Warning typo
Ruang keluarga kediaman Erland dan Nindia hanya dibalut keheningan, saat semua sudah berkumpul dan mengenakan pakaian pesta guna menghadiri pernikahan Agung dan Meta.
Nando tampak tampan memakai batik, walaupun dalam hatinya penuh emosi luar biasa. Menurutnya ini terlalu berlebihan, mereka bukan akan menikmati acara, melainkan hadir untuk mengungkap kebenaran. Namun, semua harus terealisasi sesuai keinginan Nindia.
"Kita bisa berangkat sekarang."
Semua menoleh pada Erland yang baru bicara. Gelengan cepat Nindis berikan, dia masih belum melihat kehadiran Rafa sebagai kunci dari peristiwa yang akan terjadi ke depannya.
"Mereka belum datang, Mas."
"Mereka akan menyusul karena macet. Kita harus menghentikan akadnya sebelum ijab kabul itu selesai," saran Erland.
"Aku setuju, Mbak." Naima yang tampil cantik memakai gaun berbahan brokat segera menimpali. Di sampingnya ada Reza yang memakai batik senada dengan warna gaun sang istri.
"Baiklah."
Mereka menggunakan satu mobil Alphard milik Reza menuju hotel di mana akad Agung dan Meta akan terlaksana. Nindia yang duduk di samping Erland yang menyetir tampak gelisah. Ketakutannya akan sebuah kegagalan dari rencana yang tengah disusun.
"Gimana kalau kita terlambat dan gagal?" Nando di bagian belakang membuka suara, tidak ada yang memberikan jawaban karena semua otak sedang buntu dan cemas dengan hal yang bakal terjadi. Bisa saja mereka gagal dan itu adalah ketakutan yang tengah membayangi kelimanya sekarang.
"Jangan cemas, kita pasti bisa." Reza ikut bersuara, meyakinkan bahwa usaha untuk menyelamatkan Agung pasti bisa berhasil.
Tidak memakan waktu lama, Alphard putih mereka ikut bergabung di parkiran bersama mobil lainnya. Mereka segera turun beriringan, melangkah menuju tempat acara. Reza dan Erland saling menggandeng tangan istri masing-masing, sementara Nando mengekor di belakang. Dia tidak mau membawa Alicia untuk hal memalukan seperti ini, padahal kekasihnya itu ingin sekali ikut fan bertemu keluarganya. Namun, bagi Nando bukan sekarang saat yang tepat.
Semakin mendekati tempat akad, semakin pula ketakutan membayangi. Hingga akhirnya kelimanya memasuki ruangan yang dijadikan tempat akad Agung, menimbulkan raut terkejut dari Agung dan juga heran dari para undangan yang hadir.
Agung segera berdiri, tidak menyangka jika anak-anaknya akan hadir di acara pernikahannya. Dia sama sekali tak mengundang, lalu bagaimana mereka bisa tahu dan juga datang? Jawabannya hanya pada calon istrinya Meta.
Untuk lima menit ke depan tidak ada yang bersuara, ketiga anaknya memandang Agung dengan tatapan tanpa ekspresi. Namun, Naima yang lebih dekat dengan papanya itu langsung menitikkan air mata dan terisak. Dia terlalu cengeng melihat Agung yang sudah berubah banyak dan terkesan dingin untuk ketiga anaknya.
"Kenapa kalian di sini?" Akhirnya Agung bertanya, dia melirik sekitar bagaimana orang-orang mulai ramai berbisik. Sudah ditebak, pasti para undangan mempertanyakan alasan dari pertanyaannya barusan.
"Kami hanya datang untuk ikut merayakan hari bahagia, Pa-papa." Menyebut Agung dengan panggilan papa pun rasanya berat bagi Nindia.
"Tidak perlu! Saya tidak butuh kalian di sini!" Agung menaikkan suara, tidak suka dengan kehadiran anak-anaknya.
"Kenapa? Bukankah seorang anak wajib hadir di hari bahagia ayahnya?" Tanpa takut Nando menyahut. Dia tersenyum remeh, tanpa takut menghadapi wajah Agung yang sudah marah.
"Pergi dari sini kalian!" Agung mengusir, tidak peduli jika bisikan sekitar semakin terdengar jelas di telinga. Bagaimana cubitan para undangan yang menyapa indera pendengarannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Muara Rindu
ChickLitStory 8 Jatuh cinta, menjalin kasih hingga menikah sebuah perjalanan panjang yang berakhir indah. Terlebih menikah dengan sosok pria yang merupakan cinta pertama dan sudah menjalin hubungan selama lima tahun. Lalu bagaimana jadinya jika hubungan pen...