32. Welcome Home

1.6K 190 37
                                    

Happy reading .....

Karena pada dasarnya, mau sejauh mana pun
berlari, rumah akan tetap menjadi tempat
berpulang paling abadi.

—  L O S E  —

.
.

.
.

.
.

“Jadi lo masih punya peluang untuk ingat tentang masa lalu lo, Sa?” Skala bertanya dengan heboh dan antusias.

Sedang yang ditanya hanya duduk santai sambil menikmati coklat panas yang telah ia minum hingga menyisakan setengah. Ia menatap kelima pasang mata itu dengan jengah. Karena sejujurnya sejak tadi mereka tak berhenti menanyakan tentang amnesia yang ia alami.

Yup, sekarang mereka sedang ada di sebuah  kafe. Duduk melingkar seperti tengah menginterogasi Angkasa. Sebenarnya yang banyak bertanya tentu Skala, tapi tetap saja pertanyaan yang Skala lontarkan tak ada habisnya.

Sedang Cio, Galen, Vino, serta Kean lebih banyak menyimak dengan sesekali menimpali. Tapi sungguh untuk sekarang Angkasa sudah lelah untuk menjawab semua pertanyaan yang Skala ajukan.

“Kata dokternya sih, gitu. Katanya masih punya peluang untuk ingat kembali walau perlu membutuhkan waktu yang nggak sebentar.” Itu Kean yang menjawab. Ia tahu pasti sahabatnya itu sudah malas untuk menjawab pertanyaan ini.

“Tapi lo masih ngerasain sakit nggak sih, Sa. Waktu mengingat tentang masa lalu lo?” tanya Cio penasaran.

“Ya tergantung,” jawabnya santai.

“Tergantung gimana? Kalau jelasin jangan setengah-setengah dong, kita penasaran juga.” Jika bukan sahabatnya, Galen sungguh ingin melemparkan Angkasa ke tengah lautan sekarang juga.

Rupanya sikap mengesalkan Angkasa sudah kembali.

Angkasa menyandarkan tubuhnya ke belakang. “Udahlah, gue malas bahas ini.”

“Yaudah deh, besok-besok lagi bahas hal ini.”

“Nggak ada besok-besok gue udah nggak minat bahas hal itu,” balas Angkasa cepat seolah tak mau kalah dari Skala. 

“Tapi sumpah nih ya, lo ngeselin banget, Sa waktu amnesia kemarin-kemarin. Apalagi perlakuan lo sama Skala. Pingin banget gue nampol lo.” Setelah sejak tadi diam, kini Vino ikut bersuara yang langsung mendapatkan tatapan tajam dari Angkasa.

“Gue masih amnesia sampai sekarang kalau lo lupa,” ketusnya.

“Berarti lo masih ngeselin, ya nggak Kala?” Vino yang memang duduk di sebelah Skala pun kini menyenggol lengan sahabatnya itu meminta persetujuan atas ungkapannya.

Sedang Skala hanya tertawa kecil menanggapinya. Angkasa? Dia justru sudah mendengkus kesal.

“Tapi yang Vino bilang itu benar lho, Sa. Lo masih ngeselin banget.”

“APA LO BILANG?!” tatapan tajamnya serta suara yang menggelegar dari Angkasa membuat mereka semua, kecuali Angkasa menutup kedua telinganya masing-masing.

Skala masih mempertahankan tawanya. “Gue bercanda kali, Sa. Malu tahu lo teriak-teriak kaya gitu.”

“Biarin!”

“Woylah Angkasa sahabat sehidup semati gue udah come back!” heboh Galen yang mendapatkan anggukan setuju dari Galen.

“Benar, Len. Sahabat kita sudah sepenuhnya jadi Angkasa.”

L O S ETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang