20 Pengkhianat

6.6K 361 35
                                    


Khusus Hari ini aku upload tiga part, maybe besok enggak upload karena mau vaksin booster. Selamat membaca, silahkan juga berkomentar pada kolom yang tersedia

Love You all


Penampilan dan keadaannya hari ini lebih baik dari kemarin. Di pantulan cermin, wajah yang kemarin terlihat sembab dan bengkak, kini sudah disamarkan. Blouse hitam dan bawahan rok tampak membalut tubuh semampainya. Hari ini dia memutuskan kerja, setelah mendapat kabar dari rumah sakit jika kondisi Santi sudah mendingan.

Tanpa menikmati sarapan, Nindia menuju klinik pusat diantar supir menggunakan mobil lain. Janji temu dengan Anas yang akan menggunakan jasa endorse akan dilakukan hari ini. Tiba di klinik, wanita itu langsung disambut beberapa pegawai yang menatapnya prihatin. Hampir seminggu lebih dia absen, dimulai dari kecelakaan hingga kejadian menyakitkan kemarin.

"Kalau tamu kita datang, langsung antar ke ruangan saya!"

Nindia melangkah menuju ruang kerjanya, tampak bersih dan rapi karena selalu dibersihkan. Untuk hari ini biarkan saja otak Nindia beristirahat sejenak dari masalah rumah tangganya.

Gedoran pintu, mengejutkan wanita itu. Salah seorang pegawai masuk dan mengatakan jika tamunya sudah datang. Nindia berdiri bersamaan dengan Anas yang masuk sambil menenteng beberapa paper bag yang diyakini sebagai produk endorse. Namun, bukan itu yang menarik perhatian Nindia, melainkan bocah berkepang yang berjalan di belakang Anas.

"Maaf saya terlambat," ujar Anas merasa bersalah.

"Tidak masalah." Nindia mempersilahkan Anas dan Gianni duduk di sofa bersebrangan dengannya.

"Maaf jika membawa putri saya dalam bekerja, dia sedang libur hari ini dan merasa bosan di rumah sendirian." Anas memperjelas, takut jika kehadiran Gianni membuat Nindia tak nyaman.

"Halo, nama kamu siapa?" Nindia tertarik dengan anak ini, terlihat polos dan menggemaskan. Wajahnya tampak tak asing di matanya.

Bocah itu menjulurkan tangan berani. "Namaku Gianni, Tante."

Nindia tidak bisa jika tak tersenyum dengan sikap sopan Gianni. Membalas uluran tangan Gianni, wanita itu mengusap pelan pipi gembul sang bocah.

"Tante Nindia."

"Tante Dia cantik," ungkap Gianni tiba-tiba, membuat Nindia terkejut, lebih tepatnya panggilan namanya seperti Erland.

"Tante Nindia, Sayang," tegur Anas.

"Namanya terlalu panjang, Ma, aku bisanya cuman Tante Dia, doang," balas Gianni polos.

Nindia mengangguk melihat wajah Anas yang meringis. "Enggak apa-apa, Sayang," ucap Nindia lembut.

Setelahnya, Nindia dan Anas mulai membalas kerja sama yang akan terjalin. Sementara Gianni sibuk bermain dengan tabnya. Hampir sejam lebih akhirnya pembicaraan keduanya selesai.

"Saya angkat telpon dulu," pamit Anas saat Adit meneleponnya.

Nindia mengangguk, dia mendekati Gianni yang beberapa kali menguap. Ternyata di samping bocah itu ada tas berisi berbagai jenis jajan.

"Kamu umurnya berapa, Sayang?" tanya Nindia penasaran.

"Tujuh, Tante. Aku udah sekolah, loh." Gianni mengerjap lucu, membuat Nindia lagi dan lagi mengusap pipi bocah itu.

Sementara di balik pintu, Anas melihat semua. Bagaimana cara Nindia mengajak putrinya bicara dan bagaimana keduanya dengan begitu cepatnya akrab. Bisa disimpulkan jika Nindia memang belum tahu tentang dirinya maupun Gianni.

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang