Extra Chapter 01

901 118 51
                                    

Nuraga menatap Ishna yang masih terlelap dalam pelukannya. Ia menelusuri setiap jengkal wajah wanita yang baru saja ia nikahi itu lekat-lekat. Nuraga tersenyum seraya mengusap lembut wajah Ishna yang tampak begitu lelah.

Ishna melenguh, ia mengerjap sebelum akhirnya mengernyit saat menyadari Nuraga menatapnya lekat tepat di hadapannya.

"Mas Aga udah bangun?" tanya Ishna lirih.

"Mas bangunin kamu ya, Sayang?"

Ishna menggeleng. Ia mengedarkan tatapannya ke segala arah. Ia menatap ke arah jendela hotel dan segera mengerjapkan matanya.

"Astaga, Mas! Ini sudah siang?" pekiknya dengan raut wajah panik.

Nuraga tersenyum dan mengangkat kedua alisnya. Ia memperhatikan setiap gerakan sang istri yang berusaha meraih ponsel di atas nakas.

"Aku pasang alarm jam empat, lho," gumam Ishna seraya memeriksa ponselnya.

Nuraga kembali tersenyum, lalu mengusap puncak kepala Ishna lembut.

"Sudah bunyi berkali-kali. Mas yang matiin tadi."

Ishna menatap Nuraga heran. "Kok, Mas Aga nggak bangunin Na?"

"Untuk apa? Nggak ada yang harus segera dikerjakan juga, kan? Lagipula kamu kayaknya capek banget. Makanya, aku matiin alarmnya biar kamu bisa tetap tidur nyenyak."

Ishna mencebikkan bibirnya. "Yang bikin aku kecapekan juga mas!" ucap Ishna menggerutu.

Nuraga tertawa. Ia kembali melingkarkan tangan di tubuh Ishna seraya membenarkan posisi selimutnya.

"Semalaman nggak pakai baju nggak dingin apa?"

"Yang larang aku pakai baju juga siapa? Sudah, ah. Na mau bangun dulu, Mas!"

Ishna hendak beranjak, tetapi tangan Nuraga justru membelitnya bertambah erat. Pria itu mengendus leher Ishna sebelum mengecup leher jenjang itu beberapa kali.

"Biar begini dulu. Mas masih mau peluk."

Ishna tersenyum lucu. Ia membalikkan tubuhnya menghadap ke arah Nuraga. Ishna mengalungkan kedua tangannya ke leher Nuraga dan menatap pria itu lekat-lekat.

"Mas nggak nyesel nikah sama aku?"

Nuraga mengernyit. "Jangan mulai. Ini belum juga ada dua puluh empat jam resmi jadi pasutri udah ngomongin aneh-aneh," ucap Nuraga kesal.

"Bukan aneh-aneh. Sampai sekarang, aku masih merasa heran, kenapa bisa mas jatuh cinta dan akhirnya memilih aku untuk dijadikan istri. Diluar sana bahkan banyak cewek-cewek cantik .... " Ishna menggantungkan kalimatnya saat bibir Nuraga mengecup singkat bibir Ishna.

"Aku kan cuma .... "

Sekali lagi Nuraga kembali mengecup bibir istrinya. Kali ini dengan lumatan kecil yang lama kelamaan menjadi ciuman panas.

"Mmpphh ...  aku baru mau ngomong, Mas!" ucap Ishna kesal.

Nuraga mengusap saliva dibibirnya yang berceceran sebelum akhirnya mengusap wajah Ishna lembut.

Nuraga mengembuskan napas kasar, lalu tersenyum menatap Ishna.

"Mas tidak memandang kamu dari segi fisik dan materi. Mas juga tidak mau membandingkan kamu dengan wanita lain di luar sana. Karena mas cinta kamu sebagai kamu. Mereka belum tentu mau mendengarkan orang seperti mas saat dunia menyebut mas pembunuh, buronan paling dicari. Wanita yang kamu bilang cantik-cantik itu belum tentu mau menanggung beban dan luka seperti ini.

"Mereka belum tentu bersedia membantu dan mendampingi mas yang buronan ini untuk mendapatkan keadilan, untuk mencari kebenaran. Banyak dari mereka pasti akan pergi, meninggalkan mas sendiri, melihat mas semakin terpuruk. Mas bukan memilihmu karena rasa bersalah atau hutang budi, Ishna. Mas memilihmu karena kamu. Kamu orang yang tepat mendampingi dan menemani sisa hidup mas," ucap Nuraga lembut.

GALVASKA √ TAMATTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang