03. Dia ....?

2K 221 32
                                    

Please, don't be a silent reader.

Happy reading .....

Memang tidak bersama, tapi perlahan kita
berjalan pada titik yang sama.

—  L O S E  —

.

.

.

.


“Ayo Skala, ngapain sih lo lama banget keburu ketinggalan pesawat kita,” omel Vino sambil melihat ke belakang, di mana sahabatnya itu berada. Sedang, Skala justru tengah berjalan dengan lambat sambil mengacak-ngacak isi tasnya.

Menghela napas pelan, Vino menghampiri Skala. Ikut memperhatikan apa yang sedang Skala lakukan. “Lo ngapain, sih?”

“GAWAT VIN, PASPOR GUE HILANG,” paniknya. Bahkan Skala tak sadar jika suaranya begitu tinggi saat mengatakan hal itu.

“Eh, atau ketinggalan di rumah ya. Yaampun gue harus gimana, Vin? Kalau gue balik sekalipun gue pasti bakal ketinggalan pesawat,” cerocos Skala. Ia masih mengobrak-abrik isi tasnya. Berharap paspornya segera ia temukan.

Sedang, Vino justru tengah mengelus dadanya sabar. Kalau tak ingat Skala adalah sahabatnya, mungkin Vino sudah menenggelamkannya ke lautan. Berulang kali ia menghela napas sambil menatap Skala yang masih mencari paspornya yang katanya hilang itu.

“Paspor lo ada di gue. Kan ta— ”

“Lo ambil paspor gue?” Skala memotong cepat perjataan Vino.

Mendapat tuduhan tak mengenakkan dari Skala, Vino hanya bisa mendengkus kesal. “Heh, emang tadi siapa yang nitipin paspornya sendiri sama gue. Takut katanya kelupaan,” sindir Vino.

Awalnya, Skala akan protes dengan kalimat yang Vino ucapkan. Namun urung ketika dirinya mengingat jika Skala tadi memang telah menitipkan paspornya pada Vino. Akhirnya, Skala hanya bisa cengengesan tak jelas setelahnya.

“Kenapa lo nggak ngomong dari tadi, sih. Gue udah cemas kalau paspor gue ketinggalan atau hilang.”

Vino memutar bola matanya malas. “Gimana gue bisa ngomong kalau lo aja nyerocos dari tadi nggak berhenti-berhenti,” kesal cowok itu.

Skala tertawa seolah tanpa dosa, kemudian merangkul pundak Vino dengan riang. Mereka berdua sama-sama sibuk dengan obrolan-obrolan kecil yang mereka lontarkan sambil berjalan. Karena terlalu asik dengan dunia mereka sendiri, Skala dan Vino tak sengaja menabrak seseorang sampai ponsel yang ada di genggaman Skala dan cowok itu terjatuh.

Sorry,” ucap orang itu sambil membungkuk mengambil ponsel miliknya. Namun setelah cowok itu menegak dan bersitatap dengan mereka, setelahnya Skala menegang dengan tak melepaskan pandangannya sedikit pun dari remaja laki-laki berkacamata dengan tudung hoodie kebesaran yang ada di depannya.

“Angkasa!”

Grep!

Tanpa aba-aba Skala langsung memeluk cowok yang ada di depannya itu. Hanya beberapa detik, karena setelahnya cowok itu mendorong kasar tubuh Skala yang sudah dengan lancang memeluknya dan apa katanya tadi? Cowok asing di depannya ini menyebutnya Angkasa?

“Apa-apaan sih lo? Lancang banget meluk gue. Dasar orang sinting!” marahnya.

Walau masih terkejut dengan apa yang adiknya katakan, namun Skala kembali mendekat. “Sa, ini gue Skala.”

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang