Happy reading .....
Tentang sebuah rasa menyakitkan, sering datang
tanpa aba-aba. Hingga meninggalkan jejak
parah tak terkira.— L O S E —
.
.
.
.
Sudah 2x24 jam Skala tertidur dengan nyamannya. Seolah begitu tenang tanpa terusik apa pun, dan selama itu juga Angkasa tak pernah lelah menemai Skala di rumah sakit ini sekalipun belum ada tanda-tanda jika kakaknya itu akan membuka mata.
Seperti pagi ini, Angkasa kembali terbangun setelah tertidur bersandar di samping ranjang Skala. Angkasa menegakkan lehernya yang terasa begitu pegal.
Lalu, tatapannya beralih menatap wajah pucat Skala dengan sendu. “Good morning.”
“Lo belum mau bangun ya?” ucapnya lagi disertai senyum tipis yang mengembang di wajah Angkasa.
Ia lalu membenarkan letak selimut Skala. “Nggak papa, gue bakal tunggu lo sampai bangun.”
Tangan sebelah kanan Angkasa beralih memijit pelipisnya pelan kala terasa berdenyut menyakitkan. Terasa pusing, tubuhnya lelah dan Angkasa merasa tubuhnya juga bersuhu tinggi. Tapi tetap ia abaikan.
Rasa pusing ini masih belum ada apa-apanya dibanding dengan apa yang Skala rasakan saat ini. Mulai detik ini Angkasa tak akan manja dan mengeluh hanya karena rasa sakit yang terbilang sepele ini.
Sampai akhirnya pintu ruangan dibuka. Angkasa menoleh ke belakang, di sana ada mama dan papanya yang sedang beriringan melangkah masuk.
“Angkasa, kamu pulang ya, Nak. Kalau belum mau masuk kampus nggak papa. Tapi lebih baik kamu istirahat dulu di rumah.” Dita sudah berdiri di samping tempat duduk Angkasa dan menyuruh putra bungsunya itu untuk pulang.
Mengingat, wajah Angkasa terlihat begitu kusut dan lelah. Ia tahu bahkan dua hari ini Angkasa baru bisa tertidur di pukul 3 pagi dan akan bangun lagi di jam 6 pagi.
Tidur Angkasa sudah pasti tidak nyenyak ditambah dua hari ini Angkasa juga tak mau meninggalkan rumah sakit. Dita hanya berjaga-jaga, ia tak mau jika putra bungsunya nanti ikut sakit juga.
“Aku masih mau di sini, Ma.”
Dita menghela napas. “Mama lihat kamu udah capek. Jadi nurut ya, kamu pulang dan istirahat. Nanti malam atau besok kamu bisa balik lagi ke sini.”
“Iya, Papa lihat muka kamu udah kusut banget itu. Jadi turutin apa kata Mama kamu. Istirahat di rumah ya.” Rupanya Diki juga ikut membujuk agar Angkasa mau pulang.
Tapi tidak semudah itu. Angkasa benar-benar malas untuk pulang. Ia hanya ingin di sini. Menemani Skala sampai kakaknya itu mau membuka matanya.
“Aku masih mau di sini, Ma. Aku mau nunggu Skala sampai dia sadar,” lirih Angkasa. Entah mengapa ia tak mampu untuk menatap balik mama atau papanya.
“Nggak! Kamu harus pulang. Mama tahu kamu udah capek.”
“Aku masih mau di sini,” balas Angkasa lagi yang membuat Dita memijit pelipisnya pelan. Putranya ini begitu keras kepala. Padahal Dita saat ini juga tengah menghawatirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L O S E
FanfictionSEQUEL STORY "NOT YOU || BROTHERSHIP" Disarankan membaca story NOT YOU terlebih dahulu, agar tahu jalan cerita (story) ini. *** Mereka hanya setitik cahaya yang menginginkan bahagia. Mereka juga setumpuk luka yang ingin menemukan obatnya. *** "Lih...