Epilog

1.6K 109 32
                                    

Happy reading ......

Pada dasarnya, meski bentuk bahagia itu ber
beda-beda. Tapi bahagia itu nyata adanya.

— Angkasa C. Bramanta —

.

.

.

.


“ANGKASA!”

Teriakan itu menggema di tempat ini. Bandara, menjadi saksi pertemuan mereka bertiga lagi. Ya, pada akhirnya Angkasa memutuskan untuk ikut Nata dan Vino ke sini. Oh, bukan hanya mereka, tapi Kean juga ikut. Negara yang sudah empat tahun ia tinggalkan, akhirnya ia pijaki lagi setelah Angkasa cukup menegarkan hatinya. Karena selama empat tahun ini, ia tak pernah datang lagi ke sini. Dan hari ini, sepertinya ia akan membuat bagian cerita yang berbeda.

Galen juga Cio langsung berhamburan memeluk sahabatnya yang begitu mereka rindukan. Selama empat tahun, ini bukan pertemuan pertama mereka. Karena saat libur kuliah pun, mereka berdua suka menyempatkan waktu untuk datang ke tempat Angkasa.

Tapi memang sudah hampir setengah tahun mereka tak bertemu hingga membuat rasa rindu itu begitu membuncah. Mereka berdua selayaknya anak kecil yang tengah memeluk temannya di tengah keramaian.

“Lepas, malu anjir!” Dan nyatanya, selama itu juga nada sarkas Angkasa tak berubah.

“Kaya sama siapa aja. Ngapain malu, lo ‘kan sahabat gue sendiri,” ujar Galen tanpa dosa. Dan Angkasa langsung menyentil kening sahabatnya itu.

“Bukan sama lo, tapi sama orang-orang di sini, bego!”

Walau jarak memisahkan mereka, tapi hubungan ketiganya sebagai sahabat, tak pernah berubah sama sekali.

“Woy, masih ada orang di sini. Kapan kita perginya,” ucap Nata dengan sedikit kesal. Ya, begitulah mereka. Jika sudah bertemu satu sama lain, akan melupakan kehadiran orang-orang di sekitarnya.

Barulah saat itu juga, Cio dan Galen kompak menoleh ke arah Nata dan yang lainnya. Kaca mata hitam, topi, juga masker yang Nata kenakan, sungguh seperti penyamaran yang sempurna.

Sebenarnya, mereka masih tak habis pikir, bukannya Nata hanya seorang model? Bukan seorang artis atau idol? Mengapa kesannya dia seperti tengah menyamar? Bahkan di tempat ini, Cio yakin jika tidak ada yang mengenal anak itu.

“Yaudah ayo, kita ke tempat gue dulu,” kata Vino. Rencananya, selama dua minggu ini, mereka akan tinggal di rumah Vino.

Mereka akhirnya keluar dari bandara. Dengan Cio dan Galen yang memang sengaja membawa mobil sendiri-sendiri. Mereka terbagai menjadi dua dan masuk ke mobil masing-masing. Mereka benar-benar pergi ke rumahnya Vino seperti yang cowok itu katakan di awal.

Mereka di sambut oleh kedua orang tua Vino. Makan malam bersama, dan setelah itu mereka menyuruh enam orang itu untuk beristirahat, termasuk Cio dan Galen yang rencananya ingin menginap di sini. Ya, tentu mereka masih merindukan Angkasa dan ingin mengobrol banyak dengan sahabatnya itu.

Mereka bertiga ada di dalam satu kamar yang sama. Berdiri di balkon kamar dengan menatap bintang-bintang yang bertaburan di atas langit malam, sangat indah.

“Lo nggak mau menetap di sini lagi, Sa?” Hingga Cio, menjadi orang pertama yang membuka suaranya. 

Helaan napas Angkasa terdengar lebih jelas. “Gue nggak tahu.”

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang