Aluna telah pergi karena memiliki beberapa pekerjaan mendesak. Sedangkan Ishvara baru saja menyelesaikan kegiatan mengganti pakaiannya. Wanita dengan kulit putih tersenyum menatap pantulan dirinya di cermin toilet. Wajahnya terlihat sedikit pucat dengan makeup yang hampir sepenuhnya luntur.
Beruntung Aluna juga sempat membawakan tas berisi beberapa peralatan makeup. Jari lentiknya kini mengoleskan lipstik di bibir pucat yang hampir terlihat seperti orang sakit. Ishvara juga menambahkan sedikit pemanis seperti blush on serta eyeshadow agar wajahnya terlihat lebih hidup. Kegiatan di akhiri dengan menyemprotkan parfum ke sisi kanan dan kiri tengkuknya lalu mengusapkan di nadi tangannya.
Baru saja ia berjalan keluar dan menutup pintu toilet. Ishvara dikejutkan dengan keberadaan Kave yang berdiri tidak jauh.
Pria itu tampak bersandar seperti sedang menunggu. Pandangan mereka bertemu sesaat. Namun Ishvara memutuskan kontak mata mereka. Memilih untuk melalui pria tersebut.
Sedangkan Kave, pria itu dengan sengaja menunggu sampai Ishvara selesai mengganti pakaiannya. Dirinya kembali teringat tentang pembicaraan Ishvara dengan seseorang melalui telepon. Pria itu mendengar nama tuan Wylian beberapa kali terucap.
Namun Kave yakin, kejadian yang menimpa tuan Wylian masih berhubungan dengan Ishvara.
Jauh sebelum pertemuan resmi mereka. Kave menyadari tentang ingatan masa lalunya. Masih dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama. Dirinya melihat nama yang tidak asing baginya di layar ponsel milik adiknya, yaitu Iris.
Di layarnya tertera nama "Ishvara."
Hal itu sontak membuat rasa penasaran Kave muncul. Pria itu lantas beberapa kali mencoba untuk mencari tahu. Rasa penasarannya membuat pria itu memastikan apakah benar Ishvara yang dikenal oleh Iris adalah wanita yang sama dari masa lalunya.
Kave juga sudah mulai memperhatikan Ishvara semenjak wanita itu terbaring di rumah sakit. Beberapa kali dirinya mengintip melalui pintu ruang rawat inap ketika mengantarkan Iris.
Tidak hanya itu, Kave juga mengorek lebih dalam tentang Ishvara serta bagaimana masa lalunya di kehidupan ini. Tuan Wylian adalah salah satu orang yang berperan penting di hidup Ishvara. Tidak mungkin dia melewatkan informasi sepenting ini.
Tetapi ketika dirinya mendengar bahwa wanita itu juga tengah merencanakan sesuatu. Ada sedikit rasa khawatir. Namun Kave tampaknya masih belum terlalu memikirkannya. Lagipula Ishvara seperti masih belum yakin untuk bertindak.
Namun pria itu tidak menyangka. Dalam waktu tidak sampai satu minggu. Ishvara mampu membuat Tuan Wylian tertangkap.
Ishvara berjalan cepat melalui Kave. Baru saja wanita itu berjalan beberapa langkah melewatinya. Lengan Ishvara ditarik.
Ishvara berusaha melepaskan cengkraman tangan Kave dari pergelangan tangannya. Namun nihil tenaga pria itu jauh lebih kuat hingga perlawanan darinya tak berarti apa-apa. Pria itu membawanya ke tempat yang jauh dari pandangan orang.
Langkah pria itu berhenti, namun cengkraman di pergelangan tangan Ishvara tak kunjung di lepaskan. Raut wajahnya tampak serius seakan ada pembicaraan penting yang harus segera pria itu sampaikan.
"Kau tahu betapa bahayanya menghadapi Tuan Wylian seorang diri?" ucap pria itu seakan memperingatkan wanita di depannya.
Ishvara hanya diam. Tidak tahu pria itu mengetahui dari mana. Namun yang Ishvara yakini mungkin saja Kave melihat perdebatannya dengan Hiera.
"Tuan Wylian bukan orang sembarangan, dia bisa saja memutar balikkan fakta. Kau pikir bisa menghadapinya seorang diri?"
Ishvara masih diam, tidak ada niatan menjawab. Wanita itu lebih memilih menatap pemandangan kota di bawahnya yang terlihat dari dinding kaca tanpa tirai. Memilih mengabaikan Kave yang berbicara padanya.
"Vara." Kave menarik pergelangan tangan Ishvara hingga membuat wanita di depannya mendongakkan kepala menatapnya. Tatapan angkuh yang tak pernah bisa lepas dari Ishvara. Itulah yang pria itu lihat.
"Apa aku harus bersikap kasar agar kau mau mendengarkan?" tegas Kave pada Ishvara.
"Ini tidak ada urusannya denganmu. Kenapa kau selalu ikut campur?" Ishvara kembali mengalihkan pandangan dari pria yang masih mencengkram erat pergelangan tangannya.
Kave mengenal benar bagaimana Ishvara. Wanita itu selalu mengambil jalan paling beresiko. Tanpa peduli kemungkin paling buruk yang akan dia dapatkan dari keputusasaannya.
"Tidak semua hal dapat kau selesaikan seorang diri." Pria itu bersuara dengan nada yang mulai melembut.
"Kenapa kau terlaku ikut campur mengenai urusanku? Seharusnya kau bersikap acuh seperti mereka semua. Meskipun saat itu kita memang memiliki hubungan. Namun saat ini kau hanyalah orang asing Ash!" desis Ishvara yang hampir mengeluarkan air matanya. Air tampak menumpuk di pelupuk mata. Wanita itu terlihat tak dapat lagi mengendalikan emosinya.
"Jangan menangis."
Pergelangan tangannya sakit. Namun nada dominan dari Kave membuat jantungnya berdetak lebih kencang. Ada rasa sesak di dalam dadanya. Membuat Ishvara tak bisa lagi menahan air matanya yang turun. Air jatuh begitu saja membasahi pipinya.
"Aku hanya ingin membalaskan dendamku. Apakah salah?" Ishvara bertanya dengan air mata yang masih terus turun.
Ishvara tidak ingin terlihat lemah. Namun entah mengapa air matanya kali ini tidak dapat lagi dibendung. Wanita itu kembali mendongakkan kepala menatap pria di depannya.
"Bukankah aku terlihat seperti pengecut? Kabur dan menjauh dari tuan Wylian. Namun diam-diam berusaha ingin menjatuhkannya,"gumam Ishvara dengan air yang masih terus mengalir di pipinya.
Padahal dirinya masih belum cukup mampu untuk bisa berdiri kokoh. Namun rasa sakit, kekecewaan dan dendam yang selama ini ia pendam rasanya ingin segera dia luapkan.
Tidak ada yang salah dari perkataan Kave. Tuan Wylian buka orang sembarangan. Hanya saja Ishvara lah yang terlalu terburu-buru.
Kave hanya diam membiarkan Ishvara mengeluarkan air matanya. Wajah wanita di depannya terlihat begitu lelah. Namun Kave tak mencoba menghentikan tangisan Ishvara.
Hampir beberapa menit berlalu. Namun pria itu masih setia menemani Ishvara. Kave masih berdiri di sisi Ishvara. Hingga tangisan wanita itu mulai mereda. Angin kencang dari arah balkon yang pintunya terbuka. Menerbangkan rambut halus mereka. Anginnya terasa sedikit menusuk kulit karena cuaca yang cukup dingin. Awan yang mendung menandakan akan turunnya hujan.
"Aku hanya seorang diri dan mereka tidak pernah mengerti. Apa mereka tahu bagaimana rasanya kelaparan di jalanan tanpa ada seorangpun yang berniat membantu walau hanya sekedar memberikan setetes air?"
"Mereka juga tidak tahu bagaimana dinginnya udara luar ketika aku berjalan seorang diri di tengah malam. Bagaimana diriku mencoba memberanikan diri melalui gelapnya malam."
"Tidak ada yang mendengar tangisanku. Aku harus menahan rasa lapar dan mengais makanan sisa selama berbulan-bulan tanpa tahu arah, dan kemana harus pergi. Jika saja aku tidak bertemu orang baik seperti ayah angkat ku. Mungkinkah aku sampai di titik ini Ash?"
"Setidaknya mereka merasakan rasa malu, rasa takut, dan kecewa yang pernah ku lalui meskipun itu masih belum sepadan." Bahkan sampai saat ini pun. Ishvara masih belum mengetahui dengan pasti mengenai kepergian Max. Masih banyak pertanyaan yang belum terjawab terlebih lagi bagaimana kedua orangtuanya memiliki hubungan dengan tuan Wylian.
Tidak ada apapun lagi yang tersisa yang berhubungan dengan orangtuanya. Semuanya seakan sirna. Lagipula itu sudah berlalu puluhan tahun lalu. Ishvara hanya bisa menahan rasa penasarannya.
Kave mengamati Ishvara. Wanita itu terlihat menggigit bibirnya menahan kebencian yang terlihat jelas dari sorot matanya.
"Jika kau tak memahaminya, maka tolong jangan melarang ku untuk melakukan apapun yang ku inginkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Cruel Duke and Duchess
General FictionHidupnya terasa berubah dalam semalam. Ishvara terbangun dari tidurnya dan mendapati dirinya tengah berada di tubuh Ishvara Berenice. Yaitu tokoh utama wanita yang bukunya sempat dia baca di kehidupan sebelumnya. Kini dia harus membiasakan diri deng...