Happy Reading
Silahkan Vote dan Berkomentar!!!
Satu minggu berlalu setelah kepergian Santi, anak-anaknya masih setia tinggal di rumah utama bersama Agung. Termasuk Nindia yang hari ini memutuskan untuk kembali ke rumahnya, dia tidak bisa berlama-lama di sana lantaran terlalu banyak kenangan yang dilalui bersama Santi di rumah besar itu.
Menikmati makan malam bersama, Nindia akan menyampaikan keinginannya pada Agung. Dia akan pulang besok dan mulai beraktivitas seperti biasa.
"Aku akan pulang besok ke rumah."
Semua pasang mata, memandang Nindia yang baru bersuara. Makan malam telah selesai sehingga wanita itu berani menyerukan keinginannya.
"Kenapa tidak tinggal di sini saja?" Agung menyahut.
"A-aku tidak bisa, Pa. Rumah ini terlalu banyak memberikan kenangan di antara aku dan Mama."
"Hal yang sama dialami Nando, tetapi dia tetap memutuskan stay bersama Papa di sini?"
Nindia melipat bibir, tidak salah jawaban telak Agung. Namun, Nando itu wajar menurutnya. Adiknya itu belum menikah dan juga telah ditetapkan sebagai pewaris keluarga ini termasuk rumah besar yang menjadi saksi kisah hidup keluarga itu.
"Pa, boleh Naima bicara?" Si bungsu ikut bersuara, di sampingnya Reza hanya diam sebagai pendengar.
"Silahkan!"
"Aku rasa keputusan Mbak Nindia ada benarnya juga. Mbak punya rumah sendiri, apa lebih baik jika rumah itu ditempatinya daripada dibiarkan kosong? Lagi pula jarak dari rumahnya Mbak Nindia lebih dekat dengan klinik."
Nindia merasakan kelegaan saat Naima membelanya. Namun, ucapan Agung setelahnya membuat wanita itu merasa kekecewaan lagi.
"Bukan karena ingin bertemu pria itu?"
"Kak Erland masih suami Mbak Nindia!" sahut Nando yang sudah kelewat kesal. Entah kenapa pria itu mulai tak suka dengan sikap Agung yang sekarang menurutnya terlalu mengekang mbaknya.
"Kenapa tidak ceraikan saja? Kamu masih mau dengan pria brengsek seperti itu?" Agung tertawa sinis, sungguh di mata ketiga anaknya perangai pria itu tampak berbeda.
Nindia menggeleng, sebuah keputusan yang selama beberapa hari ini telah ditentukan akan menjadi pilihannya. Dia tahu pesan Santi itu bukanlah hanya sekadar pesan. Wanita itu yang pertama kali sangat setuju dirinya menikah dengan Erland dan feeling mamanya tak akan pernah salah.
"Aku tidak akan bercerai dengan Mas Erland, terlepas dari kesalahan yang dibuatnya. Maaf jika kali ini aku harus menjadi anak pembangkang, tetapi aku harus tahu mana yang terbaik untuk hidupku nantinya. Aku mencintai Mas Erland dan akan menerima dia apa adanya," pungkas Nindia berani.
Agung menatapnya tajam. "Baik kalau begitu, silahkan pergi dari rumah ini!"
Semuanya terkejut mendengar itu, Naima ingin bicara, tetapi tangannya lebih dulu ditahan Reza. Nando sendiri tak menyangka jika papanya akan mengusir Nindia dari rumah ini.
"Sudah merasa hebat tanpa Papa, silahkan pergi!"
Tangan Nindia terkepal, dia memejamkan mata sejenak menahan untuk tidak menangis. Pertama kali diperlakukan seperti ini oleh pria yang membesarkannya, membuat Nindia sakit hati. Namun, keputusannya sudah bulat mempertahankan pernikahannya.
"Aku pergi!" Tanpa berbalik, Nindia langsung pergi begitu saja. Dia tak membawa barang banyak, hanya satu tas kecil yang memang telah disiapkan.
"Siapa lagi yang mau membangkang papa?" tanya Agung tanpa perasaan bersalah sedikitpun.
Suara decitan kursi, berasal dari Naima. Reza sendiri gelagapan melihat tingkah istrinya. Dia hanya tak ingin ada masalah baru karena pria itu sangat menghormati Agung.
"Aku mau pulang. Di sini Papa enggak berhak melarang atau bertindak seenaknya. Aku memang putri Papa, tetapi sekarang aku istri Mas Reza!" Tanpa takut Naima pergi begitu saja, Reza yang melihat itu segera menyusul setelah berpamitan pada Agung.
Tinggal Nando dan Agung sendiri di meja besar itu. Nando menghela napas, beranjak tanpa bicara apa pun. Rumah ini baru saja dirundung kedukaan akibat kehilangan Santi, tetapi sekarang malah memberikan luka baru akibat ulah Agung yang cukup berbeda.
*****
[Dia, bagaimana kabarmu? Mas mau berkunjung, tetapi tak dibolehkan masuk oleh Papa Agung]
Nindia memijit pelipisnya, dia sudah memutuskan akan kembali pada Erland. Namun, dia sama sekali belum memberitahukan keputusannya itu.
[Aku di klinik, Mas. Aku mau ketemu sekaligus membicarakan perihal pernikahan ini]
Di lain tempat Erland merenung, sepertinya Nindia akan menggugat dirinya secepatnya. Menghela napas berat, Erland siap jika ini resikonya.
[Mas jemput, Dia]
Nindia tidak membalas lagi, melanjutkan pekerjaannya yang semakin menumpuk. Dia tidak mau memikirkan masalah perdebatan dengan Agung pagi tadi, walaupun sebenarnya ada perasaan heran dengan sikap papanya itu.
"Papa berubah begitu cepat," lirih Nindia.
"Melamun?"
Pintu yang dibuka, membuat Nindia menoleh. Rupanya Meta yang masuk dan langsung duduk di sofa. Meta memang terbiasa datang mengunjungi Nindia secara tiba-tiba seperti sekarang.
"Aku tadi ke rumah, tetapi kamunya enggak ada," ucap Meta.
"Rumah yang mana?"
"Rumah orangtua kamu, lah. Aku ketemu Om Agung dan dia bilang kalau kamu udah masuk kerja."
"Papa hanya bilang seperti itu?" tanya Nindia penasaran.
Meta mengangguk. "Memangnya apa lagi?" Wanita itu sengaja bersikap tak tahu apa-apa, padahal Agung juga menceritakan jika Nindia sudah diusir dan kembali berhubungan dengan Erland.
"Oh gitu. Em ... kamu kenapa belakangan ini jarang muncul?"
"Aku lagi sibuk promosi jabatan, Nindia," ungkap Meta semangat.
Mata Nindia terbelalak sempurna. "Oh ya? Selamat dong, Meta."
"Doa'in aja biar aku bisa masuk."
"Tentu." Nindia tersenyum tulus. "Kamu sibuk untuk minggu ini?"
"Em ... aku mau ke Bali ada urusan kerjaan sekaligus traveling," jawab Meta.
"Bukannya kamu mau promosi jabatan?" Nindia tampak bingung.
"Sekalian, Nindia. Udah lama juga enggak jalan-jalan." Meta menjawab santai, dia punya plan ke Bali bersama Agung. Keduanya berencana akan liburan bersama dan menghabiskan waktu bersama.
"Oh iya, gimana hubungan kamu sama Erland? Aku perhatikan kalian semakin dekat saat pemakaman Tante? Bukannya kalian sudah bercerai?" tanya Meta sengaja penasaran, padahal dia sudah tahu semuanya dari Agung.
"Enggak gimana-gimana," jawab Nindia seadanya, dia hanya merasa berat jika menceritakan masalahnya dengan Erland. Entah kenapa seperti itu, yang jelas dia ingin hubungannya cukup menjadi urusannya.
"Kok? Kamu masih cinta?"
Nindia tidak tahu kenapa Meta bisa sekepo ini. Dia hafal betul sikap sahabat itu, Meta tak akan memaksa untuk bercerita jika Nindia sendiri sudah memilih diam.
"Gak tahu."
Wanita di depannya menggeram dalam hati, pasti jawabannya adalah iya melihat bagaimana sikap Erland dan Nindia saat pemakaman Yanti.
Sementara, Nindia tidak tahu terus memandang Meta yang sekarang sibuk bermain ponsel. Lagi, dirinya menemukan bekas merah pada leher Meta yang terlihat karena memakai baju dengan kerah rendah. Walau samar, tetapi dirinya tahu itu bekas apa. Yang menjadi pertanyaan Meta melakukannya dengan siapa? Selama ini dia tahu jika Meta termasuk playgirl, tetapi bukan pemain yang menjual tubuhnya ke sana-sini. Meta dan dia termasuk penganut sex setelah menikah. Lalu kenapa dia sering menemukan bekas itu di leher temannya. Dengan siapa Meta melakukannya? Mungkin, akan dia tanyakan nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Rindu
ChickLitStory 8 Jatuh cinta, menjalin kasih hingga menikah sebuah perjalanan panjang yang berakhir indah. Terlebih menikah dengan sosok pria yang merupakan cinta pertama dan sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Lalu bagaimana jadinya jika hubungan pen...