XXXXXIV - A slightly

1.4K 55 1
                                    

Alunan musik klasik dengan suara khas dari denting sendok, garpu dan piring yang bertabrakan. Memenuhi ruangan yang tengah didudukinya. Kave mengajaknya untuk makan malam. Tentu saja Ishvara menyetujui. Dia juga penasaran tentang Kave yang bisa mengenal Arno.

Jarinya mengangkat garpu. Memisahkan daging ikan dari tulangnya. Percakapan mereka masih belum dimulai. Nuansa hangat dari restoran ini membawa kesan tersendiri bagi Ishvara. Kesan klasik yang mengingatkan pada Ishvara Berenice. Restoran bergaya Eropa ini menyajikan banyak menu dari berbagai negara. Terlihat dari banyaknya gambar menu yang tertempel di papan menu. Rasanya restoran ini cukup terkenal karena tidak hanya warga lokal yang datang bahkan turis asing pun turut datang.

"Bagaimana kau tau mengenai Arno?"

Kave yang sejak tadi menikmati makan malamnya kini meletakkan garpu dan pisau dari kedua tangannya. Kedua jarinya tertaut dengan pandangan yang mulai terfokus pada wanita di depannya.

"Dia datang sendiri."

"Tidak mungkin kan?" tanya Ishvara masih tidak percaya.

Kave mengangkat kedua pundaknya pasrah bila Ishvara masih tidak mempercayai ucapannya.

Tentang Arno yang datang sendiri padanya memang benar adanya. Pada awalnya pria itu tidak terlalu memperhatikan. Kave hanya berpikir Arno adalah pria yang gila akan kekuasaan. Jadi sebisa mungkin menjalin hubungan baik dengan para pengusaha dan orang-orang kalangan atas. Namun setelah mendengar bahwa Arno cukup tahu mengenai masalah Tuan Wylian. Membuat Kave berpikir panjang. Tidak mungkin Arno berbicara mengenai hal yang seharusnya tidak berhubungan dengannya.

Jika memang benar niat pri itu hanya ingin melangkah naik. Seharusnya dia menjauh dari hal-hal berbahaya. Seperti terlibat dalam kasus tuan Wylian.

"Aku mengenalnya di pesta. Dia memiliki julukan kupu-kupu sosial. Tapi rasanya aneh jika terlalu ikut campur. Seharusnya dia akan mencari aman benar?"

Ishvara diam mendengarkan pria di depannya. Sedangkan Kave melanjutkan kalimatnya.

"Aku curiga karena dia membahas tuan Wylian tiba-tiba. Pada akhirnya dia menyerah dan menceritakan semuanya."

Kedatangan Arno ke dalam ruang kerja Kave sebelumnya menjadi titik awal Kave mengetahui tentang kakak Ishvara. Sama seperti Ishvara awalnya dia juga tidak percaya. Namun melihat secara langsung tindakan yang dilakukan Arno terlihat jelas. Tidak mungkin seseorang yang tidak memiliki hubungan apapun sampai menyuruh seseorang seperti Samuel berada di dekat Ishvara.

Alunan musik klasik yang semula terdengar menenangkan. Kini rasanya tidak bermanfaat. Pikiran Ishvara kembali melayang. Ishvara belum bertemu dengan Samuel setelah pengakuan Arno beberapa hari yang lalu. Entahlah mungkin Samuel merasa bersalah pada Ishvara.

Sejujurnya Ishvara merasa kecewa. Satu-satunya orang yang dia percaya ternyata menyembunyikan sesuatu dalam jangka waktu yang cukup lama.

"Apa pekerjaanmu lancar?" Kave, pria itu mengalihkan topik pembicaraan. Kening Ishvara yang berkerut menandakan wanita itu tengah berpikir keras. Makan malam yang seharusnya ingin Kave lalui dengan tenang tidak seharusnya membuat Ishvara sampai berpikir seperti itu.

"Ya, seperti kelihatannya." Ishvara menjawab singkat lalu melanjutkan kegiatan makannya yang terhenti.

Kave memandangi wanita di depannya yang terlihat cukup menikmati makan malam mereka. Ada sesuatu yang ingin pria itu tanyakan namun takut bila Ishvara akan merasa tersinggung.

"Vara, kau tidak berpikir untuk memulai berbisnis kembali? Jangan sia-siakan kemampuan mu."

Mata bulat wanita itu melirik ke arah wine yang berada di atas mejanya. Ishvara tersenyum tipis mendengar pertanyaan dari pria di depannya. Jari lentik wanita itu mengangkat segelas wine seakan ingin bersulang.

"Tidak untuk saat ini. Aku butuh sedikit waktu. Membangun bisnis juga memerlukan persiapan."

Mungkin saat ini belum waktu yang tepat. Ishvara juga masih ingin menyelesaikan masalahnya terlebih dahulu. Masih ada cukup waktu yang bisa dia gunakan. Dia juga memerlukan persiapan yang matang.

Gerakan terakhir Ishvara mengusap bibirnya dengan sapu tangan. Menandakan bahwa dirinya telah menyelesaikan makan malam.

"Terima kasih atas makan malamnya."

Kave mengangguk perlahan. Hingga keduanya melangkah beriringan keluar dari dalam restoran. Ishvara membuntuti Kave yang kemudian membuka pintu mobil untuknya. Tanpa pikir panjang Ishvara masuk dan langsung memasang seatbelt.

Disusul dengan Kave yang kini sudah masuk. Pria itu diam dalam waktu yang cukup lama duduk di kursi kemudi. Hal ini membuat Ishvara menoleh ke arahnya. Sudah beberapa menit berlalu. Namun pria itu tak kunjung menyalakan mobilnya.

"Ada apa?" tanya Ishvara bingung.

Kave memasukkan telapak tangannya ke dalam blazer. Seperti ingin mengambil sebuah kotak kecil berwarna merah. Namun kegiatan ia urungkan ketika Ishvara mulai berbicara tentang topik lain.

"Ah, katakan pada Arno. Pekan depan aku mengundangnya untuk makan malam. Kau juga boleh datang. Dan aku sendiri yang akan mengundang Samuel. Detailnya akan aku kirim melalui pesan."

"Bukankah tidak percaya pada Arno?"

"Benar. Namun jika waktu pertemuan lebih sering. Mungkin aku bisa mengingat sesuatu."

Kave berdesis ringan sambil menyalakan mobil. Setelah itu mobil yang ditumpangi keduanya kini mulai melaju. Dalam perjalanan Ishvara berkali-kali melirik ke arah Kave.

Pria itu sadar bahwa Ishvara berulang kali melirik ke arahnya. Wanita itu tertangkap basah melalui cermin membuat senyuman tipis pria itu mengembang.

"Katakan." Kave berucap masih dengan pandangan yang fokus ke depan.

Ishvara masih diam. Sampai pada akhirnya membuka suara dengan sedikit ragu. "Apa akhir bulan ini perusahaan mengadakan pesta?"

Alis pria itu terangkat. "Pesta? Darimana kau mendengarnya?" tanya Kave dengan raut wajah serius.

"Para staff banyak yang membicarakan tentang hal tersebut. Tetapi aneh jika para petinggi bahkan kau juga tidak tahu mengenai berita ini."

"Pesta yang hanya dihadiri oleh para staff. Mungkin?" ucap Kave membalas perkataan Ishvara.

Benar, bertanya kepada Kave merupakan tindakan yang salah. Seharusnya dia bertanya dan menjawab lebih berhati-hati.

"Seharusnya tanyakan ini ada Iris. Dia yang paling tau mengenai pesta," lanjut pria itu seakan menyembunyikan senyuman dengan mengulum bibirnya.

Percakapan mereka yang sudah berlangsung selama belasan menit tidak terasa. Ishvara sudah tiba di depan apartemennya.

"Aku tau," jawab Ishvara. Mata bulat wanita itu melirik ke arah pintu masuk apartemen ketika mobil mulai memasuki area depan.

Begitu mobil berhenti Ishvara langsung membuka Seatbelt nya. Matanya menatap ke arah Kave. Lalu turun ke arah lengan pria tersebut. Ishvara lupa bahwa lengan pria itu masih terluka. Masih belum satu minggu berlalu. Pasti luka tikaman masih ada bahkan masih basah.

Ishvara mengeluarkan sebuah kotak putih berukuran kecil berisikan obat-obatan. Sebelum turun sebisa mungkin dirinya menyempatkan untuk memberi obat. Kave pun menerima kotak putih tersebut dengan telapak tangannya.

Sebelum wanita di sampingnya turun. Kave menahan lengan Ishvara. Membuat wanita itu seketika terduduk kembali. Sebuah kecupan kecil ia layangkan pada kening Ishvara. Kecupan hangat yang berlangsung lama. Seluruh telinga, pipi, bahkan leher Ishvara terasa memanas.

Khawatir Kave menyadari munculnya semburat merah di tubuh bagian atasnya. Sesaat setelahnya Ishvara mendorong tubuh pria di depannya. Bergegas turun dari mobil meninggalkan Kave seorang diri.

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang