14 Kenyataan 2

5.9K 364 10
                                    

Special For Today
Warning Typo !

Seharian penuh Nindia tak melepaskan senyum manis dari bibirnya. Lima tahun menjalin kasih, hari ini dia dan sang kekasih akhirnya resmi menjadi sepasang suami istri.

Wanita itu sangat bahagia, iya bahagia. Matanya memindai sekeliling kamar bernuansa putih ini, dekorasi khusus malam pertama untuk sang pengantin baru membuatnya tersipu malu.

Memikirkannya, Nindia segera menggeleng. Dia memutuskan mandi agar tidurnya terasa lebih segar malam ini. Setelah hampir dua puluh menit mandi, dia keluar dengan bathrobe. Tujuannya saat ini koper cokelat di sudut kamar yang bersebelahan dengan koper hitam milik sang suami.

Menggeledah, wanita itu mengernyit. Tidak ada piayama tidurnya, hanya ada model pakaian seksi berupa lingerie yang terlihat mengerikan. Nindia meringis takut, membayangkan Erland melihatnya menggunakan pakaian kurang bahan seperti ini. Sudah bisa ditebak ini kerjaannya siapa. Pasti adik bungsunya, mengingat Naima yang mengemasi pakaiannya di koper untuk dibawa ke hotel.

Merasa tak nyaman jika tidur dengan bathrobe, dia mengambil salah satu lingerie putih yang cukup menerawang, tetapi lebih baik dibanding lainnya. Lingerie itu panjangnya hingga lutut, dan sangat pas untuk tubuhnya sehingga terlihat sekali bentuk tubuhnya yang seksi itu.

Nindia menatap diri di cermin, ngeri sendiri melihatnya, tetapi tetap dipakai. Wanita itu duduk di sofa, sambil menunggu sang suami yang belum juga menampakkan diri. Sudah satu jam lebih, tetapi Erland tak kembali. Malam kian larut, Nindia pun sudah sangat ngantuk. Dia mengambil ponsel, menghubungi Erland berulang kali, tetapi hasilnya nihil. Tak satu pun panggilannya terjawab.

Sedikit kesal, Nindia memutuskan untuk tidur. Mungkin suaminya masih bertemu teman-temannya. Nindia terlalu lelah hari ini, sehingga saat berbaring di ranjang rasa kantuknya langsung melahap dirinya hingga pagi menjelang.

*****

Nindia kebingungan karena tak menemukan sosok Erland di kamarnya. Dia memandang sekeliling kamar, tak ada tanda-tanda suaminya datang. Koper Erland pun masih terlihat di tempatnya, sedangkan pakaian yang digunakan saat resepsi pun tak ada kecuali punyanya.

Wanita itu kembali menghubungi Erland, kali ini nomor suaminya tidak aktif. Mendadak kepanikan menguasai dirinya, segera diambil bathrobe yang lain dan memakainya untuk keluar kamar.

"Mbak, Papa mau bicara." Nando muncul dari kamar sebelahnya, membuat Nindia mengangguk. Keduanya masuk ke lift untuk menemui keluarga lainnya di lantai bawah.

"Kamu lihat Mas Erland?" tanya Nindia.

Nando menggeleng, wajahnya tampak datar.

Keduanya langsung menuju kamar di mana Agung dan Santi berada. Ada juga Naima di sana yang menatapnya sedih, entah ada apa sebenarnya.

"Ada apa, Pa?" tanya Nindia.

"Di mana suami kamu?" Suara Agung meninggi, tersirat akan emosi.

"Aku enggak tahu, Pa. Semalam Mas Erland juga enggak ke kamar, entah di mana dia."

Agung mendengkus kesal. "Suami macam apa yang meninggalkan istrinya di malam pertama mereka?"

Nindia diam, mencerna baik-baik maksud dari ucapan Agung. "Maksudnya apa?"

"Keluarga Kak Erland sudah tidak ada di hotel ini, mereka check out tanpa berpamitan pada kita, Mbak," timpal Nando.

Nindia merasakan tubuhnya hampir limbung, jika Nando tak menahan dirinya. Ada apa ini sebenarnya? Kenapa keluarga mertuanya pulang tanpa pamit? Lalu di mana suaminya?

"Mereka check out pagi-pagi sekali. Itu yang aku tahu dari pihak hotel," lanjut Nando.

Nindia menggeleng, tidak percaya dengan apa yang baru didengarnya saat ini. Dia kembali menghubungi satu persatu keluarga Erland, tetapi sama hasilnya tidak ada jawaban sama sekali.

Agung terkekeh sinis. "Pria brengsek!"

Nindia mulai menangis, pernikahan impiannya belum genap sehari, tetapi kenapa seperti ini sekarang? Kenapa Erland tega melakukan hal ini kepadanya?

"Kita pulang ke rumah sekarang!" titah Agung tegas.

*****
Hancur, satu kata yang mewakili perasaan Nindia sekarang. Dua hari mencari keberadaan Erland, sama sekali tak mendapat hasil maksimal. Lalu sekarang, kenyataan menamparnya lagi. Di tangannya sekarang ada sebuah surat gugatan cerai dari pengadilan atas nama Erland.

Wanita itu terus menangis, mengurung diri dalam kamar dan melewatkan makanannya. Tidak ada yang bisa menggambarkan bagaimana sakitnya ditinggalkan saat malam pertama, lalu diceraikan dua hari setelah pernikahan.

Dia sudah berusaha menghubungi Erland, tetapi tak ada yang tahu sama sekali keberadaan suaminya kini. Dia kecewa, sakit hati, dengan perbuatan Erland yang menghancurkan sepenuh hati dan juga keluarganya.

"Biar Papa yang akan menghadiri persidangan itu!" Ucapan Agung tak ditanggapi Nindia. Wanita itu menatap kosong ke arah kolam, memeluk erat surat cerai yang lusuh itu.

"Papa menyesal memberikan restu pada kalian, harusnya dari awal kamu tidak menikah dengan pria pengecut seperti itu!" Agung tidak mengatakan kebenaran mengenai malam itu. Menurutnya, jika Nindia tahu pasti putrinya lebih terluka dari ini. Jadi, dia lebih memilih menutupi, tetapi tetap untuk melindungi hati sang anak.

"Kapan sidangnya, Pa?" tanya Nindia pelan.

"Besok."

"Aku harap bisa diselesaikan secepatnya, Pa. Sudah cukup aku tersiksa dengan pernikahan tanpa arah ini. Lakukan saja yang terbaik untukku, Pa."

Agung terdiam, mengangguk sebelum berlalu dari tempat itu. Dia ingin membiarkan putrinya menenangkan dirinya. Pria itu menghubungi Nando, untuk segera pulang dan menemani Nindia karena Santi dan Naima sedang ke dokter untuk melakukan pemeriksaan rutin.

*****

Resmi bercerai, dan berstatus janda muda dalam kondisi masih perawan. Entah dia harus bersyukur atau menyesali, Nindia sudah tak peduli. Sekarang saatnya bangkit, melupakan semua tentang Erland dan kenangannya yang ingin dikuburnya rapat. Cincin kawin dilepas Nindia dan disimpannya pada sebuah kotak lalu dimasukkan ke dos. Semua barang atau hadiah dari Erland dimasukkan ke dalam dos berukuran besar untuk diasingkan ke gudang. Kamarnya ditata sedemikian rupa agar bisa melahirkan Nindia yang baru, bukan Nindia yang harinya hanya dihabiskan dengan menangis tanpa henti.

Dia sudah siap memulai semuanya dari awal, meniti karir yang menjadi impiannya untuk memiliki klinik kecantikan. Usaha dan kerja keras serta dukungan orang sekitar, membuat Nindia sungguh bangkit dari keterpurukan. Dia bisa melangkah maju, mengenyahkan segala pikiran tentang masa lalu yang hanya tahu membuatnya luka.

Dia bersyukur keluarganya sama sekali tak membahas lagi Erland. Kesibukan sebagai pebisnis muda, membuatnya tak punya waktu membahas atau mengingat hal-hal yang berkaitan dengan masa lalu. Nindia pun tak ingin berurusan atau membuka hati dengan siapa pun kini, lantaran dia masih trauma dengan pernikahan sebelumnya. Sudah banyak pria yang ingin mengajaknya kencan, tetapi Nindia selalu menolak. Meta sebagai sang sahabat pun sudah berulang kali mencarikan jodoh baginya, tetapi tetap Nindia lebih menyukai kesendiriannya saat ini. Baginya tidak ada lagi pernikahan berikutnya, karena Nindia terlalu lelah untuk memulai kembali dari awal jika berakhir buruk seperti kisah masa lalunya.

📍Gimana?

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang