Bak mandi kini telah siap, Ishvara melepas kain yang masih menempel ditubuhnya dibantu oleh Eria. Tubuhnya dia sandarkan pada bak mandi. Ishvara menikmati hangatnya air di sekujur tubuhnya. Pijatan lembut yang dilayangkan Eria perlahan membuat matanya terpejam. Tak membutuhkan waktu yang lama kini Ishvara telah menyelesaikan ritual mandinya.Wanita itu mendudukkan tubuhnya tepat di kursi sambil melakukan beberapa pekerjaan di meja kerjanya. Banyak pekerjaan yang sempat dia tunda karena dia tinggal berlatih pedang tadi pagi. Cukup lama Ishvara menghabiskan waktu untuk duduk. Kepalanya kini terasa berdenyut, tulisan-tulisan yang ada di depannya tampak kabur. Tubuhnya tak kuasa menopang hingga Ishvara memutuskan menidurkan kepalanya di meja.
Matanya kini mengerjap mendapati dia masih berada di tempat semula. Matanya melihat ke arah jendela, langit sudah mulai gelap. Artinya dia sudah tertidur cukup lama. Ishvara menyandarkan tubuhnya pada kursi. Keringat dingin mengalir dari sela-sela rambutnya.
Angin malam berhembus membuat tubuhnya menggigil. Ishvara menatap pintu balkon yang masih terbuka, ekor matanya juga melirik ke arah perapian yang masih belum dinyalakan. Ishvara memegangi kepalanya yang masih berdenyut. Langkahnya perlahan mendekat ke arah balkon. Wanita itu segera menutup pintu balkon kamarnya dengan kasar lantaran tak kuat akan angin yang berhembus.
Kakinya menginjak lantai, langkahnya perlahan ia dekatkan ke arah perapian. Hawa panas sedikit terasa di sekitar perapian. Ishvara yakin perapian baru saja dinyalakan namun entah kenapa kini sudah tidak lagi menyala.
"Eria! Eria!" Teriak Ishvara mencari keberadaan pelayannya.
Ishvara menyampirkan kain di pundaknya untuk menutupi rasa dingin. Wanita itu berjalan cepat membuka pintu kamar. Namun pergerakannya terhenti ketika mendapati Duke Houston sang suami berada tepat di depan pintu kamarnya.
"Yang mulia Duke? Sedang apa Anda di sini?" tanya Ishvara sambil mengeratkan kain di pundaknya.
"Menemuimu." Mata tajam pria itu melirik ke arah perapian yang mati. Langkah besarnya bergerak maju memasuki kamar milik sang istri.
"Apa ada sesuatu yang ingin yang mulia katakan?" Ishvara bertanya mencoba menyembunyikan rasa canggung.
Duke Houston melangkah masuk tanpa permisi, lalu mendudukkan dirinya di sofa yang berada di samping meja kerja milik sang Duchess. Diikuti Ishvara yang duduk di seberangnya seolah menunggu sebuah kalimat keluar dari kerongkongan pria itu.
Duke Houston mengeluarkan beberapa lembar kertas dan menyerahkannya kepada sang istri. Ishvara membaca lembaran tersebut dengan saksama. Matanya melirik ke arah sang suami seolah memastikan.
"Ini merupakan dokumen penting. Mengapa yang mulia Duke memberikannya kepada saya?"
"Karena kau orang yang paling tidak dicurigai."
"Apa maksud yang mulia?"
Ishvara menatap dalam manik milik sang suami. Dia masih tidak mengerti mengapa dia diberikan tanggung jawab untuk menjaga surat penting dari kaisar.
"Aku banyak mendengar rumor dari luar. Orang-orang mengira bahwa hubunganmu denganku tidak baik."
Memang benar bahwa hubungan mereka tidak terlalu dekat. Tetapi Duke Houston banyak mendengar rumor bahkan sebelum dirinya menikah dengan Ishvara.
Ishvara merupakan wanita yang lebih memilih menyendiri dibandingkan berbaur dengan para bangsawan. Setelah hari pernikahan sang Duke juga langsung pergi ke wilayah perbatasan untuk berperang. Dan para bangsawan percaya bahwa hubungan sang Duchess dengan Duke tidak akan berjalan baik.
Mereka pasti tidak akan pernah berpikir Duke Houston akan memberinya tanggung jawab untuk menjaga dokumen penting milik Raja.
"Ini hanya untuk sementara Vara. Aku harap kau bisa menjaganya selama aku pergi ke wilayah Timur."
Pria itu berdiri dari posisinya lalu segera melangkahkan kakinya hendak keluar dari kamarnya. Ishvara turut berdiri dari duduknya.
"Yang mulia!"
Cegah Ishvara sebelum pria itu benar-benar keluar dari kamarnya. Wanita itu berjalan mendekat ke arah sang suami. Namun seketika tubuhnya limbung. Duke Houston segera menangkap pinggang ramping milik sang istri. Wajah Ishvara tampak pucat. Namun tangan wanita itu masih menggenggam lembaran kertas yang dianggapnya dokumen berharga.
"Tetapi saya tidak bisa berjanji, minggu depan akan ada pesta teh, dan saya akan mengundang para nona bangsawan untuk hadir. Lalu-"
"Aku akan menyisakan beberapa ksatria. Lebih baik kau serahkan urusan pesta pada pelayan. Wajahmu pucat."
"Saya tidak apa," wanita itu kini berbalik hendak kembali melangkah ke meja kerjanya.
Namun tubuhnya tersentak, Ishvara memekik ketika tubuhnya digendong oleh sang suami. Duke Houston mengangkat dan mendudukkan tubuh Ishvara di pinggir ranjang.
"Istirahatlah," Duke Houston berucap sembari memainkan ujung rambut milik Ishvara.
Matanya menatap lekat mata milik istrinya. Mata indah yang seakan membuatnya terhipnotis.
Bibir pria itu sedikit terangkat. Namun amat samar hingga Ishvara tidak menyadarinya.
Istrinya terlihat begitu indah di bawah sinar bulan, rambut panjang yang digerai, serta kulit putih yang bersih dengan mata yang tegas membuat wanitanya bagaikan karya seni yang tidak dapat dilewatkan.
Ishvara bergerak maju mendekatkan wajahnya pada sang suami yang kini masih berlutut di bawahnya. Wajahnya semakin mendekat sembari memberikan kecupan lembut di bibir sang suami. Ishvara masih memejamkan mata tak kuasa untuk menatap wajah pria di depannya.
Namun pinggangnya terasa ditarik mendekat. Duke Houston segera memperdalam ciuman di bibir wanitanya, tangan kasar pria itu mengusap tengkuk leher Ishvara. Ciuman yang berlangsung lama dan hangat membuat keduanya terhanyut. Hingga ciuman berakhir dengan napas keduanya yang memburu.
Ishvara masih diam mencerna tindakannya dengan napas yang masih memburu.
Jantung Ishvara berdegup kencang. Menjalani hidup selama 27 tahun di dunianya dahulu. Ishvara tidak pernah sama sekali berhubungan dengan pria. Dia bahkan tidak tahu harus bersikap seperti apa ketika menghadapi Duke Houston suaminya saat ini. Bahkan Ishvara tak menyangka ciuman akan sehangat ini. Entah ada angin dari mana rasanya tubuhnya tergerak secara alami.
Duke Houston mengambil alih kertas yang sejak tadi digenggam oleh istrinya. Pria itu menyimpannya di dalam sebuah kotak dan meletakkan di antara buku-buku yang berjajar di meja kerja.
"Istirahatlah aku akan membangunkanmu ketika makanan yang di antarkan pelayan tiba."
"Saya kurang nyaman ketika yang mulia berada disini."
"Anggap aku tidak ada."
Ishvara menggigit bibirnya geram sambil mengangguk menyembunyikan rasa tidak nyamannya. Sungguh rasanya dia ingin pria tersebut segera pergi dari kamarnya. Ishvara merutuki tindakan yang secara tiba-tiba mencium bibir sang suami.
Jika saja dia tidak melakukan hal memalukan itu terlebih dulu. Maka dirinya tidak akan merasa resah membiarkan Duke Houston berada di dalam kamarnya.
Wanita itu kini memilih memejamkan mata dan menyelimuti dirinya. Belum lama matanya terpejam ia merasakan ranjang bergerak. Kesadaran hampir sepenuhnya hilang. Namun dirinya masih bisa merasakan napas hangat terasa di dekat wajahnya. Kecupan lembut tiba-tiba melayang di puncak kepalanya. Tak ada yang bisa ia lakukan. Karena matanya sudah benar-benar hampir tertutup. Nyaman, perasaan yang membuat Ishvara terlelap lebih nyenyak setelahnya.
Asher tahu bahwa kemungkinan kecil cinta bisa tumbuh di pernikahan mereka. Mengingat setiap bangsawan sering kali terpaksa menikah dengan orang yang tidak mereka inginkan hanya demi menjaga status dan meneruskan kehormatan keluarganya.
Pasti akan sulit baginya, dan Asher memahami itu. Dia hanya ingin menjadi kepala keluarga yang bertanggung jawab terlepas dari segala rumit buruk tentang mereka.
"Asher, aku harap kau mengingat namaku Vara," gumam pria itu dengan nada hangat yang tidak pernah di dengar sebelumnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cruel Duke and Duchess
Fiksi UmumHidupnya terasa berubah dalam semalam. Ishvara terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya tengah berada di tubuh Ishvara Berenice. Yaitu tokoh utama wanita yang bukunya sempat dia baca di kehidupan sebelumnya. Kini dia harus membiasakan diri deng...