Happy reading .......
Tidak ada harapan yang lebih di inginkan
ketika melihat kamu baik-baik saja.— Skala Prananta —
.
.
.
.
Terkadang, sebuah harapan hanya tinggal harapan. Tak ada yang bisa menjamin jika harapan-harapan yang dibangun akan menjadi sebuah kenyataan.Sama seperti yang tengah Angkasa rasakan. Bohong jika ia sudah bisa mulai berdamai dengan takdir hidupnya kini, kenyataannya ia masih kesulitan. Tapi Skala dan yang lainnya, selalu memberinya dukungan tanpa putus.
Apalagi Skala yang tak meninggalkannya. Kakaknya itu selalu ada di sisinya. Apalagi saat ia mengeluh pusing seperti sekarang. Skala senantiasa mengelus kepalanya tanpa henti.
“Masih pusing, Sa?” tanyanya. Ini sudah hari ketiga setelah mereka pergi ke taman tempo hari dan berakhir Angkasa yang mengeluh sakit kepala. Tiga hari ini pun Angkasa selalu kesakitan hingga terkadang membuat Skala mengabaikan kesehatannya sendiri karena selalu ingin menemani Angkasa. Skala juga tak mau kembali ke kamar rawatnya hingga membuat Diki meminta satu ranjang lagi. Beruntung kamar rawat yang Angkasa tempati begitu luas.
Tapi meski begitu, Skala lebih suka duduk di kursi yang ada di samping ranjang yang adiknya tempati. Seperti saat ini, Skala benar-benar menepati janjinya untuk tak meninggalkan Angkasa.
“Sakit, rasanya kepala gue mau pecah.”
“Gue panggilin dokter ya,” balasnya dengan nada khawatir.
Namun yang terjadi selanjutnya adalah, Angkasa menggeleng dan menahan lengan Skala. Yang membuat cowok itu hanya bisa menghela napas sabar.
“Gue nggak bisa lihat lo kesakitan gini, Sa. Gue bakal panggil dokter.”
“Jangan, gue nggak mau tidur lagi,” keluhnya. Karena sudah sejak kemarin dokter sering memberinya obat tidur agar rasa sakit itu bisa sejenak hilang. Tapi kali ini Angkasa tidak mau. Ia sudah banyak tertidur.
Meski saat ini tidak ada yang bisa ia lihat, semuanya hanya gelap, tapi Angkasa masih ingin mendengar suara orang-orang di sekitarnya.
Skala sendiri hanya bisa pasrah sekarang. Bahkan dalam keadaan sakit pun, Angkasa masih sama keras kepalanya. “Yaudah, Kalau gitu. Tapi kalau ngerasa sakit lagi. Langsung bilang sama gue.”
“Iya. Setelah ini hidup gue gimana ya? Kuliah gue, masa depan gue? Gue cuma bakal nyusahin semua orang.” Pikiran-pikiran itu yang sering kali hinggap di kepala Angkasa saat ini.
Ketakutan-ketakutan barunya setelah ia tak bisa melihat. Angkasa takut ia hanya akan menjadi beban. Baik untuk, Mama, Papa, dan Skala.
“Itu yang buat lo mau nyerah kemarin-kemarin, Sa?”
Dahi Angkasa mengernyit. Entah ini hanya perasaannya saja atau bagaimana, tapi suara yang Skala keluarkan begitu lirih. Meski ia masih bisa mendengarnya.
Angkasa mengangguk satu kali. “Iya. Gue takut Skala. Gue takut sama semuanya. Gue takut sama hidup gue sendiri di depan. Gue takut, karena dunia yang dulu bisa gue lihat aja begitu mengerikan. Gimana sekarang di saat dunia aja nggak mampu gue lihat.”
KAMU SEDANG MEMBACA
L O S E
FanfictionSEQUEL STORY "NOT YOU || BROTHERSHIP" Disarankan membaca story NOT YOU terlebih dahulu, agar tahu jalan cerita (story) ini. *** Mereka hanya setitik cahaya yang menginginkan bahagia. Mereka juga setumpuk luka yang ingin menemukan obatnya. *** "Lih...