15. Changed

1.3K 185 18
                                    

Happy reading .....

Saat semuanya perlahan berubah dengan tidak
semestinya. Hanya diri sediri yang bisa
dipercaya.

—  L O S E  —

.

.

.

.

.

Suasana malam ini terasa berbeda bagi Sena. Karena pada akhirnya ia menginap di rumah Skala untuk menemani cowok itu. Tidak hanya dirinya, sebenarnya ada Vino juga di sini.

Sena melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar yang ia ketahui milik Angkasa. Skala yang menceritakannya tadi. Karena kamar tamu akan dipakai oleh Vino, jadi Sena yang menempati kamar ini.

Pandangan cowok itu menyapu seluruh penjuru ruangan yang di dominasi warna hitam putih ini. Sena lalu mendudukkan dirinya di tepi ranjang, telapak tangannya meraih figura foto yang terpajang di atas nakas.

Dalam diam, ia mengamati foto dua orang yang sama-sama tengah tersenyum ke arah kamera

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dalam diam, ia mengamati foto dua orang yang sama-sama tengah tersenyum ke arah kamera. Perasaannya kembali berkecamuk saat melihat foto itu.

Apa yang salah di sini? Kalau Sena memang meyakini foto itu bukanlah dirinya, mengapa hati kecilnya seolah berkata berbeda?

Anehnya, Sena justru memikirkan bagaimana jika orang yang ada di foto itu memang dirinya? Keterlaluan memang, sudah jelas itu adalah fotonya Angkasa. Namun, Sena tak bisa mencegah pikirannya sendiri untuk tak berpikiran seperti itu.

“Sebenarnya lo siapa Skala? Kalau lo bukan siapa-siapa, kenapa gue selalu merasa aman saat di dekat lo?” gumamnya.

Sena kembali meletakkan figura foto itu ke tempat semula kemudian bangkit berdiri dan berjalan ke arah balkon kamar yang masih terbuka. Semilir angin malam yang terasa dingin semakin menambah kegundahan hati Sena.

Hingga tak lama, tepukan hangat pada pundaknya membuyarkan lamunan Sena. Ia kemudian menoleh ke belakang dan senyum Skala yang pertama menyambutnya.

“Lo kok di sini? Belum tidur?” Karena seingatnya tadi Vino memaksa Skala untuk istirahat. Tapi mengapa sekarang cowok itu justru berdiri di belakangnya?

“Lampu kamar gue tiba-tiba mati, Sen. Jadi gelap banget dan gue nggak bisa tidur,” jawab Skala tentu dengan sebuah kebohongan.

Sena mengangguk-anggukkan kepalanya. “Biar gue lihat.”

Kontan saja Skala menghentikan langkah Sena dengan memegang lengannya. Skala kemudian menggeleng pelan.

“Bukannya lo trauma sama ruangan gelap? Kalau lo ke sana, gue takut lo pingsan nanti.”

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang