28. The Universe Is Still The Same

1.6K 208 72
                                    

Happy reading .....

Bahkan, di saat semuanya telah berubah.
Semestanya akan tetap sama. Tetap
berpusat pada Angkasa.

—  L O S E  —

.





.




.




.





Sudah satu minggu berlalu, dan Sena belum tahu Skala berada di mana. Rumahnya pun selalu terlihat sepi saat Sena datangi. Bahkan chat darinya pun sama sekali tidak Skala baca. Harusnya, Sena senang karena sudah tidak ada lagi yang mengganggu dirinya. Tapi mengapa kini perasaannya seolah mengatakan hal yang berbeda?

Sungguh ia tak menyukai situasi seperti ini. Ternyata, ia lebih merasa senang saat diganggu sosok itu. Seseorang yang baru Sena percaya bahwa dia adalah kakak tirinya.

Sama seperti Nata, Skala ternyata adalah saudaranya juga. Entah mengapa akhir-akhir ini ia jadi merasa berdosa karena telah melupakan Skala. Bagaimana dia yang selalu berusaha mengembalikan ingatannya pun, justru tak pernah Sena hargai usahanya.

Ia tak pernah percaya saat Skala mengatakan bahwa ia adalah Angkasa. Dalam lamunannya, Sena terkekeh pelan.

Angkasa, ya?

Bahkan ia masih asing saat menyebut dirinya sendiri sebagai Angkasa.

“Sen?” Hingga seruan serta tepukan hangat di bahunya kini membuyarkan lamunan Sena. Ia menoleh ke belakang dan mendapati Kean di sana.

“Suram banget kamar baru lo sih, Sen. Hitam sama putih doang. Mau gue bantuin sulap kamar lo biar jadi lebih berwarna nggak?” ucap Kean antusias dengan memperhatikan seluruh penjuru kamar baru milik sahabatnya itu.

Ya, mereka sudah pindah ke rumah baru dan Kean yang memang tak bisa berjauhan dari sang sahabat pun hampir setiap hari datang ke rumah Sena.

Sedang, Sena sendiri justru mengabaikan ucapan Kean barusan. Cowok itu lebih memilih bangkit dan berjalan menuju balkon kamarnya dan diikuti Kean setelahnya.

“Lo kenapa sih, galau banget mukanya?” ucap Kean lagi. Ia bisa melihat dengan jelas wajah sang sahabat yang memang terlihat suram itu.

Lama, Sena tak menjawab perkataan Kean hingga membuat cowok itu jengah sendiri dengan ke bungkaman  sahabatnya itu. Namun setelah lima menit berlalu, Sena akhirnya membuka suaranya.

“Lo percaya nggak kalau gue itu sebenarnya Angkasa?” Sena menatap manik mata sang sahabat dalam dengan Kean yang hanya mengangguk kaku sebagai tanggapan atas pertanyaan yang Sena ajukan.

“Kalau Skala, lo percaya nggak kalau dia itu Kakak gue?” tanya Sena lagi.

Lagi-lagi Kean hanya mengangguk sebagai jawaban. Jujur, ia tak tahu ke arah mana pembicaraan sahabatnya itu.

“Kenapa ya hidup gue jadi kaya gini. Capek banget gue. Lo tahu ‘kan gue itu paling nggak bisa dibohongi?”

Untuk pertama kalinya sejak saat itu, Sena mengeluarkan isi hatinya pada Kean. Memang hanya secara singkat, tapi Kean sungguh tahu kesulitan apa saja yang sedang sahabatnya itu hadapi.

Kean mengalihkan pandangannya, menatap lurus ke depan. “Gue tahu, Sen. Gue juga sama paling nggak suka dibohongi. Tapi jujur, gue udah tahu kalau lo itu adalah Angkasa tepat dua minggu sebelum kejadian itu.” Jujur Kean.

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang