XXXXXVI - Iris' first request

935 38 1
                                    

Makan malam yang Ishvara lalui sebelumnya berjalan cukup lancar. Baik Arno maupun Samuel kini telah memutuskan jalan tengahnya dengan Ishvara. Ishvara pun tidak terlalu mempermasalahkannya.

Sebenarnya Ishvara juga ingin tahu alasan Kakaknya pergi. Tapi jika mengingat kembali hal yang disembunyikan oleh keluarga Wylian. Bukankah pantas jika kakaknya nya yang masih remaja saat itu kabur begitu mengetahui kejahatan tersebut.

Ishvara berdiri di depan mesin pencetak kertas. Ada beberapa dokumen yang harus dia salin ulang. Perbincangannya dengan sang kakak juga berakhir cukup baik beberapa hari yang lalu. Ishvara hanya berharap dia bisa memiliki lebih banyak waktu untuk mengenal kembali satu sama lain.

Puluhan tahun yang telah berlalu pasti menyisakan cerita tersendiri. Dalam jangka waktu tersebut pasti Arno memiliki pemikiran yang berbeda karena tumbuh di tempat asing.

"Va, sudah? rapat evaluasi akan segera di mulai." Aluna menepuk pundak Ishvara. Wanita dengan rambut lurus itu memiringkan kepalanya. Seolah menyuruh Ishvara untuk segera beranjak dari dekat mesin pencetak.

Ishvara tersenyum tipis pada Aluna lalu mengikuti Aluna untuk segera pergi ke ruang rapat. Disana sudah banyak perwakilan staff yang juga turut hadir.

Banyak orang sudah duduk melingkari meja lonjong berukuran besar. Tidak hanya para staff ataupun team management personalia yang hadir. Kave yang juga turut hadir untuk mengevaluasi kinerja para staff. Seperti biasa semua orang yang berada di ruangan terlihat menunjukkan raut wajah serius.

Namun wajah pria itu tampak tidak segar seperti biasanya. Sepertinya ada beberapa hal yang membuat Kave tidak tidur cukup nyaman. Terlihat dari matanya yang lelah. Saat makan malam beberapa hari yang lalu pria itu juga pergi begitu tiba-tiba.

Rapat berlangsung memakan waktu yang cukup lama. Ada lebih banyak hal yang harus mereka perhatikan mulai sekarang. Memasuki tahun selanjutnya juga akan lebih banyak kerjasama antar perusahaan.

Begitu dirasa cukup. Rapat hari itu diakhiri tepat ketika jam makan siang. Aluna dan Ishvara kini berjalan beriringan keluar.

"Bukankah agak aneh. Biasanya dia cukup banyak berkomentar. Namun kali ini seperti tidak terlalu ikut campur. Hanya team management personalia yang lebih banyak berbicara tadi."

Ishvara memahami siapa yang dimaksud oleh Aluna. Kave memang lebih banyak diam dalam rapat evaluasi kali ini.

Pria itu hanya berbicara beberapa kalimat. Kebanyakan waktunya digunakan untuk melamun seolah dirinya tidak bisa berkonsentrasi selama rapat berlangsung. Bahkan sesekali Kave memijat pelipisnya dan tak menjawab kalimat yang di tunjukan padanya. Itu semua terekam jelas di ingatan Ishvara.

"Mungkin ada pekerjaan yang belum dia selesaikan?" ucap Ishvara sambil tertawa ringan melangkah keluar ruangan lalu masuk ke dalam lift yang hanya berjarak beberapa meter dari ruang rapat.

"Ya mungkin. Tapi baguslah dia tidak seperti biasanya. Pada rapat tahun kemarin bahkan ada staff yang sampai menangis di ruang rapat. Ya memang kesalahannya fatal. Jadi tidak heran."

Aluna tiba-tiba berhenti berbicara kemudian menatap Ishvara. "Va, Kau belum memperkenalkan ku dengan Iris. Divisi kita agak jauh jadi jarang bertemu. Bagaimana jika setelah pulang sore ini ajak dia untuk makan bersama? Lagipula aku juga tidak turut hadir pada makan malam hari itu," usul Aluna dengan nada memohon pada Ishvara.

Wanita berambut panjang itu menyatukan kedua telapak tangannya seperti memohon.

"Aku tidak yakin dia ada waktu.."

"Va... hubungi dia lebih dulu," desis Aluna meyakinkan.

Ishvara hanya pasrah lalu mencoba menghubungi Iris. Benar saja tidak butuh waktu lama. Iris mengangkat panggilan masuk darinya. Ishvara melirik Aluna sejenak lalu mulai berbicara.

"Iris, apa ada waktu sore ini? Ada salah satu temanku yang ingin ku kenalkan padamu."

***

"Ishvara!" panggil Iris semangat ketika memasuki pintu. Pertemuan mereka berada di sebuah cafe dekat area kantor.

"Iris bukan? Aluna. Teman masa kecil Ishvara," Aluna bangkit memberikan salam hangat dan pelukan untuk Iris.

Iris juga turut membalas sambutan hangat tersebut. "Aku tau, kalian sempat salah paham mengenai tuan Wylian. Meskipun tidak tahu bagaimana persisnya," ucap Iris bergidik sesaat lalu duduk di antara Ishvara dan Aluna.

Meja berukuran kecil yang berbentuk lingkaran membuat mereka cukup nyaman untuk berbincang. Ditambah lagi suasana cafe dengan tema modern tropical membuat suasana menjadi lebih terasa hangat.

Perbincangan antara mereka juga tampaknya berjalan cukup baik. Tidak butuh waktu lama Iris sudah bisa bersenda gurau dengan Aluna. Memang kemampuan bersosialisasi Iris tidak perlu diragukan lagi. Padahal Aluna sendiri orang yang membutuhkan waktu agak lama untuk bisa dekat dengan seseorang.

"Ah Ishvara sebenarnya aku juga ingin meminta bantuan padamu."

"Katakan saja."

"Kau tau akhir-akhir ini Kave seperti menyembunyikan masalahnya."

Kave pernah salah mengirimkan pesan pada Iris. Pria itu mengatakan akan segera mengirim uangnya padahal Iris sama sekali tidak pernah meminta uang atau apapun. Lalu beberapa menit kemudian Kave menghapus pesan tersebut.

Dalam kurun waktu beberapa hari ini Kave juga selalu pulang dini hari. Iris sudah beberapa hari ini tinggal di apartemen milik sang kakak.

Namun ia kerap kali mendapati Kave kembali bekerja saat matahari belum terbit. Padahal pria itu paling lambat pulang tengah malam. Bahkan ketika pekerjaan di kantor menumpuk seperti saat menyambut tahun baru.

Padahal saat akhir tahun mereka juga tidak pernah pulang sampai dini hari. Kave memang jarang bercerita padanya. Kakaknya itu senantiasa menanggung bebannya sendiri. Hal ini membuat Iris merasa bersalah sebagai seorang adik meskipun hubungan mereka hanyalah adik dan kakak angkat. Namun Iris sudah menganggap Kave seperti kakak kandungnya sendiri.

Saat mendengar cerita Iris tentang Kave membuat Ishvara mulai mendengarkan dengan serius. Ishvara yang tadinya hanya mendengarkan dan berbicara sesekali kini hanya diam. Cerita Iris tentang Kave membuat Ishvara merasa sedikit aneh. Pantas saja pria itu tampak begitu kelelahan.

Pertanyaan yang ada dalam benaknya adalah, apa yang dilakukan Kave hingga dini hari?

"Apa kakakmu adalah supervisor itu?" tanya Aluna yang juga turut antusias mendengarkan Iris.

"Benar, aku pikir tidak bisa bertemu dengannya esok. Aku memiliki perjalanan bisnis. Dia akan pulang dini hari dan aku akan berangkat malam ini."

"Dia tidak pernah menceritakan masalahnya. Jadi bisakah aku meminta bantuanmu Ishvara? Aku pikir dia sedikit mau berbicara denganmu?" tanya Iris pada Ishvara yang masih diam.

Ishvara mengaduk minumannya perlahan. Wanita berkulit putih itu menggigit bibirnya bingung. Sebenarnya ia juga penasaran tentang masalah yang disembunyikan pria tersebut. Iris juga tidak bisa menyelesaikan masalah ini seorang diri.

"Aku akan mencoba berbicara dengannya. Tetapi, jika dia ingin bercerita." Ishvara mengiyakan permintaan dari Iris sambil menekankan kalimat akhirnya.

"Terima kasih." Iris mengucapkan kalimat itu dengan tulus. Senyuman manis terlihat muncul di wajah Iris. Padahal sebelum itu wajahnya terlihat penuh khawatiran. Hingga tanpa sadar Iris menggenggam telapak tangan Ishvara penuh harap.

"Iris jam berapa penerbanganmu?" tanya Aluna di tengah perbincangan.

"Pukul 8 malam. Hanya tinggal beberapa jam lagi. Koperku berada di dalam mobil."

"Bagaimana jika aku dan Aluna mengantarmu? butuh waktu untuk sampai di bandara," tawar Ishvara yang membuat Iris mengangguk semangat.

Sejujurnya Iris kini tidak terlalu khawatir jika Ishvara sudah menyetujui permintaanya. Terlebih lagi dirinya juga menyadari sikap kakaknya terhadap Ishvara. Mungkin kakaknya bisa sedikit terbuka dengan Ishvara benarkan? Ada sesuatu yang aneh di antara mereka dan Iris bisa merasakan itu. Ishvara pasti akan mencari waktu berbicara dengan kakaknya jika senggang.

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang