67. (Tidak) Ada Yang Baik-Baik Saja

1.3K 159 33
                                    

Happy reading  ........

Sampai sejauh mana rasa kehilangan itu,
jika saja rasa sakitnya masih terus
beradu dengan waktu.



—  L O S E  —

.


.



.





.









Binar mata yang sempat hilang itu kini mulai terlihat lagi kala ia membuka matanya, ia mendapati Skala yang tengah tersenyum dan menemaninya.

Ya, Angkasa selalu percaya jika Skala pasti akan kembali. Dan mungkin mulai hari ini. Angkasa mengerjapkan matanya beberapa kali dan bangkit terduduk. Ia lantas tersenyum saat melihat sosok yang tengah duduk di meja belajar itu.

“Skala,” panggilannya.

Yang di panggil namanya itu menoleh ke belakang sambil tersenyum manis. “Sa, lo udah bangun.”

“Skala, lo kok ada di situ? Lo kapan pulang?” Angkasa segera turun dari ranjang dan mendekat ke arah Skala.

Lagi-lagi Skala tersenyum. “Gue nggak ke mana-mana, Sa. Gue selalu ada di sini.”

Lalu Angkasa membalas senyuman itu tak kalah lebarnya ia juga memeluk Skala tiba-tiba. Seolah tak ingin melepaskannya. “Skala, jangan tinggalin gue. Gue takut lo kemarin pergi.”

“Gue nggak pergi. Nggak akan pernah pergi. Gue selalu ada sama lo, Sa. Gue juga nggak akan pernah ninggalin lo.”

“Janji ya?” ucap Angkasa sambil melepaskan pelukannya.

“Iya, gue janji.”

Rasanya, Angkasa tak akan melewatkan satu detik pun hari ini. Setelah malam kelam yang ia lewati akhir-akhir ini, sekarang ia bisa bernapas lega. Karena pada kenyataannya, mereka semua salah. Skala tidak pergi, ya Skala akan selalu di sini bersamanya.

“Sa, ayo main di halaman belakang?”

Dan saat itu juga Angkasa mengiyakan. Ia dengan semangat melangkah keluar dari kamarnya dan menuju halaman belakang.

“Kala, kita mau main apa di sini? Cuma ada bola basket.” Angkasa bersuara. Ia juga masih ingat jika Skala tak bisa bermain yang berat-berat seperti ini. Angkasa mengkhawatirkan kondisinya.

“Ya, kita main basket aja. Udah lama gue nggak main basket sama lo. Terakhir pas lo masih SMA ya, ‘kan?”

Tak setuju, Angkasa merebut bola basket di tangan Skala kemudian. “Skala, lo nggak ingat gimana terakhir kali lo pas kita main basket? Gue nggak mau lo kenapa-napa.”

“Gue udah sembuh, Sa. Sekarang gue udah sembuh. Jadi lo nggak perlu khawatir.” Skala bahkan sekarang tengah berlari mengitari halaman luas ini sambil tersenyum lebar. “Lihat Sa, gue udah bisa lari dengan bebasnya. Ayo sekarang kita main.”

Karena Skala sendiri yang bilang dia sudah tidak kenapa-napa, maka saat ini Angkasa ikut menyunggingkan senyumannya dan berlari ke arah Skala sambil membawa bola basketnya.

Mereka bermain basket tanpa kena lelah. Dengan sesekali tertawa saat salah satu dari mereka berhasil memasukkan bola itu ke dalam ring. Skala tak berbohong, dia benar-benar sudah sembuh sekarang.

Sampai akhirnya Nata yang memang setiap hari datang ke sini, kini melangkahkan kakinya menuju halaman belakang setelah mendengar suara tawa dari tempat itu.

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang