XXIII

13.5K 1.1K 3
                                    

"Katakan pada yang mulia bahwa aku ingin bertemu." Pinta Ishvara dengan nada tegas kepada salah satu penjaga yang berdiri di depan pintu ruang kerja milik sang Duke.

"Maaf yang mulia Duchess. Saat ini yang mulia Duke sedang tidak ingin bertemu dengan siapa pun." Cegah salah satu penjaga di depan pintu ruangan.

"Mengapa? Aku memilik urusan penting."

Kedua penjaga yang berdiri menghalangi jalan Ishvara kini saling bertatapan. Seakan menimang-nimang apakah sang Duchess diperbolehkan untuk masuk atau tidak. Namun mereka tidak ingin melanggar perintah mutlak dari atasannya.

"Maaf yang mulia Duchess. Tapi yang mulia Duke memerintahkan kepada kami agar tidak ada orang yang menemuinya bahkan jika Raja Ventri datang sekalipun."

Kening Ishvara mengernyit. Wanita itu tidak paham akan apa yang terjadi. Sudah beberapa hari Asher tidak berkunjung menemuinya. Bukan dia mengharapkan pria itu. Tetapi banyak hal yang ingin dia bahas terutama mengenai wilayah Houston serta pembukuan akhir bulan. Tetapi situasi malah berubah seperti ini. Asher seakan makin sulit untuk ditemui. Entah karena jadwalnya yang padat. Atau pria tersebut memiliki alasan lain. Mungkinkah pria itu menghindar darinya?

Tapi itu mustahil. Sejak hari terakhir mereka pulang dari istana semuanya berjalan lancar. Bahkan mereka sempat bermalam di atas ranjang yang sama. Lantas mengapa pria itu seperti menyembunyikan diri?

Atau mungkin suaminya masih mencoba menenangkan diri setelah kematian Illerya. Kekasih lamanya sebelum dia dan Asher menjalin hubungan. Tidak ada yang tahu. Tapi Ishvara yakin ini berhubungan dengan Illerya. Segala pikiran berkecamuk di dalam kepalanya. Baru kali ini merasa sedikit frustrasi karena seseorang pria.

"Baik, jika Cedric kembali dari wilayah perbatasan. Segera menyuruhnya menemuiku." Pinta Ishvara kepada kedua penjaga yang masih berdiri tepat di depan pintu ruang kerja Duke.

Mata wanita itu melirik ke arah pintu. Terbersit pikiran nakal di kepalanya. Apakah mungkin dia harus mendobraknya? Tapi tidak mungkin. Penjaga itu masih berada di depan pintu. Pada akhirnya Ishvara berlalu meninggalkan ruangan yang berada di paling ujung lantai dua.

Ishvara kembali ke dalam kamarnya. Tubuhnya ia dudukkan di hadapan meja rias. Terlihat dari pantulan cermin. Model rambutnya yang semula di tata rapi kini digerai dengan bantuan tangan milik Eria. Ishvara memilin ujung rambutnya sambil melamun.

Wanita itu melamun menatap pemandangan balkon kamar dari pantulan cermin rias di hadapannya. Hujan terus turun. Entah mengapa semenjak kepulangannya dari istana cuaca seakan tidak menentu. Padahal masih belum memasuki musim hujan. Sambil menikmati angin yang berhembus kencang. Langit perlahan menjadi gelap. Hujan juga seakan tak ada habisnya. Makin malam rintiknya makin deras angin juga terasa kencang hingga menerbangkan gorden kamarnya.

"Eria, akhir-akhir ini hujan sering turun. Tidak banyak hal yang bisa dilakukan di dalam kastel."

"Ya Nyonya."

"Buatkan aku sedikit kue kering dan minuman hangat. Aku pikir itu cukup nyaman saat hujan."

Eria yang mendengar itu sedikit terkejut. Sedikit aneh meminta camilan di malam hari. Lantaran para wanita bangsawan pada umumnya lebih memilih untuk tidak makan berhari-hari demi mendapati tubuh dengan pinggang yang ramping. Meskipun pinggang nyonyanya termasuk ramping. Namun wanita itu seakan tidak peduli jika pinggangnya menjadi sedikit lebih besar.

"Baik Nyonya," ucapnya mematuhi perintah.

Kepergian Eria meninggalkan Ishvara yang kembali menatap wajahnya di dalam cermin. Hanya selang beberapa detik, Ishvara bisa melihat kepala seseorang yang sedikit mengintip dari luar pintu kamarnya yang terbuka.

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang