Please, don't be a silent reader.
Happy reading .....
Keegoisan sering menempatkan kita pada
perasaan bersalah.— L O S E —
.
.
.
.
“Papa lihat akhir-akhir ini kamu sibuk banget. Setiap hari keluar ke mana? Sama siapa?”
Diki bersandar pada pembatas balkon di kamar sang putra. Ia melipat ke dua lengannya di depan dada seolah tengah menginterogasi Skala.
“Papa udah kaya emak-emak jaman sekarang yang nannya anak gadisnya kenapa baru pulang,” Skala terkekeh sebentar sambil melirik ke arah sang ayah.
“Kamu ya, orang Papa serius malah jawabnya sambil bercanda kaya gitu.”
Cowok itu hanya menyengir lebar setelah mendengar gerutuan sang papa. Hah, Skala jadi merindukan moment-moment ini. Karena beberapa minggu belakangan ini ia begitu sibuk.
Awalnya memang hanya sibuk tentang tugas kuliahnya. Tapi setelah libur, Skala malah mendapatkan kesibukan baru untuk bertemu dan mengingatkan Angkasa tentang dirinya.
“Pa ...., ” panggilnya.
Diki menatap sang putra yang ketara sekali tengah memikirkan suatu hal. “Kenapa? Mau ada yang kamu bicarakan sama papa?”
Menghela napas berkali-kali, Skala lantas membalas tatapan papanya dan dengan ragu Skala berkata, “Akhir-akhir ini aku sering ketemu sama Angkasa.”
Hening, Skala memilih menjeda kalimatnya sejenak hanya untuk melihat raut wajah sang papa yang terlihat sama tegangnya dengan dirinya. Sedang, Diki kini sedang mencobq menjadi pendengar yang baik.
“Tapi Angkasa sama sekali belum ingat aku. Bahkan sekarang aku harus rela memanggil Angkasa dengan nama Sena,” ucapnya.
Barulah saat ini pria paruh baya itu mengerti dengan apa yang Skala bicarakan. Ia menepuk beberapa kali pundak sang putra. “Aku belum bisa bawa Angkasa balik ke sini dan ketemu sama Mama,” kata Skala lagi.
“Nggak papa, nanti kita bisa pelan-pelan mengingatkan Angkasa tentang siapa dirinya.” Ya, Skala memang pernah menceritakan hal ini dengannya. Namun saat itu ia masih begitu sibuk mengurus perusahaannya. Jadilah, Diki belum sempat bertanya lebih lanjut tentang hal ini pada Skala.
Skala mengalihkan pandangannya dan menatap langit malam yang begitu gelap. Tak ada satu pun bintang malam ini. “Masalahnya nggak sesederhana itu Pa, Angkasa ke sini Cuma liburan.”
“Liburan? Jadi itu artinya Angkasa nggak akan tinggal di sini?” Kaget, tentu saja karena Diki kira saat ini Angkasa sudah kembali lagi menetap di sini.
Skala mengangguk. “Satu bulan. Cuma satu bulan Angkasa di sini dan sekarang tinggal dua minggu lagi. Dan Skala belum berhasil buat Angkasa ingat tentang kita, Pa.”
Pria paruh baya itu menghela napas, ini terlalu rumit dan jika Angkasa kembali lagi ke negara itu, bukan tidak mungkin mereka tidak akan mempunyai kesempatan lagi untuk bertemu dengan Angkasa.
“Skala, bisa kamu minta nomornya Bram pada Angkasa?”
“Bisa aja, Pa. Tapi alasan apa yang harus aku kasih sama Angkasa nantinya?”
KAMU SEDANG MEMBACA
L O S E
FanfictionSEQUEL STORY "NOT YOU || BROTHERSHIP" Disarankan membaca story NOT YOU terlebih dahulu, agar tahu jalan cerita (story) ini. *** Mereka hanya setitik cahaya yang menginginkan bahagia. Mereka juga setumpuk luka yang ingin menemukan obatnya. *** "Lih...