Happy reading .....
Semesta tidak jahat, hanya saja semesta
sedang melihat seberapa kuatnya
kamu.— L O S E —
.
.
.
.
Nata menghentikan motornya tepat di depan rumah ayahnya. Membuka helem full face yang ia kenakan, Nata tak mengerti mengapa rumah ini ada begitu banyak orang. Lebih tepatnya polisi.
Turun dari motornya, Nata segera menghampiri salah satu polisi yang ada di depan rumah itu. “Ini ada apa ya, Pak?” tanyanya to the point.
Tak langsung menjawab, polisi itu justru lebih memilih untuk menatap Nata dari ujung atas hingga bawah. Hingga akhirnya berkata, “Anda siapanya Bapak Hendra?”
“Saya anaknya.” Ya, walaupun hubungan mereka tak pernah baik, tapi mau seburuk apa pun Hendra, itu tak mengurangi fakta jika dia tetap ayahnya.
Pria itu menghela napas. “Kamu tahu di mana Pak Hendra sekarang?”
“Saya tidak tinggal dengan ayah saya. Saya ke sini karena ingin menemuinya,” jawab Nata jujur. Memang seperti inilah adanya. Namun, yang masih membuatnya tak mengerti, iyalah mengapa polisi ini justru terkesan tengah menginterogasinya?
Sebenarnya ada apa? Apa ayahnya melakukan kejahatan lagi?
“Sebenarnya ini ada apa, Pak? Kenapa mencari ayah saya?”
Lantas polisi bernama tag Putra itu pun menunjukkan selembar kertas di hadapan Nata. Surat penangkapan atas nama ayahnya. “Pak Hendra, diduga melakukan aksi percobaan pembunuhan kepada seorang remaja. Jika kamu tahu di mana keberadaan Pak Hendra, tolong kerja samanya untuk segera menghubungi kami.”
“Apa? Percobaan pembunuhan?” ulang Nata dengan nada tak percayanya. Apa lagi ini?
“Ya, Pak Hendra telah membuat seorang remaja terjatuh dari lantai dua di sebuah rumah sakit. Namanya Angkasa, dia terluka parah karenanya.”
Dan Angkasa? Nata masih mematung di tempat. Ada berapa banyak nama Angkasa di kota ini? Tidak mungkin Angkasa, saudaranya, ‘kan?
Shit!
Hingga di detik setelahnya, Nata buru-buru menaiki kembali motornya saat sadar jika dari hari kemarin Angkasa memang tengah menemani Skala di rumah sakit. Bukan kah kejadiannya ada di rumah sakit?
Tidak, Nata harap itu orang lain.
***
Skala mengerjapkan matanya beberapa kali. Dengan rasa pusing yang tiba-tiba datang, Setelah pandangannya terasa jelas, Skala lantas menatap ke sekelilingnya.“Kala, lo udah sadar?” Itu Vino yang lebih dulu bersuara. Cowok itu juga yang sejak tadi menemani Skala di sini. Sudah beberapa jam semenjak ia menemukan Skala pingsan, dan Vino bersyukur karena tak ada yang harus ia khawatirkan. Mengingat sekarang Skala terlihat baik-baik saja. Justru, saat ini ia lebih mengkhawatirkan hal lain.
Skala belum menjawabnya, cowok itu justru masih saja menatap ke seluruh arah. Dengan helaan napas panjang yang Vino dengar. Kemudian, Vino membantu Skala untuk duduk dan bersandar ke belakang dengan menaikkan sedikit ranjang yang tengah Skala tempati agar sahabatnya itu merasa lebih nyaman.
KAMU SEDANG MEMBACA
L O S E
FanfictionSEQUEL STORY "NOT YOU || BROTHERSHIP" Disarankan membaca story NOT YOU terlebih dahulu, agar tahu jalan cerita (story) ini. *** Mereka hanya setitik cahaya yang menginginkan bahagia. Mereka juga setumpuk luka yang ingin menemukan obatnya. *** "Lih...