XXXIII - Rival

7.7K 617 2
                                    

Jari tangannya sibuk mengetik kata-kata. Matanya terlihat fokus menatap layar monitor tanpa memedulikan sekelilingnya. Kedatangan Aluna yang kini tengah berdiri di samping meja kerjanya pun tak disadari oleh Ishvara. Hingga wanita dengan rambut lurus tersebut mengetuk meja kerja.

Ujung matanya melirik kedatangan Aluna. Tubuhnya kini ia sandarkan pada kursi lalu bergerak mundur. Kedua tangan rampingnya terlipat di depan dada.

Aluna meletakkan beberapa lembar berkas di meja miliknya. Ishvara enggan menyentuhnya ketika ia membaca sekilas tulisan yang ada di kertas tersebut. Wanita itu kini menatap Aluna yang berdiri tepat di sampingnya seakan meminta penjelasan.

"Bukankah ini tugasmu?" tanya Ishvara dingin.

"Benar, tapi bukankah orang itu menyuruhmu untuk mengerjakan tugasku? Sama seperti tugas sebelumnya," jelas Aluna tersenyum penuh kemenangan.

"Apa ini juga perintahnya?"

Tak ada jawaban dari Aluna. Ishvara berdecak lalu berdiri dari kursinya. Tangannya kini menumpu tubuhnya di atas meja. Sorot matanya menatap Aluna tanpa rasa takut.

"Aku tidak mengerti alasanmu terus mengganggu ku. Aku datang ke perusahaan ini dengan niat baik. Apakah aku pernah mengganggumu Aluna? Jika iya maka katakan saja."

Aluna kini mengangkat sudut bibirnya seolah tak mempercayai perkataan Ishvara. "Tidak mengganggu ku? Ishvara, apa kau mengira aku tidak tahu mengenai pembicaraanmu dengan Supervisor itu? Ada beberapa karyawan yang mendengar perbincangan kalian dalam lift," ucap wanita itu berbisik namun masih dengan nada menahan kekesalan.

Ishvara kini menatap sekelilingnya. Wanita itu lantas menarik tangan Aluna untuk pergi dari mejanya dan membawa wanita itu ke area tangga darurat.

Pandangannya kini kembali melirik sekeliling memastikan bahwa tidak ada orang yang akan mengganggu percakapan mereka.

"Sekarang katakan apa yang membuatmu terganggu. Aku rasa masalah kita tidak akan selesai jika terus-menerus seperti ini."

Wanita berambut lurus itu berdecak kesal. "Baik, kau ingin aku mengatakan kesalahan yang mana?" tanya Aluna seolah kesalahan yang diperbuat Ishvara begitu tak bisa ia terima.

"Sejak awal."

"Dari perkataanmu sepertinya kau tidak mengingatku, Va?" Aluna berkata dengan tatapan yang terus memperhatikan perubahan ekspresi Ishvara. Satu alisnya terangkat.

Pandangan Ishvara yang semula menatap wajah Aluna kini menampakkan sedikit keterkejutan. Ishvara yakin tak pernah ada lagi yang memanggilnya dengan sebutan itu semenjak ia keluar dari kediaman Wylian. Perkataan yang dilontarkan Aluna kini membuat Ishvara terdiam. Ishvara kini tampak beradu dengan pikirannya.

"Apa kau Nana?" gumam Ishvara yang langsung dihadiahi decakan oleh Aluna.

Benar saja Ishvara bahkan tak mengenali teman masa kecilnya. "Apa alasanmu?" nada suara Ishvara kini tak terlalu angkuh dibandingkan sebelumnya.

"Kau bertanya? Bukankah seharusnya aku yang bertanya tentang apa alasanmu meninggalkanku?"

"Aku tidak mengerti maksudmu."

"Benar kau tidak akan mengerti. Disaat kecelakaan yang terjadi pada kedua orangtuamu. Apa kau sadar bahwa orang tuaku juga turut menjadi korban. Lalu kau pergi ke keluarga Wylian meninggalkanku yang saat itu tak memiliki siapapun lagi?!" Aluna bedecaak. Di mana kata-kata manis Ishvara ucapkan sewaktu itu. Ishvara mengatakan akan selalu menemani Aluna bersamanya. Tetapi Ishvara bahkan tak pernah datang kembali sejak keluar Wylian menjaganya.

Benar, Ishvara melupakan Aluna. Meskipun telah hidup bersama selama beberapa tahun ketika kecil.Bahkan Ishvara tidak mengetahui nama lengkap Aluna. Hanya nama panggilan masa kecil yang mereka ketahui. Selain itu bukan Ishvara tidak memikirkan teman semasa kecilnya ketika berada di kediaman Wylian. Namun keadaan lah yang membuatnya seperti ini.

Sejak awal hidup Ishvara berjalan seperti anak seusianya. Kedua orang tuanya bekerja di lingkup hukum dan bisnis. Sebenarnya keluarga Ishvara tak memiliki kerabat dan tidak membutuhkan adanya asisten. Namun pertemuan Ayah Ishvara dengan keluarga Aluna membuat perubahan. Rumah yang sejak awal hanya ditinggali oleh empat orang. Yaitu kedua orang tua Ishvara, kakaknya Max, dan Ishvara. Kini berubah menjadi kian ramai karena kehadiran keluarga Aluna.

Kehadiran keluarga tersebut pun disambut hangat seolah tak ada dinding pembatas. Kedua orang tua Aluna begitu mengabdi pada keluarga Ishvara hingga peristiwa tragis itu terjadi.

Saat itu suasana yang terjadi begitu kacau, tak ada orang dewasa yang mendampingi tiga anak tersebut. Di tengah kebimbangan. Max yang merupakan kakak tertua berusaha untuk menjaga Ishvara. Beserta Aluna yang sudah ia anggap sebagai adiknya.

Namun keluarga Wylian datang menawarkan diri untuk membantu dengan dalih bahwa Ayah Ishvara pernah membantunya. Max yang saat itu sedang bingung hanya menyetujui. Ia juga tak begitu tahu mengenai dunia luar.

Satu-satunya cara adalah pergi ke kediaman Wylian. Janji yang diberikan keluarga tersebut juga tak kalaah manis, Max yang saat itu masih berusia remaja tak bisa berpikir jernih. Remaja tersebut dengan tak rela melepas Aluna yang sudah ia anggap sebagai adiknya. Lalu membawa Ishvara untuk pergi bersamanya.

Ishvara yang saat itu masih tak memahami apa yang terjadi hanya mengikuti kakaknya. Namun sialnya mereka malah terperangkap. Janji manis yang dikatakan oleh keluarga Wylian hanyalah sebuah kebohongan. Rasanya kedua saudara tersebut seperti terkurung dalam sangkar. Bahkan Ishvara tak sempat memikirkan Aluna lantaran kondisi mereka yang benar-benar terdesak.

Tetapi Ishvara yakin tindakannya saat itu jauh lebih tepat. Ia tak mungkin membawa Aluna setelah mengetahui semua perlakuan buruk keluarga Wylian padanya.

"Apa kau tahu? Aku tumbuh dan tinggal di panti. Sedangkan kau hidup berkecukupan dan bisa melakukan apapun yang kau sukai. Tidakkah menurutmu aku sampai di posisi ini secara mati-matian?"

"Lantas kau masih ingin merebut posisiku?"

"Aluna, aku tidak bermaksud."

Aluna hanya mengangkat sudut bibirnya tak percaya. Yang wanita itu yakini Ishvara dengan sengaja melupakannya.

"Jangan membohongiku. Kau selalu bermulut manis sejak kecil-"

"Dengarkan aku!" Potong Ishvara dengan nada yang ikut meninggi.

"Jika aku merasa bebas melakukan apapun, lalu menikmati kehidupan ku. Maka aku pasti akan mengingatmu. Aku tak memiliki pilihan lain selain diam. Bahkan bergerak pun disana terasa sesak."

"Kau pikir aku percaya?" geram Aluna mengeratkan giginya.

"Tidak. Kau tidak harus percaya. Tapi satu hal yang harus kau tahu. Max menghilang di kediaman itu. Bahkan keluar dengan membawa nyawa dari kediaman Wylian adalah keberuntungan paling besar bagiku."

Ishvara tertawa renyah menyembunyikan kekecewaannya mengingat kembali kenangan buruknya.

"Tidak ada yang menikmati hidupnya. Kau, ataupun aku. Jika aku bisa mengulang waktu. Maka aku akan lebih memilih hidup di panti dibandingkan harus berada di sekitar keluarga Wylian."

Wanita itu menyandarkan punggungnya pada tembok. Raut wajah Ishvara tampak begitu putus asa. Jari tangannya memijat pelipisnya meredakan rasa panas dalam diri serta kepala yang berdenyut nyeri.

"Percaya ataupun tidak. Itu semua terserah padamu Aluna."

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang