29 Aneh

3.1K 243 10
                                    


Selamat Membaca Dan Silahkan Berkomentar

Naima masuk ke kamar Nindia karena memutuskan akan tidur bersama kakaknya itu. Nando tidur di kamar kosong yang merupakan kamar Igrand. Wanita yang tengah hamil muda itu duduk di sofa menunggu Nindia yang masih sibuk menelpon Erland.

"Mas lagi di mana?" tanya Nindia.

"Mas di apartemen," jawab Erland dari seberang.

"Em ... enggak di rumah sakit?"

"Mas baru pulang dari sana. Malam ini mamanya sama calon suami wanita itu yang akan menemani."

"Calon suami? Maksudnya Mas?"

Di seberang Erland berbaring. "Iya, mamanya Gianni akan menikah dengan calon suaminya."

"Oh ya? Jadi, namanya Gianni," ucap Nindia merasa tak asing dengan nama itu.

"Iya, mamanya akan menikah dalam waktu dekat."

Nindia melipat bibirnya. "Selamat." Hanya itu yang dia katakan.

"Sayang, apa kamu tak mau menjenguknya?"

"Maaf, aku belum bisa, Mas."

Erland mengerti, dia hanya tersenyum tipis sebagai jawabannya. "Enggak apa-apa."

"Mas udah makan?" tanya Nindia mengubah topik.

"Udah. Mas pesan makanan tadi, enggak sempat masak."

"Mas, Naima sama Nando di sini, rencananya aku akan pulang bersama mereka ke Jakarta, tetapi setelah kita ke Borobudur." Rencananya Nindia akan menemani adiknya ke Borobudur besok.

"Kapan datangnya? Kok mas enggak tahu?" Erland paling senang jika mengajak wanitanya berbincang baik secara langsung maupun via telepon. Suara Nindia selalu enak didengarnya.

"Tadi siang katanya kejutan, Mas." Nindia terkekeh kecil mengingat kedatangan kedua adiknya itu.

"Titip salam untuk mereka. Biar sekalian kita bertemu di Jakarta saja," ucap Erland sebelum panggilan berakhir.

"Mas Erland kapan balik?" tanya Naima setelah melihat Nindia menyusul dirinya duduk di ranjang.

"Mas enggak balik lagi. Nanti pulangnya mbak sama kalian," jawab Nindia.

"Anaknya sakit apa, Mbak?"

"DBD."

"Mbak, emang enggak marah kalau Kak Erland ketemu sama wanita itu?" tanya Naima penasaran.

Nindia hanya tersenyum. "Mbak percaya sama Mas Erland."

"Memang seharusnya seperti itu, sih, Mbak."

"Oh ya, kalian ke sini Papa tahu enggak?" Ninda memposisikan tubuhnya setengah berbaring, sementara Naima duduk bersila di depannya.

"Papa tahu kami sama-sama ke bandara dengan tujuan berbeda."

"Maksudmu?" Kening wanita itu berlipat, bingung.

"Papa ke Bali," ucap Naima.

"Sendirian? Untuk apa?" Wajar jika Nindia bertanya seperti itu mengingat Agung tak mau ke mana-mana jika tak ditemani Santi walaupun itu urusan pekerjaan.

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang