XXXXXI - Like hell

1.8K 79 11
                                    

Kemudi mobil diputar ke arah kanan bersamaan dengan rem yang di injak. Ishvara menekan klakson mobilnya sambil memandangi beberapa penjaga yang berjaga di pos tepat di depan pagar yang menjulang tinggi. Sudah hampir belasan tahun Ishvara meninggalkan tempat ini. Tidak disangka Ishvara akan mengunjungi rumah ini kembali.

Ponsel Ishvara yang ia letakkan di kursi sebelah terlihat menyala. Tetapi Ishvara sama sekali tidak menyadari adanya notifikasi masuk. Wanita itu segera menginjak gas menuju pekarangan rumah keluarga Wylian.

Begitu mobil memasuki pekarangan rumah. Matanya disambut dengan halaman kediaman yang cukup luas. Banyak tanaman yang tumbuh dan tertata rapi karena dirawat dengan baik. Mata Ishvara fokus menatap ke arah depan sambil sesekali melirik jalanan yang ia lewati.

Banyak yang berubah dalam kurun waktu belasan tahun. Namun Ishvara masih cukup familiar dengan isi kediaman tersebut. Mobilnya kini ia parkirkan. Ishvara turun dengan membawa handbag, ponsel, serta kunci mobilnya.

Begitu kakinya menyentuh tanah Ishvara dapat merasakan angin segar yang mengenai kakinya. Cukup banyaknya tanaman di kediaman membuat suasana menjadi asri.

Dengan langkah penuh keyakinan wanita itu memasuki kediaman. Ini adalah minggu dimana tuan Wylian dibebaskan. Ishvara sudah memikirkan dengan kepala dingin. Jika ia memang tidak ingin memiliki hubungan yang membingungkan dengan tuan Wylian. Ishvara harusnya meminta kejelasan dari pria tua tersebut.

Kediaman yang begitu besar dengan tangga melingkar menyambut Ishvara ketika masuk. Di sofa terdapat seorang pria berusia di atas lima puluh tahun tengah sibuk membaca.

Jarak antara Ishvara dengan tuan Wylian cukup jauh. Ishvara berhenti sejenak ketika ponsel di genggamannya berdering. Pupil matanya membesar dengan debaran jantung yang kian terasa cepat. Rasanya napasnya menjadi berat membaca pesan yang dikirimkan Iris padanya.

'Ishvara kau di mana? Bisa bantu aku menjaga Kave? Dia terluka karena ditikam oleh orang asing.'

Ishvara membalas pesan dari Iris lalu beralih menatap tuan Wylian yang duduk. Pria tua itu tersenyum ketika menyadari kehadirannya.

"Nak, kemarilah."

"Bagaimana kabarmu? Apa semuanya baik-baik saja?" tanya pria tua itu menutup buku yang dibacanya sambil melepaskan kacamata.

Ishvara menahan rasa khawatirnya dengan senyuman palsu. Mustahil Ishvara tidak mengkhawatirkan Iris serta Kave. Karena kedua orang itu telah menjadi korban dari masalahnya dengan tuan Wylian. Iris baru saja mulai kembali bekerja beberapa hari lalu. Tetapi kini justru kave lah yang menjadi sasaran.

Kesempatan ini akan ia gunakan sebaik-baiknya. Ishvara juga memikirkan beberapa orang terdekatnya yang lain seperti Goerge, Samuel, serta Aluna yang bisa saja akan menjadi target selanjutnya.

"Cukup baik. Tetapi ada beberapa hal yang ingin ku katakan."

Tuan Wylian tampak menyambut Ishvara dengan hangat. Bahkan mempersilahkannya untuk duduk bersama.

"Mungkin ini akan dianggap kurang pantas karena mencoba mencari tahu tentang masa lalu. Tetapi aku meminta maaf atas kesalahan yang telah dilakukan oleh kedua orang tuaku."

Ini adalah pertama kalinya bagi Ishvara bertekuk lutut di hadapan orang lain.
Entah bagaimana kedua orangtuanya mengusik tuan Wylian. Namun Ishvara harus tetap meminta maaf. Ia ingin semua masalah yang ada segera berakhir dan berdamai adalah salah satu cara yang bisa ia lakukan.

"Tidak tahu kesalahan apa yang membuatmu merasa terusik. Tolong jangan mencoba mengganggu orang-orang di sekitarku."

"Mengganggu?" tanya pria itu sambil mengelus puncak tongkat kayu dengan ukiran naga di tangan kanannya.

"Ya, bahkan tanpa mencari tahu pun. Sudah pasti anda yang melakukannya. Tidak mungkin ada orang yang menggangguku, selain anda yang masih memiliki dendam. Karena itu saya meminta maaf."

Tuan Wylian tertawa dengan suara khasnya. Wajahnya masih terlihat segar padahal usianya hampir menginjak enam puluh tahun. Tetapi tongkat di tangannya tidak bisa menyembunyikan itu.

Ishvara masih diam tanpa berbicara apapun lagi. Wanita itu masih menunduk sambil meremas ujung pakaiannya. Menunggu lawan bicaranya mengatakan sesuatu. Ishvara sudah berjanji pada dirinya sendiri untuk tetap bertindak dengan kepala dingin. Dirinya kini jauh lebih tenang daripada sebelumnya.

"Nak, jadi kau sudah mendengarnya? Sampai mana?"

"Hanya sampai kedua orangtuaku menggangu." Ishvara tersenyum kecut. Bukan keinginannya untuk merendahkan diri di hadapan pria yang begitu ia benci. Tetapi ini harus ia lakukan.

"Bahkan kematian kedua orang tua mu pun tidak akan mampu membuatku memaafkan mereka."

"Sebesar apa kesalahannya?"

Ishvara kini menegadahkan kepalanya. Tuan Wylian bangkit dan menuju ke tempat lain. Jari tangan yang mulai keriputnya tersebut bergerak mengisyaratkan kepada Ishvara untuk mengikuti.

Tak ada sepatah katapun. Ishvara tanpa sadar berjalan mengikuti tuan Wylian. Hingga dirinya telah berada di tempat asing yang tidak pernah ia lihat.

Langkah tuan Wylian sedikit lambat daripada langkah orang pada umumnya. Keduanya tiba di sebuah bangunan dengan arsitektur modern berwarna putih tulang. Bangunan yang berada jauh di belakang kediaman. Bisa dibilang masuk ke dalam area yang penuh dengan pepohonan. Terlihat ada jalan raya yang berada di belakang kediaman. Jalan raya yang terlihat sepi.

Tidak ada pikiran apapun di dalam benaknya. Ishvara hanya patuh mengikuti pria itu tanpa melawan. Begitu masuk tidak banyak orang. Terlihat seperti pabrik tempat produksi. Namun hanya ada beberapa mesin besar yang bisa dihitung jari. Jaraknya pun berjauhan menyisakan ruang yang begitu luas di tengah bangunan.

"Orang tuamu sering kali ikut campur terhadap urusan orang lain."

Suara tongkat kayu tuan Wylian terdengar begitu menggema. Pria tua itu terus berjalan sambil memikirkan masa lalu.

Ayah Ishvara yang saat itu bekerja di firma hukum. Membantu menangani perceraian antara tuan Wylian dengan istri pertamanya.

Namun bukan hanya menangani bahkan Ayah dari Ishvara mencari tahu terlalu banyak tentang tuan Wylian. Begitu banyak rahasia yang sudah tersimpan rapi. Diketahui tanpa kurang sedikitpun.

Ayah Ishvara yang masih berusia cukup muda bagaikan ancaman bagi tuan Wylian saat itu. Tanpa membutuhkan waktu lama pria muda itu dapat mengetahui tentang kasus korupsi, penelitian ilegal, serta rahasia lain keluarganya. Jika saja pria itu benar-benar maju di persidangan. Maka tidak menutup kemungkinan rahasia  keluarga Wylian yang sudah turun temurun akan dibeberkan secara gamblang.

Sebelum itu terjadi maka tuan Wylian bertindak terlebih dulu. Yaitu membunuh ayah Ishvara tanpa diketahui tujuan pastinya. Salah satu cara yang terpikirkan adalah membakar kediaman mereka hingga lenyap tak tersisa termasuk bukti yang ada.

Namun sayang anak dari keluarga itu tidak turut menjadi korban dalam kebakaran. Tuan Wylian lantas memanfaatkan kesempatan ini untuk mengancam istri pertamanya. Baginya Ishvara dan kakaknya hanyalah alat yang akan ia buang setelah semua urusannya selesai.

"Tapi sayangnya putri mereka juga melakukan hal yang sama."

Ishvara terkejut ketika mendengar suara yang begitu keras dari salah satu ruangan. "Di dalam sana adalah tempatku meneliti dan melakukan uji coba terhadap hewan-hewan langkah."

"Adapun tindakan korupsi yang masih terus berjalan hingga saat ini. Serta pembunuhan berencana yang diketahui oleh orang tuamu. Kematian mereka tidak berarti apa-apa dibandingkan seluruh rahasia yang dimiliki keluarga ini nak," jelas tuan Wylian panjang lebar.

Mata pria itu melirik Ishvara yang mulai berjalan mundur. Senyuman tipis mulai terlihat di wajah tuan Wylian.

ㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡㅡ

INFORMATION-!

Awal aku tulis cerita ini, aku gak mikir kalau bakalan ada era modern. Tapi waktu cerita ini sudah setengah jalan tiba-tiba aja aku mau buat Ishvara kembali ke era modern.

Akhir-akhir ini aku mikir lagi untuk ganti judul cerita ini? Menurut kalian gimana? Atau ada yang bisa kasih saran?

The Cruel Duke and DuchessTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang