22 Penuh Luka

4.8K 301 4
                                    


Bonus
Happy Reading

Pemakaman Santi berjalan lancar, iringan isak tangis turut menghantar kepergian Santi yang dimakamkan di pemakaman umum sekitar. Erland sama sekali tak melepas rangkulan dari Nindia, wanita itu sudah berhenti menangis dan duduk di samping pusara Santi.

Pria itu tahu jika Agung sejak tadi memandangnya tajam di balik kacamata hitam sang mertua, tetapi Erland tak peduli. Istrinya lebih penting dan dirinya harus siap jika sebentar akan terjadi perdebatan.

Pemakaman sudah mulai sepi, tersisa anggota keluarga lainnya dan juga keberadaan Intan dan Nia.

"Nindia," panggil Meta sambil terisak. Dia duduk di samping kanan sahabatnya dan memeluk, membuat Erland menyingkir dari situ.

"Kamu harus kuat, Nindia, aku yakin Tante sudah bahagia di sana," ujar Meta.

Nindia hanya mengangguk, dia membalas pelukan Meta. "Terima kasih sudah datang."

"Saatnya kita pulang, Mbak," bisik Nando.

Nindia berdiri dibantu oleh Meta, sementara yang lainnya mulai beriringan menuju rumah. Erland bersama Nia dan Intan mengikuti dari belakang, mereka memutuskan untuk menemani Nindia sesaat.

Tiba di rumah, Nindia beristirahat sejenak di sofa, sementara yang lainnya bertemu dan menyapa beberapa kerabat yang masih ada.  Nia yang melihat itu, segera menghampiri menantunya.

"Sayang," panggil Nia lalu duduk di samping Nindia.

Nindia menoleh, langsung dengan cepat memeluk Nia. Dia sudah tak punya sosok mama lagi sekarang, melihat Nia membuatnya mengingat kembali tentang Santi yang telah berpulang.

"Kamu wanita kuat, Sayang, mama yakin kamu bisa melewati semuanya."

"Aku udah enggak punya Mama sekarang."

"Kamu masih punya mama. Kamu sudah menikah dengan Erland, tentunya juga telah menjadi anak mama," ungkap Nia sedih.

Nindia tidak bersuara lagi, terus memeluk Nia yang dekapannya membuat nyaman. Tanpa sadar wanita itu terlelap, lelah sekali harinya hanya dipenuhi tangis tanpa henti.

Erland yang melihat itu, segera bertindak mengangkat tubuh sang istri dan dibawanya ke kamar. Dia juga meminta mamanya untuk makan terlebih dahulu, sebelum pulang.

Merebahkan tubuh Nindia, Erland mengusap air mata kering di sekitar pipi istrinya. Penderitaan Nindia tak ada habisnya, membuatnya ikut merasa bersalah. Di mengecup kening Nindia, menarik selimut untuk menutupi tubuh istrinya sebelum keluar dari kamar itu.

*****

Di lain tempat, Intan berjalan ke belakang mencari toilet. Perutnya terasa sakit, ingin melakukan proses pengeluaran secepatnya. Dia memindai sekeliling, sepi sekali mengingat semuanya berada di depan.

Gadis itu segera memasuki salah satu toilet yang berada di ruangan khusus. Setelah menyelesaikan kewajibannya, dia hendak keluar. Namun, matanya malah menangkap keberadaan Meta di pintu utama toilet. Wanita itu masih berdiri di depan pintu sebelum memasuki salah satu toilet yang rupanya berjarak dua toilet dari keberadaan Intan saat ini.

Intan sendiri masih berdiri mengintip, entah kenapa dia merasa sangat curiga dengan gerak-gerik sahabat kakak iparnya itu. Suara langkah kaki, membuat Intan kembali bersembunyi di balik pintu dan sedikit mengintip. Ada Agung yang tiba-tiba datang dan langsung memasuki toilet yang sama dengan Meta.

Wajah Intan pucat pasi, pikirannya mendadak penuh hal-hal negatif menyangkut kedua orang tadi. Intan memilih pergi, tetapi suara aneh mulai mengganggu indera pendengarannya. Semakin jelas suara itu, bulu kuduknya meremang. Dia tidak bodoh dengan tak tahu arti suara itu hingga lima belas menit berlalu, dia masih menangkap suara berat Agung yang menyerukan nama Meta.

"Sial! Ini perselingkuhan!" umpat Intan kesal lalu keluar sambil membanting pintu kencang. Dia tidak peduli jika dua insan yang tengah melakukan hal tak senonoh itu terkejut. Dia harus melakukan sesuatu untuk membongkar kejahatan Agung dan Meta. Kecurigaannya ternyata benar kedua orang itu memiliki hubungan, sudah pasti anak dan almarhum Santi tidak mengetahuinya.

Sementara yang menjadi objek umpatannya berdiri sambil berpelukan di ruang sempit itu. Agung menutup mulut Meta setelah mendengar bantingan pintu sebelah.

"Ada yang masuk, Mas," ucap Meta pelan. Penampilannya berantakan, kancing kemeja hitamnya nyaris terbuka semua akibat ulah Agung.

"Semoga dia enggak dengar," kata Agung menenangkan.

Pria itu merapikan celana hitamnya, begitu juga dengan kemeja yang dia pakai. Sebenarnya hal ini tidak terjadi, jika seandainya Meta tak menggoda dirinya dengan mengirimkan beberapa foto seksi wanita itu. Agung yang sudah tak tahan langsung menyusul Meta ke toilet untuk menuntaskan hasratnya.

"Kamu, sih, Mas," cibir Meta merapikan wajahnya yang belepotan lipstik.

"Mas enggak tahan."

Meta mendengkus, dalam hatinya dia bersorak senang melihat kehancuran Nindia yang lebih dari keinginannya. Wanita itu benar-benar hancur tak bersisa, pernikahan di ambang perceraian, kehilangan sang ibu dan yang terakhir akan mengetahui perselingkuhan papanya sendiri. Itu lebih menyenangkan.

"Mas keluar lebih dulu." Agung mencium bibir Meta lama, sebelum keluar dari ruangan itu.

*****

Erland tidak bisa lebih lama menemani Nindia untu saat ini, terlebih Agung sudah mengisyaratkan agar dirinya pergi. Mau tak mau, Erland pulang bersama Intan dan Nia. Namun, pria itu sempat menitipkan pesan untuk Nindia lewat Nando sebelumnya.

Tiba di rumah, pria itu tersentak saat Intan menariknya menuju dapur. Dilihatnya Nia yang telah masuk ke kamar, membuat Intan lebih leluasa berbicara dengan kakak keduanya itu.

"Ada apa?"

Intan memindai sekeliling, aman. "Aku mau ngomong sesuatu, Kak."

"Soal apa?" tanya Erland penasaran.

"Aku mau Kakak percaya sama ucapanku ini. Om Agung dan Mbak Meta sahabatnya kakak ipar itu berselingkuh," bisik Intan.

Alis Erland menukik tajam, dia sama sekali tak percaya dengan ucapan adiknya itu. Bagaimana bisa? "Ngawur kamu!"

"No! Aku melihat dengan mata kepalaku sendiri, Kak. Tadi mereka melakukan hal itu di toilet setelah pemakaman," ujar Intan sungguh-sungguh.

Erland menggeleng, selama ini dia bisa melihat jika Agung memperlakukan dengan baik istrinya itu. Keduanya selalu romantis dan terlihat seperti pasangan setia lainnya.

"Enggak mungkin."

Intan tersenyum miring. "Aku enggak bohong, Kak. Sejak kapan aku berbohong hal seperti ini, hah?" pungkas Intan kesal.

"Kamu melihatnya sendiri?" Melihat anggukan meyakinkan Intan, membuat Erland bungkam. Adiknya memang ini selalu berkata jujur dan seadanya, sangat tidak mungkin jika Intan berbohong hal sebesar ini. Namun, dia tak menyangka jika Agung bisa melakukan hal menjijikkan seperti itu dengan sahabat putrinya sendiri, tepat setelah istrinya dimakamkan.

"Aku enggak kebayang jika Mbak Nindia tahu, sudah pasti Mbak Nindia akan lebih hancur lagi, Kak," ucap Intan.

Erland menghela napas lelah. "Kita rahasiakan dulu ini dari Nindia, sampai kita mengumpulkan bukti yang lengkap dulu. Jangan sampai Nindia tahu dan membuatnya semakin hancur."

Pria itu sama sekali tak menyangka jika sahabat istrinya mampu melakukan hal sejahat itu. Dia kenal Meta, saat dirinya resmi berpacaran dengan Nindia. Namun, yang dirinya tahu Meta itu sahabat dekatnya Nindia sejak kecil sehingga rasanya tidak mungkin jika Meta melakukan hal memalukan. Hanya saja jika benar sudah dipastikan wanita itu sangat jahat, begitu juga dengan Agung.

Muara RinduTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang