XXXIV - An answer

8.9K 670 21
                                    

Ishvara kini terdiam di tempatnya berdiri. Pikirannya kini kembali pada saat pertemuannya dengan Kave di dalam lift pagi tadi. Wanita itu menatap jam tangan yang ia kenakan . Jam menunjukkan pukul sembilan malam.

Ishvara mencari benda yang dia simpan dalam tasnya. Tangannya mengeluarkan sebuah kartu.

Tatapan matanya fokus mengamati setiap kata yang tertulis di kartu nama tersebut.

"Be Found."

Rasa penasaran membuatnya datang ke alamat yang tertulis. Ditambah sepenggal kalimat yang ditinggalkan Kave membuat Ishvara kian penasaran. Terlihat pintu berwarna gelap yang tertutup.

Langkahnya perlahan mendekat lalu menekan bel yang terletak di samping pintu. Tak terlalu lama kini pintu apartemen terbuka menampilkan Kave dengan pakai yang terlihat lebih santai daripada biasanya. Pria itu hanya mengenakan celana kain panjang dengan kaos berwarna hitam. Rambutnya tampak setengah basah lantaran baru saja selesai membersihkan diri.

Cukup lama keduanya diam. Ishvara kini mengangkat kartu nama di tangannya. Ishvara menatap pria di depannya dengan tatapan penuh tanya. "Aku tidak mengerti apa tujuanmu."

"Masuk," titah Kave pada Ishvara. Namun setelah hampir tiga puluh detik berlalu tampaknya Ishvara masih enggan untuk melangkah ke dalam apartemennya.

"Jika kau tidak ingin maka pergilah." Kave berucap dengan nada dinginnya lalu hendak menutup pintu.

Namun tangan Ishvara menahan pintu tersebut sebelum sang pemilik benar-benar masuk. Pikirannya kini menimbang-nimbang kembali keputusannya. Rasanya akan sia-sia jika dia tak mendapatkan informasi apapun padahal sudah tinggal selangkah lagi.

Wanita itu kini melangkah dengan ragu ke dalam apartemen milik pria di depannya. Pria itu kini sudah berjalan dua langkah di depannya menuju ruang tengah.

Suasana di dalam apartemen terlihat penuh pencahayaan yang berasal dari gedung-gedung tinggi, tampak jelas melalui jendela kaca. Ruangan yang ada pun tampak tertata rapi dengan sedikit dekorasi.

Kave kini melangkah meninggalkan Ishvara yang sudah berada tak jauh di dekat sofa. Pria mulai sibuk berkutat di dalam dapurnya. Tangan kekarnya bergerak menyeduh air hangat serta mengiris lemon yang ia keluarkan dari dalam kulkas.

Ishvara masih berdiri, memutari ruangan yang asing baginya juga menelisik isi apartemen sembari sesekali mencari keberadaan pria tersebut. Kave berjalan keluar dari area dapur dengan membawa secangkir minuman.

"Katakan saja maksudmu," ucap Ishvara menyadari keberadaan Kave yang datang.

Pria itu tak terlalu menanggapi perkataan Ishvara. Lalu memilih duduk di sofa. Jarinya meletakkan secangkir minuman yang sudah ia seduh tepat di ujung meja. Seolah memberi isyarat pada lawan bicaranya untuk duduk. Ishvara kini melangkah mendekat mulai tak kuasa menahan rasa penasarannya.

"Vara bisakah lebih tenang. Kau selalu bertindak dengan terburu-buru."

"Dari kata-katamu sepertinya kau cukup mengenalku, bukan begitu Ash?" Ishvara menyeringai ketika pria itu tak menjawab pertanyaannya.

Ishvara kini duduk di sofa yang berhadapan langsung dengan pria di depannya. Wanita itu menyilangkan kedua tangannya di depan dada.

"Jadi bagaimana kau menjelaskannya? Aku hampir gila hanya karena memikirkan hal-hal yang bahkan tidak ku ketahui kebenarannya. Apa kau akan bertanggung jawab Ash?" protesnya.

Pria itu tak kunjung bersuara. Ishvara meremas ujung sofa yang dia duduki. Wanita itu juga hampir tidak bisa menahan kekesalannya. Hidupnya sudah benar-benar rumit. Lantas mengapa dia malah harus menghadapi kenyataan yang terasa amat sangat tidak nyata.

"Maaf," ucap pria itu dengan suara baritonnya.

Hanya satu kata yang pria itu ucapkan. Tak ada penjelasan apapun yang keluar dari mulutnya.

"Tak ada yang ingin kau jelaskan lagi?" tanya Ishvara meyakini bahwa masih begitu banyak hal yang belum dikatakan oleh pria itu. Namun nihil tak ada satupun jawaban yang dilontarkan. Ishvara berdecak lalu berdiri dari posisinya menatap kecewa pada seseorang yang duduk tak jauh darinya.

"Jika tidak ada hal lain. Maka aku akan pergi."

"Apakah kau menganggap aku bisa menjawab seluruh pertanyaanmu? Kita hanyalah mainan yang digerakkan Vara."

Langkah Ishvara yang tadinya hendak melangkah pergi kini ia urungkan. Wanita itu kini berbalik menatap pria yang berjalan mendekat ke arahnya.

Ishvara menggigit bibir bawahnya. Wanita itu kembali teringat akan perkataan Anna tempo hari.

"Ada hal-hal yang tidak bisa kita jelaskan secara teori dan masih dipertanyakan hingga saat ini."

Apakah hal ini juga termasuk dari ucapan Anna padanya? Lantas apa maksud mainan yang digerakkan? Ishvara menjambak rambut halusnya frustasi. Beberapa saat seketika kepalanya berdenyut.

"Jangan menyakiti dirimu."

"Tidak ada yang harus ku katakan jika kau bertanya mengenai masa lalu kelam itu." Kave berucap sembari memerhatikan raut wajah Ishvara.

Pria itu memijat pelipisnya sesaat. Entahlah Kave merasa bahwa ingatan masa lalu mereka muncul karena kesalahan mereka. Pria itu yakin tak seharusnya Ishvara dan dirinya mengingat kenangan buruk tersebut.

Mungkinkah ini hukuman bagi mereka ketika bertindak tak sesuai dengan yang digariskan?

"Lalu apa hubunganmu dengan Iris? Kenapa aku baru mengetahui kau memiliki hubungan keluarga dengannya. Bahkan setelah pertemananku berjalan hampir 10 tahun, aku bahkan tidak pernah mendengarnya menceritakan tentangmu. Dan kau muncul ketika ingatanku datang."

Kave menatap manik mata milik Ishvara. Wanita itu masih terlihat begitu angkuh meskipun air mata sudah menumpuk dan hampir tumpah di pelupuk matanya.

"Vara, aku menghabiskan pendidikan di luar negeri. Kami bertemu setengah tahun yang lalu. Aku bahkan tidak tahu bahwa kau ada di sini," Kave berucap dengan nada yang mulai rendah.

Mata yang tegas seolah mengatakan kejujuran. Ishvara mengalihkan pandangannya ke arah jendela kaca yang menampilkan pemandangan gedung gedung tinggi.

Entahlah Ishvara merasa sesuatu yang aneh di dadanya. Perasaan tidak nyaman, rasa senang, dan kecewa berbaur menjadi satu. Semuanya tidak dapat dia jelaskan .

"Apa terlambat, Vara?" tanya Kave sembari tersenyum lembut. Senyum yang hampir tidak pernah sekalipun ia lihat. Senyuman tulus, namun juga menyiratkan sebuah kesedihan dan kerinduan.

Pria itu kini merengkuh tubuh ramping milik wanita di depannya. Rasa hangat yang selalu ia rindukan dalam mimpinya kini menjadi nyata. Isakan kecil kini terdengar dari telinga Kave, membuat pria itu kembali mengembang senyum hangatnya.

Ishvara yang menyembunyikan wajahnya di pundak milik Kave. Ketika menyadari suara isak tangisnya mulai terdengar. Hal yang pun turut Ishvara rasakan.

Ishvara yang sejak awal selalu memasang wajah penuh keangkuhan kini bahkan tak berdaya di hadapan Kave. Sebuah senyuman kini terbit di bibir Ishvara. Namun air matanya tak bisa dia bendung. Air itu terus turun membasahi pipi dan pundak Kave.

Kave melonggarkan sedikit pelukannya. Tangisan Ishvara membuat bagian pundak kaos yang dikenakan Kave basah. Pria itu mengangkat tangannya mengelus lembut pipi milik wanita di depannya. Menghapus air mata yang membasahi pipi Ishvara.

Pria itu mendekatkan wajahnya. Bibirnya mengecup lembut kening Ishvara dengan tangan yang merapikan anak rambut berusaha menenangkan wanita yang dia nantikan.

___

Terlalu dramatis ga.. Gapapa semoga kalian suka yh.

Terima kasih buat kalian semua😻

Tamat sampai sini aja gak sih? ckck 😼

Aku udh bingung mau ngetik apa lagi huhu :(

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang