3 Makan Malam

7.3K 733 7
                                    


Selamat Membaca, jika kalian suka hadirlah terus hingga bab akhir dari kisah Muara Rindu ini~~



Menginap di rumah orangtuanya, merupakan keputusan pasrah setelah berdebat dengan nyonya rumah itu, Santi Diandra. Bukannya enggan menuruti, hanya Nindia lebih nyaman di rumah barunya. Namun, wanita berambut seleher itu paham jika perdebatannya akan selalu kalah dibandingkan Santi.

Menuju ruang makan, semua anggota keluarga sudah duduk di kursinya masing-masing termasuk sosok calon pengantin baru Reza Damara yang duduk di samping Naima di sisi kiri meja. Bagian kanan ada Santi dan Nando serta di kursi paling ujung ada Agung sebagai kepala keluarga. Nindia langsung mengambil posisi duduk pada kursi kosong ujung dan berhadapan dengan Agung.

"Akhirnya si anak hilang telah kembali." Celotehan yang berasal dari Nando, membuat Nindia melirik sekilas ke arah adiknya itu. Sosok Nando yang telah berusia dua puluh lima tahu, sekali tidak menunjukkan sikap dewasa, melainkan kekanakan saking jahilnya.

"Nando!" Teguran Agung membuat pemuda itu kicep.

Makan malam terasa hening, hanya alat makan yang saling beradu dan merupakan peraturan di rumah itu. Semua akan bicara setelah makan malam selesai. Nindia menikmati makannya serius, tanpa tahu jika Agung dan Santi beberapa kali melirik ke arahnya.

"Bagaimana persiapan pernikahan kalian?" tanya Agung setelah makannya selesai. Pertanyaan yang ditujukan kepada kedua calon pengantin itu, membuat Nindia ikut penasaran dengan jawaban mereka.

Reza berdeham. Pria yang malam ini memakai kaus hitam itu menatap Agung serius. "Sudah hampir 90% rampung, Om."

"Catering?" tanya Santi.

"Sudah semua, Tante. Mama udah menyiapkan semuanya tinggal eksekusi aja," jawab Reza.

"Maaf, ya, tante enggak bisa banyak membantu." Santi tersenyum tipis, kesehatannya yang beberapa kali memburuk, membuatnya harus lebih banyak rehat. Santi dan penyakit jantungnya sering kali membuat keluarga cemas dan panik.

"Enggak apa-apa, Tante. Kami semua paham, kok. Yang penting pada saat pernikahan nanti, Tante tetap sehat."

Nindia melihat Naima yang tampak terkesima dengan jawaban calon suaminya. Adiknya itu bahkan terus memandang wajah Reza dari samping. Bisa dilihat jika di sini Naima sangat mencintai calon suaminya yang usia mereka terpaut tiga tahun. Reza lebih tua dari Naima dan berprofesi sebagai dokter umum. Pria itu termasuk putra sulung dari orang berada di daerah mereka.

"Bagaimana pekerjaan kamu?" Kali ini Agung beralih pada putri dukungan. Wajah cantik itu sangat mirip dengan Santi saat istrinya masih muda.

"Semuanya berjalan dengan lancar, Pa."

"Papa senang kamu menjadi wanita kuat dan mandiri, persis Mama kamu."

Nindia tersenyum, melirik Agung dan Santi bergantian. Sepasang suami istri itu usianya sudah memasuki setengah abad. Keriput mulai memenuhi wajah Agung maupun Santi.

"Ada planning lain selain bisnis kecantikan kamu?" Santi tampak penasaran.

"Sepertinya aku belum kepikiran, Ma. Mungkin bisa lain waktu."

"Lalu kamu bagaimana?" Agung memberikan pertanyaan bergilir kepada anak-anaknya. Sekarang giliran Nando yang langsung menjawab santai.

"Aman, Pa."

"Aman apanya? Bisa lebih jelas?"

"Pekerjaanku aman, Pa. Banyak event yang memintaku menjadi fotografer." Nando melirik sinis ke arah Naima. Ada sindiran yang terselip di dalamnya, lantaran pernikahan Naima dan Reza tidak menggunakan jasanya sama sekali bahkan dari prewedding.

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang