30 Menyelidiki

3.3K 264 12
                                    


Selamat Membaca dan Silahkan Berkomentar
Warning typo!!!



Erland duduk sambil memijit pangkal hidung akibat terlalu pusing. Saat ini dirinya berada di apartemen, sementara menghubungi seseorang yang merupakan kaki tangan pria itu. Semalam sebelum tidur, Intan kembali mengirimkan foto Meta yang sedang liburan bersama Agung. Gadis itu bahkan memberikan lingkaran pada wajah Agung yang terlihat jelas di antara kerumunan orang.

Dari foto itu bisa dipastikan jika Agung tengah liburan bersama Meta. Keduanya sudah terang-terangan menunjukkan hubungan terlarang itu ke publik. Bisa dibayangkan bagaimana hancurnya Nindia dan dua saudaranya, akibat dikhianati Agung dan Meta yang merupakan sahabat Nindia.

"Cari bukti lebih lanjut mengenai keberadaan orang dalam foto itu! Gajimu akan diberikan dua kali lipat!" Panggilan Erland putuskan begitu saja. Dia harus ke rumah sakit sekarang, giliran menjaga Gianni karena Anas dan Adit akan melakukan fitting.

Tiba di rumah sakit, Anas dan Adit langsung berpamitan pergi, tetapi sebelum itu Gianni sudah disuapi makan dan minum obat.

"Papa, mana Mama keduaku?" tanya Gianni polos. Bocah dengan balutan pakaian pasien itu mengerjab pelan.

"Mama kedua kamu masih di Jogja, nanti panggilnya Bunda aja, ya," saran Erland lembut.

"Bunda?" ulang Gianni.

"Iya, Sayang. Supaya kamu enggak kebingungan buat manggilnya nanti."

Gianni tampak berpikir. "Bunda pasangannya Ayah, 'kan? Berarti aku harus manggil Papa jadi Ayah, dong."

"Em ... boleh. Jadi, manggilnya ayah aja, ya mulai sekarang."

Anggukan Gianni berikan, tetapi percakapan bocah itu belum berhenti di situ. "Terus kapan aku ketemu Bunda?"

"Setelah Bunda pulang dari Jogja, ya."

Bersamaan dengan itu ponsel Erland berdering, ada panggilan berupa video dari Nindia. Dia menyingkir duduk di sofa dan mengangkatnya. Tampak wajah cantik Nindia yang tersenyum ke arahnya, di belakangnya bangunan candi Borobudur tampak menjulang tinggi di tempatnya. Suara keramaian, membuat Nindia sedikit mencari tempat yang agak sepi agar mudah bicara.

"Mas, kamu di rumah sakit?"

"Iya, Sayang. Mas lagi jagain Gianni."

"Oh ya? Em ... gimana keadaannya?"

Erland tahu hari istrinya sangat baik. Nindia perhatian, tetapi masih sulit menerima keberadaan Gianni. Tanpa menjawab, Erland mengubah tampilan kamera ke arah Gianni yang duduk sambil bermain tablet. Rambut panjangnya menutupi setengah wajahnya dari samping.

Di tempatnya, Nindia terdiam. Sosok mungil itu tampak sangat tidak asing di matanya. Dia seperti anak dari wanita yang mengajukan kerja sama dengannya saat itu. Namanya pun hampir sama, apa ini sebuah kebetulan?

"Dia lagi main, Dia."

"Iya, Mas."

Erland kembali menatap wajah Nindia yang tak bersemangat seperti tadi. Pria itu bingung ingin bertanya, tetapi India lebih dulu memutuskan sambungan, lantaran akan mencari makan bersama yang lainnya.

*****

Nindia langsung mematikan sambungan begitu saja, karena tiba-tiba saja otaknya mengarah pada sebuah pemikiran yang menurutnya cukup nyambung. Namun, dia segera menggeleng tak mau berpikiran lebih dalam lagi dan memilih menikmati liburan menemani sang calon ibu.

"Mbak, aku mau ngomong sebentar." Nando yang memakai topi menghampiri dirinya. Mereka baru selesai berfoto dengan Nando sebagai fotografer. Keinginan sang calon ibu sudah terpenuhi sehingga sekarang Nia, Intan dan Naima sedang mencari makan.

"Mbak Meta di Bali?" tanya Nando.

Nindia mengangguk. "Kenapa memangnya?"

Nando memperbaiki topi lalu menggeleng. "Nanya doang, sih. Ngapain?"

"Liburan katanya. Mbak kemarin lihat postingannya ada wajah Papa juga. Mbak mau nanyain, tetapi enggak sempat."

Nando terkesiap, tenyata Nindia sudah lihat juga postingan Meta.

"Ya udah dihapus."

Pria itu menoleh, entah sejak kapan kakaknya itu membuka Instagram milik Meta. Dia ikut melirik, benar saja postingan wanita itu sudah hilang, tersisa postingan lama.

"Coba Mbak telepon."

Nindia mengangguk, mengambil ponselnya untuk menghubungi Meta. Dering pertama langsung diangkat sahabatnya itu.

"Halo, Meta, kamu masih liburan?"

"Iya, aku bakalan balik beberapa hari lagi," jawab Meta dari seberang.

"Oh gitu." Nindia mengamati Nando yang mengangguk. "Meta, kamu enggak ketemu Papa di Bali?"

"Om Agung di Bali? Sejak kapan?" Suara terkejut dari seberang, membuat Nando terdiam.

"Iya Papa di Bali buat liburan. Kemarin aku lihat postingan kamu, enggak salah ada Papa juga di sana." Nindia mendengar suara keributan dari seberang, sepertinya Meta sedang di pusat perbelanjaan.

"Oh masa? Aku enggak sadar sama postinganku. Kemarin aku memang lagi di salah satu pantai, mau berjemur. Aku enggak lihat Om Agung di sana, mungkin wajahnya aja yang mirip," jelas Meta tertawa. "Kalau benar, sih, aku bakalan samperin."

"Bisa jadi, sih. Terus kenapa postingan kamu dihapus? Tumben juga pakai bikini," pungkas Nindia mengingat jika Meta adalah wanita yang paling anti dengan pakaian kurang bahan itu.

"Fotonya kurang bagus, jadi aku hapus aja. Ini Bali, Nindia, kalau enggak pakai bikini rasanya kurang sreg aja."

Nindia paham, dia berbincang sebentar dengan Meta karena wanita itu mau membelikan dirinya beberapa buah tangan khas Bali sebelum dimatikan.

"Meta enggak tahu kalau Papa di Bali," ucap Nindia seadanya.

Nando mengangguk paham. "Mbak duluan aja sama yang lainnya, aku nanti nyusul."

*****

"Gara-gara postingan kamu itu, kita hampir ketahuan," ucap Agung yang menggandeng Meta ke mobil sewa selama di Bali. Keduanya baru habis berbelanja kebutuhan Meta, tentunya dengan uang Agung untuk membeli beberapa pakaian seksi yang akan dipakai beberapa hari ke depan sebelum balik Jakarta.

"Udah aku hapus, Mas. Lagi pula nanti juga mereka tahu, Mas!" sungut Meta kesal.

Agung tak menghiraukan, segera mengemudikan mobilnya menuju resort baru. Keduanya memutuskan untuk pindah, takut jika ada yang menyusul ke Bali lantaran postingan Meta disertakan lokasinya juga.

"Lain kali enggak usah posting apa pun itu!" tegur Agung masih marah.

"Iya, Mas."

"Jadi, siapa yang bakal balik duluan?"

"Mas aja. Kamu biar belakangan soalnya Naima sementara hamil, mas mau memantau dia terus."

"Hamil? Terus Nindia?"

Agung terdiam, jika membicarakan Nindia pria itu langsung malas bersuara. Dia masih marah dan kecewa karena putri sulungnya memilih menjadi pembangkang.

"Mas enggak tahu."

Meta hanya mengangguk. "Kapan kita membicarakan pernikahan kita, Mas. Selama beberapa hari ini kita mainnya enggak pakai pengaman, Mas."

"Kamu yakin?" Agung melirik Meta cemas.

"Tentu saja. Derajatku bakalan naik, 'kan dari sahabat Nindia jadi mama tirinya."

"Mas enggak yakin kita bakalan direstui."

"Kamu harus keras, Mas! Mereka itu anak-anak kamu, yang harus nurut sama kamu! Lagi pula Nindia sudah belajar membangkang, kenapa harus dengar dia? Dia aja enggak mau dengar kamu yang notabene adalah ayahnya." Meta merasakan kemenangan luar biasa melihat wajah Agung yang sepertinya tampak menerima dengan baik ucapannya tadi.

"Baiklah, setelah tiba di Jakarta mas langsung melamar kamu dan kita nikah!"

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang