil mendengarkan musik klasik yang mengalun merdu, wanita itu merasakan ketenangan luar biasa. Dia sangat menikmati hal seperti ini, tanpa merasa terganggu oleh apa pun. Namun, mata yang semula terpejam itu tiba-tiba terbuka sempurna. Ketenangan otaknya terganggu, dengan munculnya kilasan wajah orang yang dibenci tengah tersenyum kepadanya.
Membilas badan, Nindia segera meraih bathrobe dan memakai sebelum keluar dari kamar mandi. Wanita itu terlihat tak tenang, lebih tepatnya gelisah sehingga berjalan mondar-mandir bak setrikaan.
Kamar serba putih itu menjadi saksi jika Nindia akan sering bersikap seperti itu jika hal-hal yang dibencinya hadir secara tiba-tiba dan merusak ketenangan.Wanita itu luruh di lantai, menekuk lutut berjuang untuk tidak menjatuhkan buliran dari matanya. Bertahan sekian detik, hari Nindia terlalu lemah untuk dipaksakan kuat. Dia menangis ditemani keremangan kamar serta kesepian. Mau apa lagi kalau sudah seperti ini? Nindia hanya berharap tidak ada yang tahu termasuk Meta bahwa dia hanyalah wanita lemah penuh luka yang dipaksa bertahan.
*****
Kesibukan Nindia selain di klinik kecantikan, sekarang ikut sibuk mengurusi pernikahan sang adik yang tinggal menghitung hari. Impian Naima yang ingin menikah dengan ala-ala kerajaan, membuat tenaga serta emosi Nindia terkuras. Terlebih wanita cantik itu harus beradu pendapat dengan Naima yang masih labil jalan pikirannya. Bagaimana tidak dikatakan labil jika Naima selalu merengek dan mengancam akan membatalkan pernikahan seandainya keinginannya tidak dipenuhi. Kekanakan!..Seperti saat ini, menemani Nindia fitting baju pengantin di salah satu butik terkenal ibukota. Calon manten itu bukannya ditemani Reza, melainkan harus Nindia karena calonnya ada operasi dadakan.
"Aku mau yang gaunnya tuh panjang supaya kesannya kayak mewah gitu," ucap Naima bersemangat.
"Kamu request aja, nanti mbaknya bakalan lihatin gambarnya."
Naima mengangguk semangat, gadis dua puluh tiga tahun itu segera mengikuti dua pegawai butik yang mengajaknya untuk mencoba gaun pilihan. Nindia bisa melihat jika pernikahan ini sangat diimpikan Naima. Di usianya yang masih terbilang muda, dua puluh tiga tahun adiknya itu memutuskan menikah walaupun awalnya semua keluarga tidak memberikan restu lantaran Naima masih muda. Namun, Naima punya banyak jurus yang membuat semua keluarga menyetujuinya dengan syarat, adiknya itu harus melanjutkan S2 setelah meraih gelar S1 Akuntansi beberapa bulan lalu.
Wanita itu memindai sekeliling, butik ini dipenuhi gaun-gaun mewah dan ratusan jas serta keperluan lain bagi pengantin. Mata hitamnya berhenti pada titik deretan gaun yang salah satunya menarik perhatian. Langkahnya berderap ke sana, memandang sebuah gaun putih dengan model mermaid, yang membuatnya teringat akan sesuatu.
Nindia terpaku sejenak, gaun lembut itu pernah dipakainya. Tubuh bak modelnya pernah terbalut gaun putih yang bisa menampakkan bagian leher jenjangnya. Nindia pernah menggunakannya, saat menyambut kedatangan para tamu undangan yang mengucapkan selamat untuknya. Gaun ini pernah menjadi alasan lahirnya perdebatan karena dinilai terlalu terbuka oleh seseorang. Singkatnya gaun ini pernah hadir dan menjadi impian seorang Nindia Kharisma Putri dua tahun lalu.
" Mbak! Bagus enggak?"
Lamunan Nindia buyar seketika. Dengan cepat wanita itu melepas pandangannya dan memilih menolejuke arah adiknya. Dia merasa bodoh karena hampir melaksanakan kesalahan lagi dengan mengingat hal yang seharusnya dikubur dalam sesuatu yang bernama kenangan.
"Sial!" batinnya.
Naima muncul memakai gaun putih full mutiara yang terlihat simple, tetapi menawan. Bagian ekornya terlihat menjutai panjang hingga beberapa meter di belakangnya.
"Bagus, kamu cantik pakai itu. Jadi, kamu pilih itu?" Nindia mengamati wajah Naima, menunggu jawabannya.
"Iya, Mbak, aku mau yg ini aja. Lagi pula Reza bilang apa pun yang kamu pakai bakalan tetap cantik, kok."
Tidak ada alasan bagi Nindia tak tersenyum. Wanita itu mengangguk ringan membiarkan Naima kembali untuk mengganti baju.
Fitting yang memakan waktu hampir sejam akhirnya selesai. Memang tidak lama, terlebih Reza sendiri tak datang untuk mencoba jas. Nindia duduk di kursi penumpang sementara Naima sibuk mengemudi. Sepasang kakak beradik itu membelah jalanan Jakarta yang penuh kemacetan.
"Untuk paginya, kita semua akan serasi dengan nuansa hijau muda. Lalu malamnya serba putih sesuai keinginanku," ucap Naima.
"Iya, untuk urusan itu semua sudah selesai. Pihak keluarga udah mempersiapkan keperluan masing-masing."
"Iya, Mbak. Aku udah enggak sabar mau jadi ratu seharian. Gimana, sih, Mbak rasanya saat itu?"
Naima harusnya sadar jika pertanyaannya itu sangat salah. Dia langsung meringis, memukul pelan mulutnya yang keceplosan tanpa tahu tempat dan situasi. Gadis itu melirik ke arah kiri, wajah Nindia datar layaknya tripleks. Dia hanya bisa bergumam pelan mengatakan minta maaf dan langsung bungkam hingga tiba di rumah orangtua mereka.
Akan tetapi, sebelum turun dari mobil suara Nindia membuat Naima semakin rasa bersalah.
"Berhenti membahas tentang mbak jika menyangkut perihal pernikahan kelam waktu itu. Semua sudah selesai, seperti buku yang telah menemukan ending tak seharusnya dibuka lagi." Nindia beranjak keluar lebih dulu, melangkah pasti memasuki rumah mewah keluarganya dengan perasaan kacau.
📍Jika membaca telah diberikan secara gratis, apakah tak ada sedikitpun niat kalian hanya sekadar untuk memberi vote atau memenuhi kolom komentar dengan catatan untuk sang author?
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Rindu
ChickLitStory 8 Jatuh cinta, menjalin kasih hingga menikah sebuah perjalanan panjang yang berakhir indah. Terlebih menikah dengan sosok pria yang merupakan cinta pertama dan sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Lalu bagaimana jadinya jika hubungan pen...