Chapter 12 - Threat

640 113 34
                                    

"Mas, kenapa mendadak banyak sekali polisi?" ucap Kirana saat melihat situasi di sekitaran apartemen mewah tempatnya tadi meninggalkan Nuraga.

"Aga di jebak?" lanjutnya dengan tatapan penuh kekhawatiran.
Airlangga menatap ke sekelilingnya. Usai mengantar Nuraga di basement tadi Airlangga sengaja memarkirkan mobilnya tak jauh dari lokasi apartemen. Ia ingin mempermudah posisinya jika sewaktu-waktu Nuraga meminta untuk dijemput.

Namun, saat ini Airlangga lebih memilih meninggalkan lokasi apartemen tersebut dan memancing emosi Kirana.

"Mas, Aga masih di sana! ? Mas tinggalkan dia begitu saja?" ucap Kirana dengan nada tinggi.

"Situasinya tidak memungkinkan untuk kita tetap berada di sana, Na!"

"Aga masih di sana, Mas! Gimana kalau Aga tertangkap?" ucap Kirana seraya menutup wajah dengan kedua tangannya. Bagaimana pun juga Kirana adalah seorang ibu, ia percaya jika Nuraga tidak melakukan hal semenakutkan seperti apa yang dituduhkan oleh para polisi itu.

"Kami sudah berhasil menangkap pelaku dari kasus upaya pembunuhan bapak presiden. Orang ini juga adalah tersangka utama penembakan Komjen Fery Prayoga. Selebihnya, kami akan melakukan pemeriksaan terhadap tersangka lebih lanjut," ucap Jenderal Indra saat memberikan keterangannya atas perkembangan kasus yang sedang viral tersebut.

Apartemen mewah tersebut benar-benar di jaga ketat. Banyak polisi dan wartawan yang memenuhi lokasi penangkapan Nuraga.

"Jadi ... dia anggota denjaka?" tanya Irjen Adam saat melihat Nuraga yang didudukkan di ruang introgasi.

Usai diikat tadi, Keenan sempat memerintahkan kepada anak buahnya untuk memukuli Nuraga beberapa kali sebelum di bawa ke markas polisi. Sementara itu, ia memerintahkan Lucifer dan Denver untuk membawa Kyra dan Gavin ke lokasi berbeda di area puncak.

Keenan mengangguk tegas. Irjen Adam tersenyum miring. Ia kemudian berjalan masuk menuju ruang introgasi tersebut.

"Pastikan tidak ada orang lain yang masuk ke ruangan ini," ucap Irjen Adam.

Keenan mengangguk paham. Ia sengaja mengunci ruang introgasi tersebut dan memperhatikan melalui kaca besar di balik ruang introgasi itu.

Irjen Adam menatap Nuraga yang menunduk di tempatnya. Nuraga didudukkan di sebuah kursi panas dengan satu meja di hadapannya. Tangan dan kakinya terikat kuat.

"Jadi, kau adalah Black?" tanya Irjen Adam seraya menatap sengit ke arah Nuraga.

Nuraga perlahan mendongak, menatap Irjen Adam dengan tatapan tajam. Ia tidak bicara juga tidak menjawab pertanyaan.

Irjen Adam mengambil sebuah rokok dari dalam saku celananya dan mulai menghidupkannya.

"Jadi ... rupanya kau adalah orang kepercayaan Komjen Fery dan merupakan putra dari Brigjen Airlangga. Tidak di sangka, melihat profil keluargamu, sepertinya kau bukanlah orang sembarangan. Perlu kamu ketahui, Komjen Fery adalah Kepala divisi intelejen polri yang ditunjuk langsung oleh presiden untuk menjabat posisi kepala intelejen negara.

"Saya pikir, dibalik usia yang sebentar lagi pensiun itu dia tidak akan banyak mengusik orang-orang yang berhubungan dengan Squad 112. Namun, rupanya saya salah. Dia justru terang-terangan bergerak mengancam keberadaan Squad 112. Dia cari muka di depan bapak presiden dan mengancam akan melaporkan semua temuan dan bukti yang ia miliki kepada bapak presiden.

"Saya tahu, Komjen Fery bukanlah orang yang suka bermain-main dengan ucapannya. Saya dan Squad 112 pun juga tidak main-main dengan ancaman kami. Ancaman sudah terealisasikan. Namun, dasar tua bangka, dia justru menyimpan rapat bukti-bukti itu dan kau adalah salah satu orang yang mengetahui hal itu.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang