XXXXVII - Warmth

2K 151 3
                                    

Ishvara memandangi ponsel dalam genggaman tangannya tanpa berkutik. Kukunya mengetuk-ngetuk ujung ponsel sedang memikirkan sesuatu. Pembicaraan dengan Goerge ayah tirinya memang telah usai karena keduanya hanya bertanya mengenai kabar tanpa ada yang spesial.

Ayahnya itu hanya bercerita tentang teman-temannya. Bagaimana ia menikmati santapan hangat didalam rumah ketika hujan turun dan entahlah. Ishvara sendiri sampai lupa berapa banyak topik yang dibawakan oleh George dalam satu kali panggilan telepon.

Dari dalam jendela kamar utama awan di luar terlihat begitu pekat tanpa adanya bintang. Tidak seperti malam pada biasanya yang dipenuhi bintang. Terlihat jelas angin yang sedikit kencang bahkan sampai menggoyangkan ujung pohon yang ditanam di sepanjang jalan.

Matanya berkedip perlahan dengan napas yang teratur menatap pemandangan tersebut. Manik matanya kini teralihkan dan tertuju pada walk in closet. Di sana terlihat berbagai kemeja, kaos serta jas, dan berbagai macam dasi tersusun rapi yang menarik perhatian.

Langkah Ishvara maju perlahan mencoba mengamati lebih dekat. Tidak disangka ia tertarik pada salah satu kemeja berwarna hitam. Tangannya menyentuh lengan kemeja yang panjang merasakan bagaimana bahan dari kemeja yang menarik perhatian itu.

Kain yang terasa lembut dan dingin di saat yang bersamaan. Ishvara mengambilnya dari jajaran kemeja lain yang tergantung rapi. Dengan keyakinan penuh Ishvara mencoba meletakkan di depan tubuhnya. Butuh waktu sekitar tiga puluh detik hingga Ishvara benar-benar melepas gaun tidur yang dia gunakan. Kemudian menggantinya menjadi kemeja hitam.

Benar saja, kemeja pilihannya terlihat jauh lebih nyaman saat digunakan. Terlebih lagi panjang kemeja tersebut mencapai lutut dan hampir menutupi semua pahanya membuat Ishvara tidak berpikir panjang lagi mengganti gaun tidur yang sudah dia kenakan dengan kemeja hitam tersebut.

"Vara?" Kave membuka pintu kamar tepat ketika Ishvara berhasil memasang kancing paling atas dari kemeja yang dia gunakan. Ishvara terlihat tenggelam menggunakan kemeja milik Kave. Sedangkan gaun tidur yang sebelumnya dia kenakan sudah terlipat rapi di dalam paper bag.

Kave menatap Ishvara serius seolah meminta penjelasan dari wanita itu. Bagaimana tidak, ia dengan sengaja memberikan gaun tidur yang cukup nyaman namun Ishvara lebih memilih menggunakan kemejanya. "Kenapa tidak dipakai?" Kave kini bertanya dengan nada menginterogasi.

Ishvara menggaruk tengkuknya yang tidak gatal. Dirinya bingung bagaimana harus menjelaskan kepada pria di depannya. Haruskah dirinya mengatakan segala keluhannya mengenai gaun tidur yang dipesankan Kave kepada layanan apartemen? Ishvara rasa tidak perlu.

"Kupikir itu tidak cocok, maaf tidak berbicara lebih dulu sebelum meminjam pakaian mu."

Kave diam dengan ekspresi yang sulit diartikan membuat Ishvara meremas jari tangannya resah. Mata tajam pria jakun itu melirik ke arah paper bag yang berisikan gaun tidur.

Kave melangkah masuk ke dalam kamar menuju kasur dimana Ishvara meletakkan paper bag berisi gaun tidur. Tampak Kave yang membongkar isinya memastikan. Namun pergerakan menjadi terhenti ketika tangannya berhasil mengeluarkan sebuah pakaian dengan bahan lembut.

Pakaian tidur berwarna putih dengan model yang memperlihatkan bahu serta panjangnya bahkan hanya berukuran beberapa jengkal tangannya membuat Kave berdeham ringan. Lantas memasukkan kembali pakaian itu ke dalam paper bag. Pantas saja jika Ishvara lebih memilih menggunakan kemejanya daripada harus memakai gaun tidur yang dia pesankan.

"Mungkin layanan apartemen salah memahami maksudku. Seharusnya aku mejelaskan lebih detail."

Ishvara menggeleng kikuk memahami maksud pria tersebut. Ishvara juga sudah menduga kalau Kave sama sekali tak memiliki niatan lain. Ia juga tidak menganggap hal ini bisa dipermasalahkan.

Suara ketukan di pintu membuat keduanya teralihkan. Ishvara lebih dulu keluar dari kamar utama menuju pintu. Bertujuan untuk melihat dari kamera pengawas siapa yang datang. Namun wajahnya terlihat asing ditambah lagi orang tersebut memakai hoodie serta masker untuk menutupi wajahnya.

Kave yang juga hendak melihat langsung di hadang oleh Ishvara. Wanita itu segera berbalik menyembunyikan kepanikannya dengan mendorong dada Kave agar tidak mendekat ke pintu.

Tetapi lagi-lagi mereka dikejutkan dengan suara pintu kaca yang begitu nyaring. Sebuah batu berukuran besar dilemparkan dari bawah. Apartemen Kave yang berada di lantai tiga bukanlah tempat yang sulit untuk di jangkau. Terlihat pintu kaca balkon mulai retak meskipun hanya terlihat sedikit. Beruntungnya pintu kaca itu dibuat sedikit tebal.

Belum lagi di luar hujan mulai turun dengan deras disertai petir yang mulai menyambar. Seketika perasaan Ishvara begitu tidak karuan. Wanita itu menelan saliva-nya berharap agar tidak terjadi sesuatu yang buruk.

Dirinya belum mengetahui dengan pasti siapa pelaku dibalik semua ini.

Kave menuntun Ishvara kembali masuk ke dalam kamar. Pria itu menyadari keterkejutan dan keresahan Ishvara. Ditambah lagi suara petir menambah suasana semakin tidak nyaman.

Pria itu mengambil ponselnya menghubungi seseorang. Tidak tahu apa yang sedang dilakukan tapi sepertinya sedang menghubungi penjaga apartemen. Sedangkan Ishvara lebih memilih mengintip melalui jendela kamar karena rasa penasaran yang meliputinya. Dari atas pengelihatannya tidak terlalu jelas mengenai siapa yang berada di lantai bawah. Di luar juga sedang hujan. Kave yang menyadari tindakan Ishvara segera menutup tirai dan menjauhkan Ishvara dari jendela kamar.

"Jangan mendekati jendela terlebih dahulu."

Setelah menegur Ishvara. Pria itu lantas mengakhiri panggilan teleponnya. "Maaf, hanya itu. Terima kasih." Kave kini menatap Ishvara yang sejak tadi hanya diam sambil menggigiti ujung jarinya khawatir.

"Jangan menggigit jarimu," larang Kave padanya.

Bukankah teror yang mereka alami terlalu terang-terangan? Bagaimana bisa mereka melakukan kejahatan seperti ini tanpa takut akan akibatnya. Jam masih menunjukkan pukul sebelas dan belum terlalu malam untuk orang-orang beraktivitas. Bahkan masih ada begitu banyak orang yang terjaga di jam-jam ini. Meskipun para penghuni apartment cenderung individualis akan tetapi tetap saja. Siapa orang yang mau tertangkap begitu saja meskipun mereka hanyalah orang suruhan?

Semakin dipikirkan kepalanya semakin berdenyut.

"Tidak masalah, pihak keamanan akan menangani mereka."

Kave tampaknya masih mencoba menenangkan Ishvara. Seharusnya disini Ishvara lah yang khawatir. Tetapi suasananya berubah. Justru Kave yang mencoba menenangkannya disini.

Suara ketukan terdengar semakin keras dengan tempo yang semakin cepat. Tidak ada yang bisa mereka lakukan. Ishvara dan Kave hanya saling pandang tanpa berkata-kata. Selain itu juga terdengar suara teriakkan yang bersamaan dengan suara petir menyambar.

Kave mendekat tubuhnya pada Ishvara. Telapak tangannya bergerak ragu mengusap puncak kepala Ishvara mengisyaratkan kepada wanita di depannya untuk menutup mata. Tidak lupa tangannya yang lain membendung suara aneh dari luar agar tidak terlalu terdengar ke dalam telinganya.

"Tidak apa-apa. Sebentar lagi keamanan akan segera datang."

Tampaknya Kave sama sekali tidak terpengaruh. Atau bahkan pria itu tampak tidak peduli dengan teror yang sedang mereka lalui. Tangan pria itu bergerak ragu hendak mengusap puncak kepala wanita yang berada dalam dekapannya.

Sedangkan jari-jari Ishvara sudah meremas dengan erat pakaian yang dikenakan Kave. Wanita itu mendongakkan dengan wajah yang terlihat kusut. Matanya mulai berkaca-kaca namun ia masih tetap berusaha untuk menahan agar air matanya tidak keluar. Berada di sisi pria ini, tidak tahu mengapa membuat Ishvara merasa begitu emosional.

Kave tampak tersenyum simpul melihat Ishvara yang mendongakkan kepalanya menahan air mata yang akan jatuh. Namun ketika Ishvara merasa dirinya di tertawakan. Wanita itu tidak dapat lagi menahan air matanya. Sungguh Ishvara benci terlihat begitu lemah di mata orang lain. Namun hal ini tidak bisa dia kendalikan. Saat itu juga Kave kembali mengusap rambut wanita di depannya lembut seolah menyalurkan ketenangannya.

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang