Kave berdiri dengan penuh konsentrasi dan keseimbangan, memegang anak panah yang tegang di tangannya. Wajahnya tampak serius dan terfokus pada target yang harus di capai, sementara kakinya menginjak tanah dengan ringan, untuk membantunya memperoleh keseimbangan.
Bola mata yang berwarna cerah terfokuskan pada sebuah titik. Napas beratnya mungkin saja terasa ketika seseorang berada bersebelahan dengan pria itu.
Rambutnya yang semula rapi kini sedikit berantakan terkena angin malam. Kave biasanya menghabiskan waktu malamnya untuk berlatih. Pria itu merasa berlatih memanah membantunya untuk lebih berkonsentrasi. Ia pun cukup menikmati olahraga yang satu ini.
Tangan Kave yang kasar dengan urat yang sedikit menonjol menarik tali busur dengan tegas, lalu melesatkan anak panah ke arah target. Panah yang tegas juga perlahan melesat menghiasi titik yang ada di papan dengan penuh presisi. Ini membuat Kave terlihat seperti sosok yang kuat. Apalagi rahangnya yang tegas tampak mengeras saat berlatih memanah.
Anak panah pertamanya kini telah melesat.
Kave yang sedang fokus berlatih, terusik mendengar suara keramaian yang muncul dari jauh di belakangnya. Meskipun begitu, pria itu masih tetap berusaha untuk meningkatkan konsentrasinya pada target yang harusnya dicapai. Namun matanya terpejam ketika suara itu masih tetap ada dan mengganggu konsentrasinya .
Dirinya tidak ada niatan mencoba untuk melihat siapa yang membuat suara tersebut, sampai tiba-tiba Ishvara muncul di hadapannya. Mengejutkan Kave yang akan kembali melesatkan anak panah.
"Vara?" tegur pria itu menurunkan busur serta anak panah yang dia bawa.
Tak berselang lama beberapa penjaga berlari dari belakang Ishvara. Tampaknya penjaga tersebut memang mengejar wanita di depannya.
"Maaf tetapi wanita ini memaksa masuk ke dalam. Padahal dia tidak mengisi daftar hadir tamu, bahkan berlari masuk begitu tiba-tiba."
Kave yang masih bingung meletakkan busur panahnya. Lalu berbalik ke arah dua
penjaga tersebut. Sebelum berbicara Kave melirik Ishvara. Wajah wanita itu terlihat resah. Mungkin ada sesuatu yang terjadi hingga membuatnya ketakutan sampai seperti ini. Kave dapat melihat pundak wanita itu bergetar sembari mencengkram erat ujung lengan kemeja yang ia gunakan.Tubuh besarnya kini dia gunakan untuk menutupi tubuh ramping Ishvara dengan wajah yang masih terlihat cemas.
"Tidak apa, dia tamu ku. Maaf, aku rasa dia terburu-buru." Kave menjelaskan kepada dua orang penjaga tersebut dengan senyuman tipis. Setelahnya mempersilahkan mereka untuk pergi meninggalkan dirinya dan juga Ishvara.
Ishvara memperhatikan setiap tindakan yang dilakukan Kave. Tidak tahu mengapa jantungnya terus berdebar tidak karuan. Rasa resah juga masih terus menyelimutinya.
Tetapi jika dilihat dengan seksama. Kave terlihat baik-baik saja. Ishvara setidaknya bisa bernapas lega. Namun, tetap saja dia tidak bisa terlalu tenang. Sampai saat ini Ishvara tidak tahu siapa yang mengirimkan kotak misterius itu ke apartemennya.
Tetapi dapat dipastikan orang tersebut tahu banyak mengenai Ishvara. Atau mungkin saja juga memiliki dendam. Tidak mungkin ada orang yang bisa menebak kemana dan dengan siapa dia pergi tanpa membuntutinya.
Kave telah membalikkan badannya. Menekan pundak Ishvara ketika wanita di depannya tak menanggapi satu pun panggilan yang dia ucapkan. Pandangan Ishvara terlihat kosong.
"Vara ada apa?" tanya Kave berusaha menyadarkan Ishvara dari lamunannya.
Pria itu menatap sekelilingnya. Mungkin sedikit tidak nyaman bagi Ishvara berada di ruang terbuka. Terutama sikap aneh yang wanita itu tunjukkan membuat Kave paham.
"Ikuti aku."
Pria itu menggenggam telapak tangan Ishvara. Mengambil alih sling bag, dan tas kain yang sebelumnya digenggam erat oleh wanita itu. Menuntunnya perlahan menuju ke unit apartemen miliknya.
Begitu kartu ditempelkan, pintu apartemen terbuka. Perlahan Kave mengisyaratkan Ishvara untuk masuk. Tetapi wanita itu masih saja diam ketika hanya ada mereka berdua.
"Katakan saja, sudah tidak ada siapapun lagi selain kita berdua."
Ishvara tidak menjawab justru wanita itu malah mengarahkan matanya menatap tas kain berukuran sedang yang baru saja diletakkan Kave. Pria itu mengikuti kemana arah mana yang dituju Ishvara.
Dengan raut penasaran dirinya membuka tas kain itu. Di dalamnya terdapat dua boneka dengan tampilan yang terlihat tidak layak. Salah satunya terlihat tidak asing. Serta ada satu boneka lain dengan jarum besar yang tertancap di pundaknya. Ada juga beberapa foto Iris dan dirinya. Membuat Kave mengangkat alisnya heran.
"Apa ada seseorang yang mencoba mengancammu?" tanya Kave dengan nada tegasnya.
Wanita itu memejamkan matanya. Pikirannya benar-benar kacau. Rasanya dia tidak bisa mengontrol tubuhnya. Perasaan dimana jantungnya berdebar lebih kencang daripada biasanya, terasa begitu aneh. Ishvara sama sekali tidak bisa tenang. Mungkinkah dirinya saat ini sedang mengkhawatirkan pria di depannya?
"Ini hanya ancaman. Jangan terlalu dipikirkan."
Ishvara tidak menyangka pria itu masih bisa tenang di saat seperti ini. Mengingat kembali kejadian yang menimpa Iris. Bukankah hal wajar jika Ishvara mengkhawatirkan Kave yang akan menjadi target selanjutnya?
"Bagaimana kau bisa begitu tenang?" tanya Ishvara dengan suara serak dan bergetar. Padahal sebelumnya suaranya baik-baik saja.
"Karena hal ini hanya untuk mengusik ketenanganmu."
"Tetapi bagaimana dengan Iris? Boneka ini menjelaskan dengan tepat. Bahkan luka di tubuh Iris juga terlihat persis seperti boneka. Bagaimana mungkin ada orang yang begitu tiba-tiba mengirim hal ini hanya dengan tujuan mengusik. Ini bukan hanya sekedar ancaman!" Ishvara menjelaskan dengan gamblang segala keluh kesahnya. Bagaimana dia begitu khawatir akan adanya seseorang yang akan mencelakai pria di depannya. Setelah kejadian yang menimpa Iris.
"Vara, tentang Iris hanyalah sebuah kebetulan. Iris sendirilah yang tidak berhati-hati."
"Lantas apa kau juga? Bagaimana jika ada seseorang di luar yang akan menargetkan mu ketika sibuk berlatih tadi?"
Bukannya menanggapi ucapan Ishvara dengan serius. Kave justru melangkah mundur dengan memiringkan sedikit kepalanya menatap lekat wanita cantik di depannya. Kali ini ia tertawa mendengar kalimat yang keluar dari mulut Ishvara. Sedangkan Ishvara hanya tersenyum kecut ketika ucapannya tidak ditanggapi serius.
"Apa kau mengkhawatirkan ku?" tanyanya pada Ishvara.
"Tidak masalah. Apa kau akan terus gemetar seperti ini-"
"Bagaimana jika aku bermalam di sini?" saran Ishvara tanpa berpikir panjang.
Kave pria itu segera mengubah raut wajahnya. Tangan miliknya mengusap kasar wajahnya yang terlihat lelah. "Vara, kau tau apa maksud dari ucapanmu?"
Kave menghela napasnya. "Bagaimana jika ini hanyalah umpan? Lihat, aku baik-baik saja dan bisa menjaga diriku sendiri,"sambungnya meyakinkan Ishvara.
Nihil, kata-kata penenang yang diberikan olehnya sama sekali tidak mempengaruhi Ishvara. Wanita itu dengan keyakinan penuh masih tetap ingin bersamanya dan memilih bermalam.
"Hanya malam ini," pinta Ishvara untuk yang terakhir kalinya.
Pria itu kini menyerah untuk membujuk. Lagipula ada baiknya Ishvara berada di sini. Tidak ada yang tahu apakah benar yang ditakutkan Ishvara akan terjadi. Tetapi setidaknya jika orang tersebut menargetkan Ishvara. Wanita itu berada di jangkauannya dan ia dapat menjaganya dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cruel Duke and Duchess
General FictionHidupnya terasa berubah dalam semalam. Ishvara terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya tengah berada di tubuh Ishvara Berenice. Yaitu tokoh utama wanita yang bukunya sempat dia baca di kehidupan sebelumnya. Kini dia harus membiasakan diri deng...