X

24.9K 1.8K 3
                                    

"Saya memberi hormat kepada yang mulia Duke, semoga Anda selalu diberi keselamatan," salam Cedric.

Cedric memasuki ruangan dengan tubuh yang sedikit membungkuk tanda hormat. Namun Duke Houston tak berkutik di tempatnya. Pria itu masih sibuk dengan surat-surat penting yang menumpuk di mejanya.

"Ada apa?"

"Saya ingin menyampaikan kabar mengenai yang mulia Duchess."

Duke Houston yang sebelumnya fokus pada tumpukkan kertas, sekarang melirik ke arah Cedric. Matanya tertuju ke arah Cedric. Seolah tertarik dengan topik yang akan dibahas oleh kesatrianya.

"Katakan."

"Kemarin saya mendengar terjadi keributan antara yang mulia Duchess dengan kepala pelayan Tronfo," jelas Cedric ragu ketika menyelesaikan akhir kalimatnya.

Duke Houston masih menautkan jari-jarinya mendengar penjelasan Cedric. Pandangan pria itu seolah melayang memikirkan hal lain. Bahkan tak ada keterkejutan atau ekspresi lain yang tercipta di wajah pria itu.

"Apa masalahnya?"

Duke Houston kembali menggenggam pena, dan melanjutkan pekerjaan yang sempat tertunda. Kening Cedric mengernyit. Jawaban yang diberikan oleh Duke Houston membuat Cedric hanya bisa menatap heran. Cedric sungguh tidak mengerti jalan pikiran tuannya.

Jika biasanya seorang pria akan mengkhawatirkan wanitanya, tetapi tidak dengan tuannya. Bahkan semenjak pernikahan keduanya Cedric jarang melihat interaksi antara tuan dan nyonyanya. Terakhir kali hanya kemarin malam di saat dia mengantarkan makan malam untuk Duchess.

"Yang mulia Duke, saya khawatir jika kejadian ini terus berlanjut," tutur Cedric kembali.

"Dia harus terbiasa."

"Tetapi yang mulia, saya khawatir jika hal yang dilakukan nyonya Tronfo pada yang mulia Duke saat kecil terulang kembali."

Duke Houston menggenggam erat pena di tangannya ketika mendengar perkataan Cedric. Pria itu berdiri dari posisinya lalu berjalan mendekat ke arah bawahannya. Tatapan tajam pria dengan tubuh tegap itu seakan mampu membungkam mulut siapa pun, namun tidak dengan Cedric yang sudah terbiasa. Wajahnya seakan menunjukkan emosional yang tak pernah ditunjukkan sebelumnya.

"Saya khawatir nyonya Tronfo akan melukai yang mulia Duchess. Seperti saat dia melukai Anda ketika kecil," lanjut Cedric lagi.

"Aku tahu. Wanita tua itu tidak akan berani berbuat macam-macam, apalagi sampai melukai dan mengancam keselamatan istriku."

Duke Houston berkata dengan nada tegas. Aura hitam seperti terpancar ditubuhnya. Tidak terlepas dari julukan yang diberikan orang-orang yaitu Duke yang haus darah. Tapi sepertinya kini Cedric juga setuju akan julukan itu.

"Cedric, dia adalah kepala pelayan yang diutus oleh Karrollien. Kita tidak bisa berbuat sembarang. Mengingat Karrollien masih menjadi waliku hingga saat ini."

Di saat yang bersamaan Matteo datang di tengah-tengah pembicaraan keduanya. Pria dengan seragam butler itu membungkuk hormat kepada atasan dan rekannya.

"Saya memberi hormat kepada yang mulia Duke, semoga selalu diberikan keselamatan. Saya ingin menyampaikan kabar yang beredar di kediaman Count Ford. Setelah kematian suaminya nyonya Karrollien beberapa tahun yang lalu. Saya baru mendengar bahwa putranya yaitu Ferrto telah menyandang gelar Count menggantikan ayahnya." Matteo menjelaskan secara rinci mengenai apa yang dia pahami tanpa memerhatikan keadaan sekitar.

"Hanya itu yang kau dapat?!" tanya Duke Houston dengan nada meninggi yang tak enak didengar.

"Maaf yang mulia Duke. Saya hanya mendapatkan itu."

Cedric menyikut lengan Matteo seolah memberikan isyarat untuk tidak banyak bicara lebih dulu. Namun bukannya berhenti, pria berkacamata itu justru berbicara lebih panjang.

"Yang mulia Duke, jika putra nyonya Karroline telah menyandang status Count. Saya khawatir sebentar lagi akan terjadi pemberontakan, dan muncul sekelompok rakyat yang menentang kekuasaan yang mulia. Karena salah satu yang paling di untungkan ketika yang mulia turun jabatan adalah putra nyonya Karrollien. Ah, saya rasa nyonya Karrollien akan segera mengunjungi kediaman ini," jelas Matteo panjang lebar.

"Cedric, kau yang bertugas menjaga kastel saat aku pergi. Jika Karroline datang awasi gerak-geriknya."

"Sesuai perintah Anda yang mulia Duke," jawab Cedric paham.

Duke Houston segera menyambar seragam kebesarannya mengancingkan satu persatu sambil berjalan menuju pintu.

"Yang mulia Duke bagaimana dengan saya?" tanya Matteo menghentikan tuannya.

"Bantulah Vara mempersiapkan pesta. Jadilah Butler selama satu minggu. Jika bisa seterusnya."

Matteo dan Cedric menatap kepergian Duke Houston. Keduanya saling memandang sesaat lalu berjalan beriringan menuju ruangan terbuka.

"Matteo, sepertinya kau benar-benar akan menjadi seorang Butler. Seharusnya kau mendapatkan sesuatu hal berguna untuk dikatakan pada yang mulia Duke. Jika itu aku, aku tidak akan pulang sampai mendapatkan informasi yang berguna." Cedric berjalan lurus menatap jalan di depannya. Tawa kecil terdengar dari mulut Cedric seolah-olah tengah meremehkan rekannya Matteo.

"Bagaimana lagi. Akhir-akhir ini pergerakanku terasa dipersulit. Nyonya Karroline itu lebih dahulu terjun dalam politik. Dia pasti lebih tahu memilih."

"Aku tidak tahu, apa yang akan dilakukan nyonya Karrollien. Tetapi sepertinya menjadi seorang bangsawan memang menyusahkan." Cedric berkata sambil melirik ke arah Matteo. Tangan kekar pria itu menepuk pundak rekannya disertai helaan nafas yang kasar.

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang