33 Foto?

3.6K 264 9
                                    

Selamat membaca dan Silahkan berkomentar


Nindia dan Erland memutuskan membawa Gianni ke sebuah pusat perbelanjaan untuk menemani anak itu bermain di timezone, sebelum menuju ke rumah Agung.

Wanita dengan blus kuning gading itu tersenyum lebar saat melihat Erland dan Gianni menaiki sebuah wahana. Kebahagiaan tersendiri baginya saat melihat tawa kedua orang itu. Ternyata menerima masa lalu Erland dan Gianni tidaklah buruk. Baru beberapa jam bersama anak itu, ada kehangatan serta kebahagiaan yang terselip di dalam dadanya.

Ingin mengabadikan foto kedua orang itu, tangan Nindia segera menyelinap ke tas untuk mengambil ponsel. Sayangnya, ponsel dengan logo apel digigit itu dalam keadaan mati karena lupa di charger.

"Mas, boleh pinjam ponselnya? Ponselku mati." Wanita itu menunjukkan benda pipih di tangannya.

Erland bergerak cepat mengeluarkan ponsel miliknya dan Nindia langsung menerima.  Membuka aplikasi kamera, Nindia langsung mengabadikan beberapa momen ayah dan anak itu. Hasilnya memuaskan dan Nindia akan mencuci salah satunya untuk dipajang di rumah.

Mengamati hasil fotonya, tak alasan untuk tidak melengkungkan senyum. Dia menggeser setiap foto, sebelum lengkungan pada bibirnya hilang dalam sekejap. Tangan Nindia gemetar, berulang kali memastikan jika apa yang dilihatnya sekarang adalah bukan nyata. Namun, tidak! Matanya sama sekali tidak buta! Beberapa foto selain Erland dan Gianni, ada gambar dari orang-orang yang dikenalnya. Berbagai foto mesra dari angle yang berbeda, membuat Nindia hampir saja menjatuhkan benda milik Erland itu jika sang pemilik tidak segera menangkapnya.

Nindia menutup mulut, masih belum percaya dengan apa yang baru saja dilihatnya ini. Wanita itu menatap Erland yang berekspresi sama dengannya. Wajah pria itu pucat pasi karena hal yang dirinya sembunyikan sudah ketahuan oleh sang istri.

"Dia."

"Bawa aku ke rumah Papa sekarang," ucap Nindia langsung ke mobil, tidak peduli dengan Erland sekarang.

Wanita itu ingin sekali berteriak, menolak percaya dengan penglihatannya barusan. Sangat tidak menyangka jika sosok yang tengah bermesraan itu adalah papa dan sahabatnya. Iya perlu digarisbawahi jika sahabatnya Meta menjadi selingkuhan Agung.

Erland muncul setelah dirinya menyusul, Gianni duduk di jok belakang lalu pria itu kembali ke bangku kemudi. Diliriknya Nindia yang membuang muka ke jendela, kesedihan dan kekecewaan begitu tampak.

Membuka suara untuk menenangkan, Erland rasanya percuma. Dia melirik Gianni yang menatap keduanya bingung.

"Dia," panggil Erland takut.

"Aku tidak ingin bertengkar di mobil, Mas, apalagi ada Gianni. Jadi, segera bawa aku ke rumah Papa!"

Erland mengusap wajah kasar. Dia mengemudikan mobil menuju rumah mertuanya, diiringi keheningan. Saat tiba di sana, Nindia segera turun dan menuju rumah. Tepat di ruang keluarga, ada Naima dan Reza sementara Nando bersandar di tembok sambil bermain ponsel.

Erland menyusul dari belakang, membawa Gianni ke dapur untuk ditemani salah satu pembantu. Selanjutnya, dia ikut bergabung di ruang tengah merasakan suasana cukup mencekam. Di sofa panjang Naima sedang dipeluk Reza. Wanita hamil muda itu terlihat menangis. Nindia masih berdiri, dengan tatapan datar terlihat kosong. Nando pun sama, hanya wajah pria itu sarat akan emosi. Ini adalah situasi berat bagi Erland, kemungkinan ketiga saudara itu sudah tahu semuanya.

"Kalian tahu semuanya?" Nindia membuka percakapan, menatap tajam wajah-wajah di ruangan itu, tak terkecuali Erland.

"Dia," lirih Erland.

"Diam kamu, Mas!"

"Mbak." Naima kembali menangis. "Papa dan Mbak Meta ...." Tak sanggup bagi wanita hamil itu untuk bersuara. Kejutan baru baginya saat melihat foto-foto hasil perselingkuhan Agung dan Meta yang dikirimkan nomor asing ke ponsel miliknya.

Nindia memejamkan mata. Pengkhianatan besar tengah terjadi di keluarga dan lingkungan persahabatannya. Entah sejak kapan, dia sama sekali tak pernah tahu.

"Jadi, liburan itu memang sengaja dihabiskan untuk bersama Meta," ucap Nindia datar.

"Papa sebrengsek itu?" tanya Nando pelan. Dia menggeleng, lalu terkulai di lantai dengan lemas. Sosok panutan, cinta sejati sang mama ternyata seorang pengkhianat.

"Kenapa Papa tega ngelakuin itu dengan Mbak Meta, hah?"

Nindia duduk di sofa, kepalanya mendadak pusing. Erland mendekat, berusaha menenangkan istrinya. Awalnya dia kira akan mendapat penolakan, tetapi Nindia hanya diam saat pria itu memeluknya.

Ruang tengah itu menjadi saksi bagaimana hancurnya tiga orang kakak beradik setelah tahu fakta perselingkuhan sang papa dan Meta. Berbagai macam tanya berkeliaran, sejak kapan perselingkuhan itu dimulai? Terlebih Agung baru saja ditinggalkan Santi belum genap sebulan.

Sebagai pihak menantu, Erland dan Resa untuk saat ini hanya sebagai pihak penghibur. Keduanya ikut merasakan kekecewaan melihat perbuatan terlarang sang papa mertua, terlebih istri mereka harus mendapatkan musibah seperti ini.

"Pelacur!" Umpatan itu berasal dari Nando. Ternyata dia sudah berdiri, meninju tembok putih seolah ingin menghancurkannya saat itu juga. Tangannya berdarah, tetapi tak sedikit pun dia peduli. Seseorang yang sudah dikecewakan oleh orang terdekatnya, pasti akan membekas dan tidak bisa dilupakan.

"Telepon Papa sekarang! Minta dia pulang saat ini juga!" teriak Nando frustrasi.

Reza dan Erland saking berpandangan, keduanya berdiri berusaha menenangkan Nando yang sudah seperti kesetanan. Darah mengucur dari tangannya semakin banyak, wajah basah akan air mata menunjukkan jika dia hancur tanpa sisa.

Melihat kondisi yang semakin tak kondusif, Nindia langsung menghubungi Meta. Wanita yang disayanginya itu, dan sudah lebih dianggap saudara adalah ular. Menjijikkan jika membayangkan sahabatnya itu rela menjual dirinya pada Agung. Tidak ada jawaban dari lima kali panggilan Nindia, wanita itu masih berusaha tenang menunggu jika ada suara terhubung dari seberang. Namun, semakin mencoba hasilnya sia-sia.

*****

Di lain tempat Meta tersenyum lebar melihat foto dirinya dan Agung yang diam-diam diambilnya untuk dikirimkan ke Naima dan Nando. Besok Agung akan pulang dan dia akan menyusul setelahnya. Dia yakin saat ini ketiga bersaudara itu tengah hancur saat tahu perselingkuhan Agung.

Wanita itu memandang sekeliling kamar, dia sendiri tanpa ditemani Agung. Pria itu berpamitan keluar, mencari oleh-oleh untuk Naima yang tengah hamil. Dia tahu Agung sangat menyayangi anak-anaknya, tetapi pria itu juga mencintai dirinya. Sebentar lagi posisinya akan berubah, menjadi seorang istri dari Agung dan pemilik semua aset pria itu.

Membayangkan itu, Meta sudah tak sabar lagi. Nindia akan tunduk di bawahnya sebagai anak, bukan lagi sebagai seorang sahabat. Hancurnya wanita itu adalah keinginan Meta sejak dulu dan dia berhasil sekarang.

Ponselnya berdering, panggilan masuk dari Nindia. Dia tersenyum remeh, berbaring sambil menatap ponselnya yang terus menyala.

"Ups," ucap Meta tertawa.

Jangan harap Meta akan mengangkatnya, dia hanya membiarkan terus sampai Nindia merasa lelah sendiri. Wanita itu tidak suka menyelesaikan sebuah permasalahan lewat ponsel. Dia senang berhadapan langsung dan melihat bagaimana Nindia akan menangis serta menatapnya kecewa. Itu adalah poin pentingnya. Dia akan datang sebagai calon istri dan mama baru rumah mewah itu.

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang